Jumat, 27 September 2019 12:29 UTC
SETOP KRIMINALISASI. Pengurus AJI Indonesia menggelar jumpa pers terkait kriminalisasi jurnalis dan kekerasan terhadap jurnalis dalam meliput unjuk rasa di berbagai daerah. Foto: Ist
JATIMNET.COM, Surabaya – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menuntut Polda Metro Jaya untuk menghentikan penangkapan sewenang-wenang seperti yang dilakukan terhadap Dandhy Dwi Laksono dan Ananda Badudu.
Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Sasmito Madrim menyatakan, AJI menuntut Polda Metro Jaya mencabut status tersangka terhadap Dandhy Dwi Laksono dan membebaskannya dari segala tuntutan hukum.
Selain itu, AJI juga menuntut Polda Metro Jaya meminta maaf dan merehabilitasi nama baik atas tuduhan yang disangkakan kepada Dandhy Laksono dan Ananda Badudu.
BACA JUGA: Jaringan Anti-Teror Negara Tuntut Cabut Status Tersangka Dandhy Dwi Laksono
Sebelumnya, Polda Jaya Metro Jaya menangkap Dandhy Dwi Laksono, sutradara film dokumenter sekaligus pengurus nasional Aliansi Jurnalis Independen di rumahnya di Pondokgede, Bekasi pada Kamis, 26 September 2019.
Berdasarkan kronologis YLBHI, Dandhy pada mulanya tiba di rumah sekitar pukul 22.30 WIB. Selang 15 menit kemudian datang polisi menggedor-gedor rumah Dandhy membawa surat penangkapan.
Dandhy ditangkap karena cuitannya soal Papua yang diduga telah menimbulkan rasa kebencian, permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
BACA JUGA: Jurnalis Malang Desak Polisi Bebaskan Dandhy Dwi Laksono dari Tuntutan
Dandhy kemudian dibawa tim yang terdiri 4 orang ke kantor Polda Metro Jaya dengan kendaraan D 216 CC mobil Fortuner sekitar pukul 23.05. Penangkapan tersebut disaksikan oleh dua satpam RT setempat. Dandhy kemudian dibebaskan sekitar jam 3.45 WIB setelah menjalani pemeriksaan selama 5 jam.
Kendati demikian, Dandhy ditetapkan sebagai tersangka pasal ujaran kebencian terhadap individu atau suatu kelompok, pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45 A ayat 2 UU ITE.
Berselang sekitar satu jam, Polda Metro Jaya menangkap Ananda Badudu, anggota AJI Jakarta, pada pukul 04.25 WIB. Ananda diduga ditangkap atas keterlibatannya menggalang dana ke mahasiswa yang berdemonstrasi di depan Gedung DPR pada 23-24 September 2019. Ia kemudian dibawa ke kantor Resmob Polda Metro Jaya pada pukul 04.55 WIB.
BACA JUGA: Jadi Tersangka, Tagar #BebaskanDandhyLaksono Dicuitkan Puluhan Ribu Akun
Ananda akhirnya dibebaskan pada Jumat 27 September 2019 sekitar pukul 10.00 WIB setelah 5 jam menjalani pemeriksaan.
Sekjen AJI Indonesia, Revolusi Riza menyatakan, penangkapan dan penetapan tersangka ujaran kebencian terhadap Dandhy adalah bentuk ancaman serius terhadap hak kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia yang telah dijamin oleh konstitusi.
“Pasal ujaran kebencian yang disangkakan terhadap Dandhy adalah salah satu pasal karet yang bermasalah dalam UU ITE. Pasal karet UU ITE sering dipakai untuk membungkam aktivis, jurnalis, dan warganet yang mengekspresikan pendapatnya melalui media sosial,” kata Revolusi Riza dalam siaran persnya, Jumat 27 September 2019.
BACA JUGA: Polisi Tangkap Jurnalis Dandhy Dwi Laksono
Termasuk juga dengan yang dialami oleh Ananda Badudu. Meski berstatus saksi, kata Revo, penangkapan terhadap Ananda adalah tindakan sewenang-wenang dan menjadi teror bagi demokrasi. AJI menilai apa yang dilakukan oleh Ananda Badudu adalah tindakan solidaritas dan dukungan terhadap aksi mahasiswa yang sedang menyatakan pendapat di muka umum.
Karenanya, AJI juga mendesak Presiden RI Joko Widodo untuk mereformasi Polri atas serangkaian kasus kekerasan terhadap jurnalis di Papua dan pada aksi unjuk rasa di berbagai kota pada 23-24 September 2019.
Data AJI Indonesia menyebutkan, dalam sepekan ini tercatat 14 jurnalis menjadi korban kekerasan aparat dan kelompok massa, serta korban penangkapan dan kriminalisasi. Selain Dandhy dan Ananda yang menjadi korban penangkapan dan kriminalisasi, jurnalis korban kekerasan aparat antara lain tersebar di Jakarta, Makassar, Palu dan Jayapura.