Sabtu, 02 November 2019 02:05 UTC
PENANGANAN KARHUTLA. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menemui penambang belerang Kawah Ijen dan tim gabungan dalam operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) Pegunungan Ijen, Senin 28 Oktober 2019. Foto: Ahmad Suudi
JATIMNET.COM, Banyuwangi – Kebakaran hutan dan lahan di kawasan Pegunungan Ijen sejak 19 Agustus 2019 diperkirakan telah menghanguskan lebih dari 10 hektare lahan Gunung Ranti dan lebih dari 500 hektare hutan kawasan Cagar Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-ungup.
Hujan yang dilaporkan telah turun di Pegunungan Ijen sisi Kabupaten Banyuwangi maupun Bondowoso sejak akhir Oktober 2019 hingga memasuki November 2019 diharapkan mampu memadamkan api secara sempurna.
Dari data yang diperoleh Jatimnet, kerugian atas peristiwa yang memaksa Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur menutup akses aktivitas menuju Kawah Ijen sejak Minggu, 20 Oktober 2019 ini meliputi banyak hal.
Di antaranya adalah penambang belerang yang setiap hari mengambil belerang dari Kawah Ijen. Pimpinan PT Candi Ngrimbi Unit 1 Belerang Banyuwangi, Cung Lianto mengatakan pihaknya tidak bisa menambah stok belerang karena akses ke Kawah Ijen ditutup untuk kegiatan wisata maupun penambangan belerang.
BACA JUGA: Hari Ini, Bom Air Dijatuhkan untuk Padamkan Kebakaran di Ijen
Perusahaan yang memiliki izin untuk menambang belerang Kawah Ijen itu mengumpulkan stok setiap tahun dan mengeluarkannya saat mendapat tender jual-beli, yang tahun lalu dilakukan dengan pabrik penggilingan tebu.
Cung mengatakan saat pertambangan aktif, perusahaan mendapat tambahan stok hingga 6 ton yang dibawa turun oleh sekitar 114 orang penambang resmi per hari.
Jatimnet mendapat informasi dari penambang, upah mereka Rp 1.250 per kilogram belerang yang berhasil dibawa ke pos timbangan. Artinya selama dua minggu ini ada sekitar 84 ton belerang yang tidak mereka turunkan dan membuat total upah Rp 105 juta sebagai nafkah sehari-hari para penambang tidak mereka terima.
"Kalau dihitung kami rugi karena tidak ada produksi. Kami tetap membayar kepada karyawan harian yang upahnya bulanan. Apalagi yang tetap harus bayar BPJS Ketenagakerjaan," kata Cung, Selasa 22 Oktober 2019.
BACA JUGA: Kebakaran di Pegunungan Ijen, Api Mengarah ke Pertanian Warga
Dia juga mengatakan bencana kali ini memberikan dampak terbesar bagi penambangan belerang daripada tahun-tahun sebelumnya.
Matrawi (57) yang menjadi penambang belerang sejak tahun 1978, mengatakan kebakaran kali ini yang terbesar yang pernah ditemuinya di Ijen. Sebelumnya meskipun muncul api, namun bisa dipadamkan dalam hitungan jam oleh penambang dan petugas BBKSDA Jatim di lokasi.
Selain itu, dampak lainnya adalah buruknya kualitas udara di sekitar kawasan yang terbakar. Dampak asap yang keluar dari Kawah Ijen yang memiliki kandungan sulfur lebih banyak bila belerang tidak diambil juga tak bisa disepelekan.
Asap dengan kandungan belerang yang lebih tinggi dari biasanya itu akan terbawa angin ke sembarang arah dan bisa juga turun ke permukiman warga.
BACA JUGA: Kebakaran Pegunungan Ijen Berstatus Tanggap Darurat
Asap itu akan mengganggu pernapasan manusia yang menghirup udara mengandung sulfur terlalu banyak. Selain itu, sifat belerang yang mudah terbakar menimbulkan dampak buruk lainnya di tempat-tempat yang diterpa asap yang mengandung sulfur maupun di Kawah Ijen sendiri.
"Belerang mudah terbakar. Karena kalau sampai terbakar maka sangat dahsyat menyengat dan membuat pernapasan terganggu. Sangat berbahaya," kata Cung lagi.
Saat paralon khusus saluran belerang di Kawah Ijen penuh karena belerang tidak ditambang, panas dari gunung akan membuat paralon itu ikut terbakar dan siklus yang selama ini berjalan akan berubah.
Sementara lahan yang diterpa terlalu banyak asap yang mengandung sulfur bisa jadi mudah terbakar karena belerang sangat mudah terbakar tertumpuk di sana.
BACA JUGA: Kebakaran Pegunungan Ijen Terbesar dalam Lima Tahun Terakhir
Kepala Resort Konservasi Wilayah (RKW) 18 Kawah Ijen Sigit Haribowo mengatakan, pihaknya menilai Cagar Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-ungup merupakan penyumbang oksigen terbesar dibanding wilayah lain di Banyuwangi.
Karenanya, kebakaran hutan yang menghanguskan tanaman-tanaman di lebih dari 500 hektare dari total luas kawasan 1.656 hektare mengurangi pasokan oksigen yang dihasilkan cagar alam.
"Kerugiannya mengurangi penghasil oksigen. CA Kawah Ijen penyumbang oksigen paling besar di Banyuwangi," ujar Sigit, Selasa 22 Oktober 2019.
Kemudian dampak kerugian lainnya adalah tak adanya kunjungan wisatawan. Pengurus DPC Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Banyuwangi, Andika Rahmat, mengatakan dalam dua minggu biasanya ada ratusan pendaki Ijen yang menggunakan jasa pemandu wisata.
BACA JUGA: Penanganan Karhutla Ganti Fokus ke Ijen dan Merapi Ungup-ungup
Dengan ditutupnya pendakian Ijen memberikan dampak pembatalan banyak wisatawan yang akan menikmati api biru di samping kawah berair toska Ijen.
Sementara dalam sehari, sekali naik ke Ijen, pemandu wisata ini mendapatkan penghasilan Rp 250-350 ribu tergantung pada tawar-menawar yang telah dilakukan.
"Pada umumnya kami terdampak, karena nggak bisa naik Ijen. Karena Kawah Ijen jadi salah satu destinasi utama yang ada di Banyuwangi," kata Andika, Kamis 31 November 2019.
Di Banyuwangi ada lebih dari 40 pemandu berlisensi Dinas Pariwisata Pemprov Jawa Timur, yang sebagian aktif setiap hari membawa tamu ke Ijen.
BACA JUGA: Penyebab Badai dan Kebakaran Hutan Gunung Ranti-Ijen
Mereka yang membawa tamu tiga kali per minggu akan kehilangan hingga Rp 2,1 juta selama dua minggu Ijen ditutup. Mereka yang setiap hari ke Ijen, dengan istirahat sehari per minggu, kehilangan penghasilan Rp 4,2 juta selama dua pekan ini.
Belum menghitung spending money atau jumlah uang yang dibelanjakan wisatawan. Pada tahun 2018, wisatawan asing di Banyuwangi rata-rata menghabiskan uang Rp 3,7 juta per kunjungan. Angka itu merupakan catatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi dari hasil survey yang dilakukan Alvara Research.
Beruntung pemandu-pemandu ini berinisiatif berupaya menawarkan destinasi lain pada wisatawan yang sebelumnya berencana ke Kawah Ijen.
Beberapa destinasi yang mereka tawarkan biasanya yang berada di kecamatan penyangga Gunung Ijen, seperti Desa Wisata Kemiren, di Kecamatan Glagah, yang bisa menyuguhkan kesenian tradisional dan berbagai acara adat di hari-hari tertentu.
BACA JUGA: Bupati Banyuwangi Pertimbangkan Perpanjangan Status Tanggap Darurat Kebakaran Hutan
"Kami berikan alternatif lain, paket wisata lain misalnya trip kopi, budaya Using di Kemiren, cukup ampuh," imbuh Andika.
Selain itu, dampak karhutla yang adalah kehilangan flora dan fauna karena terbakar. Cagar Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-ungup memiliki tanaman endemik cemara gunung.
Sigit mengatakan pohon ini justru terbantu perkembang biakannya saat terbakar. Pasalnya bunganya akan terpecah dan bijinya bisa keluar untuk menjadi tunas setelah terbakar.
Namun, tanaman lain yang mendukung tersusunnya habitat hewan-hewan di cagar alam menjadi rusak karena besarnya karhutla kali ini.
BACA JUGA: Water Bombing Digeser ke Ijen, Penyemaian Garam Jadi Opsi Lanjutan
"Tanaman cemara gunung tidak akan punah di Kawah Ijen. Tapi kerugian karena kebakaran kali ini habitat rusak," kata Sigit.
Dikatakannya, cagar alam menjadi rumah bagi ratusan jenis burung, sekitar 15 jenis mamalia termasuk yang tidak dilindungi, juga macan tutul dan macan kumbang yang berwarna hitam.
Dalam pantauan BKSDA selama kebakaran, banyak satwa terlihat turun, terutama burung, lalu kijang dan macan yang terlihat berusaha menghindari api.
"Kerugian secara materi tidak terhingga karena semua manfaat hutan yang digunakan oleh manusia ada di sini. Pemulihan tidak bisa dilakukan manusia, tapi dengan suksesi alam sendiri, menunggu musim hujan turun akan tumbuh baru," sambung Sigit.