Senin, 14 October 2019 15:12 UTC
Ilustrasi. [pixabay]
JATIMNET.COM, Surabaya – Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Surabaya mendesak Rektorat Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) memperbolehkan Lembaga Pers Mahasiswa Teropong berkegiatan di dalam kampus.
“PPMI Dewan Kota Surabaya juga menuntut Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) memperbolehkan LPM Teropong menggunakan nama “PENS” sebagai representasi organisasi mahasiswa kampus dan memberikan izin penggunaan sarana prasarana di dalam kampus,” kata Sekretaris Jenderal PPMI Kota Surabaya, Rangga Prasetya Aji kepada Jatimnet.com, Kamis 14 Oktober 2019.
Selain itu, Rangga juga mendesak aparat kepolisian untuk menaati undang–undang mengenai kebebasan berpendapat dan kemerdekaan mimbar akademik untuk membuat forum diskusi ilmiah di dalam kampus terlepas perizinan kepada aparat kepolisian.
BACA JUGA: AJI dan PPMI Kecam Kekerasan, Kriminalisasi, dan Upaya Menghalangi Kerja Jurnalis
Menuruntya, hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 09 Tahun 1998 Pasal 10 Ayat 4 mengenai Kebebasan Berpendapat dan Kemerdekaan Mimbar Akademik.
Sebelumnya, LPM Teropong menyelenggarakan diskusi dengan tema Framing Media dan Hoaks: Papua dalam Perspektif Media Arus Utama di dalam kampus PENS, Rabu 9 Oktober 2019.
Pimpinan Umum LPM Teropong, Fahmi Naufala Mumtaz mengatakan diskusi yang rencananya diselenggarakan dalam kampus tersebut harus berpindah lokasi setelah disterilkan oleh satpam kampus dengan alasan tidak berizin dan mengundang pihak luar.
“Biasanya tidak memerlukan izin dan berjalan lancar sehingga LPM Teropong tidak mengurus perizinan untuk diskusi kali ini. Ternyata hal ini yang kemudian dianggap sebagai kesalahan utama,” ungkap Fahmi dikonfirmasi Jatimnet.com, Minggu 13 Oktober 2019.
BACA JUGA: Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Bubarkan Diskusi Soal Papua di Dalam Kampus
Bahkan menurutnya, sehari setelah terjadi pembubaran diskusi oleh pihak keamanan kampus, Kemahasiswaan memanggil perwakilan dari pihak LPM, Kamis 10 Oktober untuk klarifikasi kedua belah pihak.
“Pemilihan tema ini karena sedang menjadi isu yang populis di media dan dalam diskusi tersebut telah jelas dituliskan bahwa undangan diperuntukkan untuk mahasiswa PENS. Namun untuk penyebaran informasi diskusi lepas dari pengawaasan LPM Teropong PENS,” ungkapnya.
Fahmi juga menjelaskan telah mengundang mahasiswa dari Papua untuk hadir dalam diskusi itu untuk memaparkan kondisi di kampung halamannya agar peserta diskusi bisa mengetahui perbandingan antara fakta lapangan dan pemberitaan media.
BACA JUGA: M Nuh Minta Jurnalis Melapor ke Dewan Pers jika Mengalami Kekerasan
“Itu juga yang menjadi bahan kajian untuk LPM Teropong tentang bagaimana framing yang dilakukan media saat ini, dan harapannya anggota lembaga pers mahasiswa yang masih punya idealisme bisa teredukasi akan hal itu,” jabarnya.
Jatimnet.com mencoba menghubungi Wakil Direktur III Bidang Kemahasiswaan PENS, Anang Budikarso untuk mengklarifikasi berkaitan dengan pelarangan diskusi dan pencabutan kata PENS pada LPM Teropong. Termasuk mengklarifikasi informasi pertemuan lanjutan antara LPM Teropong dan Direktur PENS yang diagendakan Senin, 14 Oktober 2019 seperti yang termuat dalam keterangan resmi PPMI Kota Surabaya.
“Tidak ada, ini PENS lagi UTS, Senin sampai Jumat. Untuk konfirmasi dari kami, bisa besok siang ke kampus jam 11.00 WIB supaya tahu alur yang benar,” ungkap Anang melalui pesan singkat yang diterima Jatimnet.com, Selasa 14 Oktober 2019.
