Logo

Kuasa Hukum Dirut DPS Tolak Fotokopi Barang Bukti

Reporter:,Editor:

Minggu, 14 July 2019 15:24 UTC

Kuasa Hukum Dirut DPS Tolak Fotokopi Barang Bukti

TOLAK BERKAS. Kuasa hukum Riry Syeried Jetta menolak fokopi sebagai barang bukti untuk menjerat kliennya dengan tuduhan korupsi pengadaan kapal floating crane. Foto: Dok.

JATIMNET.COM, Surabaya – Samuel Benyamin Simangunsong selaku kuasa hukum Direktur Utama (Dirut) PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) Riry Syeried Jetta, menilai barang bukti yang dibawa jaksa penuntut umum tidak kuat. Ini setelah JPU menunjukkan surat keputusan (SK) pengadaan barang hanya fotokopi.

“SK tersebut bukan yang asli, dan kami meminta SK yang asli bukan fotokopi. Harus ada legalitasnya,” kata Samuel Benyamin Simangunsong, selaku kuasa hukum Riry Syeried Jetta yang kini jadi terdakwa kasus pengadaan kapal floating crane, Minggu 14 Juli 2019.

Samuel menilai penolakan tersebut ada pada pasal 184 KUHAP jo. Pasal 1888 KUHPerdata, yang menyebutkan kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada akta aslinya.

BACA JUGA: Kuasa Hukum Dirut DPS Klaim Kliennya Tersandung Perdata

“Apabila akta yang asli itu ada, maka salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar dapat dipercaya. Sedangkan ini (bukti) bukan aslinya, maka wajar kami melakukan penolakan,” Samuel menegaskan.

Hal ini, lanjutnya, sudah sesuai dengan Putusan MA Nomor: 3609 K/Pdt/1985 yang menyebutkan jika surat bukti harus surat aslinya.

Dalam sidang yang digelar Rabu 10 Juni 2019, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi menghadirkan delapan karyawan PT DPS sebagai saksi. Kedelapan saksi JPU tersebut antara lain, Yudi Punggih (selaku Ketua Tim Tender Modernisasi Alat PT DPS), Yudi Bima Yuda (Manajer Hukum PT DPS), Gatot Winarto (Manajer Sarana dan Fasilitas PT DPS).

Selanjutnya, Ayub Andi Rifai (layout floating dok PT DPS), Diyah Novianti (Admin Pengarsipan Penomoran Surat), Lusiana (Pengarsipan Administrasi Keuangan PT DPS), Ahmad Fathoni Hendrawan (Staf Hukum PT DPS), dan Luhu (Pimpinan Proyek pada Departemen Produksi PT DPS).

BACA JUGA: Kejati Jatim Bidik Tersangka Baru Skandal Pengadaan Kapal Bekas

Penyelidikan kasus ini dimulai ketika muncul laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan dugaan kerugian negara sebesar Rp 60,3 miliar dari nilai proyek pengadaan kapal sebesar Rp 100 miliar, yang dilakukan pada 2016 lalu.

Pengadaan kapal ini sudah melalui proses lelang. Kapal sudah dibayar sebesar Rp 60,3 miliar dari nilai kontrak sebesar Rp 100 miliar. Dalam lelang disebutkan, pengadaan kapal dalam bentuk kapal bekas, dan didatangkan dari salah satu negara di Eropa.

Namun, saat dibawa ke Indonesia kapal tersebut tenggelam di tengah jalan. Dari sini kemudian muncul dugaan bahwa, ada spesifikasi yang salah dalam pengadaan kapal tersebut.