Sabtu, 28 September 2019 11:56 UTC
ORASI: Ketua AJI Surabaya, Miftah Faridl saat orasi di depan Gedung Grahadi. Foto: Lathifiyah.
JATIMNET.COM, Surabaya - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) mengecam serangkaian kekerasan, kriminalisasi, dan upaya menghalangi kerja jurnalis yang dilakukan aparat kepolisian.
“Ada rilis kami diundang, liputan demo kami ditendang,” teriak Ketua AJI Surabaya, Miftah Faridl saat melakukan aksi di depan Gedung Grahadi, Jalan Gubernur Suryo Surabaya, Sabtu 28 September 2019.
Faridl mengatakan penindasan terhadap jurnalis ini sudah terjadi sejak lama, bahkan sejak 2008 tercatat 60 kasus kekerasan pada jurnalis yang dilakukan polisi. Sedangkan pada bulan September 2019 ini sudah sebanyak 13 jurnalis yang mengalami kekerasan, perampasan alat kerja, dan intimidasi pada jurnalis di berbagai daerah.
Beberapa jurnalis tersebut mendapatkan penindasan selama meliput isu Papua, yang tersebar di Jakarta, Makassar, Palu, dan di Jayapura.
POSTER: Salah satu poster yang dibawa peserta aksi di depan Gedung Grahadi. Foto: Lathifiyah.
Terlebih sikap Penmas Div Humas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, kata Faridl, yang menyatakan bahwa kartu pers jurnalis terlalu kecil. Oleh sebab itu, dengan mengenakan ID Pers dengan ukuran A5 selama aksi, pihaknya berharap aparat kepolisian mengetahui dan menghargai kerja jurnalis dengan tidak menghalangi dan melakukan kekerasan pada jurnalis.
“Logika ini sesat, karena penganiayaan pun tidak diperbolehkan sekalipun tidak memiliki ID card atau pakaian jurnalis,” kata dia.
Dari aksi yang dilakukannya, Faridl berharap pemerintah dapat mengusut dan menghukum pelaku kekerasan dan menghalang-halangi kerja jurnalis sesuai UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
BACA JUGA: M Nuh Minta Jurnalis Melapor ke Dewan Pers jika Mengalami Kekerasan
Ia juga meminta agar Dhandy D Laksono terbebas dari segala tuduhan sebagai bentuk penghargaan terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dilindungi konstitusi Indonesia.
Sementara puluhan jurnalis melakukan unjuk rasa di depan Gedung Grahadi Jalam Gubernur Suryo Surabaya sebagai bentuk pernyataan sikap jurnalis atas penindasan yang dilakukan aparat kepolisian kepada sejumlah jurnalis saat melakukan peliputan.
Aksi yang digelar sejak pukul 14.00 WIB ingin menyampaikan beberapa hal pada pemerintah agar aparat kepolisian tidak menghalang-halangi kerja jurnalis.
Dalam aksi tersebut, sejumlah aksi massa mengenakan topeng berwajah Dhandy D Laksono. Hal tersebut sebagai bentuk kritik bahwa saat ini kebebasan berpendapat sudah dirampas oleh aparat kepolisian.
BACA JUGA: AJI: Setop Teror dan Kriminalisasi Jurnalis
Bahkan aksi massa juga membawa karton yang bertuliskan “Internet Papua mati, untung ada Dhandy”.
“Akses internet Papua dilemahkan, kita (masyarakat) sangat terbantu dengan posting-an Dhandy untuk mengetahui kondisi di sana (Papua),” kata Faridl.