Logo

Diskominfo Jatim Ungkap Modus Pelecehan Seksual Digital

Ajak warga waspada di tengah masifnya penggunaan internet
Reporter:

Jumat, 17 October 2025 01:00 UTC

Diskominfo Jatim Ungkap Modus Pelecehan Seksual Digital

Ilustrasi kekerasan di dunia maya. Foto: Freepik.com

JATIMNET.COM, Surabaya – Pelecehan seksual di ruang digital perlu diwaspadai seiring meningkatnya penggunaan internet dalam kehidupan dewasa ini. 

Apalagi, tingkat penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai 80,66 persen dan di Jawa Timur (Jatim) 82,19 persen pada tahun 2025.

Oleh karena itu, Kepala Bidang Aplikasi dan Informatika Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Timur (Kabid Aptika Diskominfo Jatim) Gugi Alifrianto Wicaksono mengajak warga untuk bijak dalam menggunakan media sosial.

“Yang paling penting dalam bermedia sosial adalah kesadaran, pemahaman, dan etika. Jangan sampai kita terlibat dalam tindakan yang termasuk kejahatan seksual, baik offline maupun online,” ujarnya dikutip Jatimnet.com dari laman resmi Diskominfo Jatim, Jumat, 17 Oktober 2025.  

BACA: Ratusan Warga Mojokerto Ikuti Literasi Keamanan Digital, Ini Pesan Anggota DPRD Jatim Sumardi 

Pernyataan itu disampaikan Gugi usai menjadi pembicara dalam Pekan Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PANSOS PPKS) 2025 di Lantai 3, Ruang Amphiteater Gedung Twin Towers Universitas Islam Negesi Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Kamis, 16 Oktober 2025.

Di dunia maya, ia menjelaskan, terdapat berbagai modus pelecehan seksual, seperti sextortion yang merupakan bentuk pemerasan yang meliputi ancaman untuk menyakiti, mempermalukan, atau merugikan korban jika mereka tidak memenuhi tuntutan seksual pelaku.

Kemudian, revenge porn atau penyebaran konten intim tanpa izin. Selain itu, cyber grooming atau pemikatan seksual yang mengacu pada tindakan yang sengaja untuk membangun hubungan emosional.

BACA: Marak Pinjol Ilegal, Polres Gresik Patroli Siber di Medsos

Juga, deepfake porn yang merupakan istilah untuk menggambarkan video porno dengan menggunakan tekonologi untuk menggantikan wajah asli seseorang dengan yang lain.

Sederet modus itu, lanjut Gugi dapat memikat pengguna teknologi informasi dengan memanfaatkan lemahnya literasi digital dan anonimitas pengguna.

Menurutnya, kesadaran etika digital menjadi kunci dalam mencegah Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE).

“Harapannya setelah disampaikan, para peserta bisa lebih memahami bagaimana cara menghindari sexual harassment, terutama di dunia maya,” harap Gugi.