Jumat, 11 October 2019 11:32 UTC
Ilustrasi. [pixabay]
JATIMNET.COM, Surabaya – Diskusi yang diselenggarakan Lembaga Pers Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, yang mengangkat isu soal Papua bertajuk "Framing Media dan Hoaks berjudul Papua dalam Perspektif Media Arus Utama", dibubarkan pihak kampus (bagian kemahasiswaa) setelah didatangi petugas kepolisian.
Badan Pekerja Advokasi Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Surabaya, Rizky Pratama menyebut keputusan pihak kampus membubarkan diskusi yang sedianya dilaksanakan Rabu 9 Oktober 2019 tersebut dengan alasan tidak ada izin kepolisian. “Ini tidak dapat dibenarkan,” kata Rizky, Jumat 11 Oktober 2019.
Menurutnya, pasal 10 ayat 4 UU nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum telah menjelaskan bahwa pemberitahuan secara tertulis kepada aparat kepolisian tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.
BACA JUGA: AJI Jakarta: Kekerasan Terhadap Jurnalis Merupakan Tindakan Pidana
“Dalih yang digunakan aparat kepolisian untuk melaksanakan kewajibannya dalam mengamankan jalannya diskusi dan kondusifitas kawasan Sukolilo perlu dipertanyakan kembali,” ungkap Badan Pekerja Advokasi PPMI Surabaya, Rizky, melalui keterangan tertulis yang diterima Jatimnet.com, Jumat 11 Oktober 2019.
Menurutnya, hingga hari ini LPM Teropong memperoleh informasi seluruh kegiatan mahasiswa di kampus dibubarkan bila tidak memiliki izin. “Padahal kampus adalah ruang publik yang penggunaannya untuk umum dan kepentingan bersama, khususnya mahasiswa,” ungkapnya.
Rizky kemudian menjelaskan kronologinya, pada Rabu 9 Oktober 2019 sekitar pukul 17.15 WIB, satpam kampus mendatangi tempat diskusi yang rencananya berlangsung sekitar pukul 18.15. Dua orang perwakilan LPM Teropong menuju ke pos satpam dan menemui pihak Polsek Sukolilo bagian Dalmas yang bertugas menjalin koordinasi dengan satpam di wilayah Kecamatan Sukolilo.
BACA JUGA: M Nuh Minta Jurnalis Melapor ke Dewan Pers jika Mengalami Kekerasan
“Polsek Sukolilo menanyakan perihal substansi pembahasan, pihak penyelenggara, elemen yang terlibat, dan izin dari diskusi. Kemudian semua dijawab dengan baik oleh perwakilan yang menemui. Berikutnya Pihak LPM Teropong menemui pihak Kanit Reskrim Polsek Sukolilo dan meminta kontak salah satu anggota LPM Teropong,” tulisnya.
Setelah itu, LPM Teropong menemui Kanit Reskrim Polsek Sukolilo dan dijelaskan bahwa seharusnya pihak penyelenggara memberitahukan perihal diskusi ini ke pihak keamanan kampus dan Polsek Sukolilo.
“Saat itu ditekankan bahwa polisi memiliki tanggung jawab untuk mengamankan jalannya kondisi dan kondusivitas kawasan Sukolilo. Ketika ditanyakan aktualisasi pengamanan seperti apa, yaitu mengamati dari jarak jauh dan memastikan substansi dan kesimpulan diskusi,” lanjutnya.
BACA JUGA: Dewan Pers dan AJI Sebut Polisi Lakukan Intimidasi Pers
Rizki meneruskan, pihak kemahasiswaan sebelumnya menelepon satpam dan pihak LPM Teropong agar diskusi dibubarkan dengan alasan tidak berizin dan tidak akan memberikan tanda tangan yang mengatasnamakan LPM Teropong. “Akhirnya diskusi dilakukan di luar kampus,” tambahnya.
Menurut Rizky, kedatangan aparat kepolisian dan adanya upaya intimidasi yang mereka lakukan kepada pihak kampus atau peserta diskusi tidak seharusnya terjadi. “Aparat seharusnya tidak mencampuri urusan akademik, termasuk diskusi ilmiah,” tutup Rizky.
