Logo

Pasal Aborsi dalam RKUHP Mengancam Korban Perkosaan

Reporter:

Sabtu, 21 September 2019 06:01 UTC

Pasal Aborsi dalam RKUHP Mengancam Korban Perkosaan

Ilustrasi aborsi. Dok

JATIMNET.COM, Surabaya – Presiden Joko Widodo meminta penetapan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ditunda. Psikolog klinis Kasandra Putranto menilai sejumlah pasal aborsi pada RKUHP, bersifat mengancam serta diskriminatif pada korban perkosaan.

"Bukan cuma perempuannya (yang terancam), juga yang menyarankannya," tuturnya, Jumat 20 September 2019.

Ia menambahkan, hal ini juga dapat menimbulkan dampak psikologis korban perkosaan jika ikut terjerat dalam pasal tersebut."Akan mengalami kekerasan ganda, trauma ganda," lanjutnya.

Namun, menurut Kasandra, trauma yang dialami korban serta pasien akan berbeda pada setiap orang.

BACA JUGA: Pasalnya Bermasalah, Komnas HAM Minta Pengesahan RKUHP Ditunda

"Nggak sama setiap orang, tergantung besaran trauma, intervensi dan kekuatan diri," katanya lagi.

Kasandra Putranto menambahkan, undang-undang sekarang ini seharusnya dapat memastikan agar pelaku kejahatan secara umum tidak mengulangi perbuatannya.

"Seperti yang saya katakan UU masa kini adalah UU yang memastikan agar perilaku tidak terulang, bukan sekedar menghukum," tandasnya.

RKUHP tentang aborsi ini tertuang dalam Pasal 470, 471, dan 472.

BACA JUGA: Dua Kondisi Boleh Aborsi di Indonesia

"Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun," tertulis Pasal 470 Ayat (1).

Sedangkan Pasal 471 Ayat (1) berbunyi, "Setiap orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun."

Pengecualian hukuman tersebut diperuntukkan bagi dokter yang terpaksa menggugurkan kandungan dalam kondisi darurat medis atau pada korban perkosaan.

BACA JUGA: Praktik Aborsi, Berujung di Balik Jeruji Besi

Dijelaskan pada pasal 472 ancaman hukuman pidana bagi dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang membantu menggugurkan kandungan. Hukuman tersebut berupa pencabutan hak dan penambahan pidana 1/3 dari ancaman pidana utama. 

"Dokter yang melakukan pengguguran kandungan karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap Korban perkosaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak dipidana," pasal 472 ayat 3.

Sumber. Suara.com