
Reporter
Khoirotul LathifiyahSelasa, 10 September 2019 - 11:26
Editor
Rochman Arief
Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Surabaya – Ahli Dewan Pers di Jawa Timur Herlambang menyebut pemanggilan dan permintaan informasi pada jurnalis Suara.com merupakan tindakan intimidasi.
Pihak kepolisian diminta menggunakan prosedur untuk memperoleh informasi terkait pemberitaan isu dugaan teror pelemparan ular di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) Jalan Kalasan, Surabaya 9 September 2019.
“Tindakan itu bertentangan dengan Pasal 18 Ayat 1 UU Pers. Menghalang-halangi atau memberi tekanan terhadap jurnalis, jelas melanggar hukum,” kata Herlambang saat dikonfirmasi melalui telepon, Selasa 10 September 2019.
Prosedur hukum, lanjut Herlambang, bisa digunakan polisi dalam memproses informasi. Salah satunya menghubungi awak redaksi. Selain itu, Herlambang meminta polisi menghormati jurnalis dalam mencari berita.
BACA JUGA: Dewan Pers Ingatkan Media Massa Tidak Merujuk Medsos
“Sebenarnya jurnalis tidak punya kewajiban melaporkan berita yang didapat. Karena tugasnya menginformasikan ke publik. Kalaupun ke kepolisian bersifat konfirmasi, verifikasi dan klarifikasi,” kata pria yang juga Dosen Hukum di Universitas Airlangga itu.
Sementara itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya Miftah Faridl menyebutkan pemanggilan dua jurnalis oleh aparat kepolisian tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi aparat.
“Apa urgensi polisi memanggil penulis (jurnalis). Saya rasa itu cara-cara jalan pintas yang dilakukan polisi,” kata Faridl.
Ia juga mengungkapkan jurnalis bisa mengabaikan permintaan aparat yang meminta informasi terkait produk jurnalistiknya. Bahkan jurnalis mempunyai hak untuk menolak memberikan informasi pribadinya kepada narasumber.
BACA JUGA: Dewan Pers Putuskan Majalah Tempo Langgar Kode Etik
“Tidak ada kewajiban wartawan menuruti polisi terkait kerja-kerja jurnalistik, apalagi ditelepon diminta datang. Kalaupun tidak datang, tidak masalah, minta menghubungi redaksi kantor,” katanya.
Ia juga mengimbau wartawan yang meliput isu Papua tidak terjebak glorifikasi dan juga stigma yang berkembang di masyarakat. Sebab saat ini banyak media yang narasinya menyudutkan Papua yang berkaitan dengan OPM dan tidak membela NKRI.
AJI Surabaya juga meminta agar polisi tidak melarang pemberitaan terkait isu Papua. Hal tersebut karena jurnalis juga menulis fakta yang diperolah di lapangan.