Sabtu, 04 October 2025 01:00 UTC
SPPG Desa Gesikharjo yang kini berhenti sementara buntut kasus lima murid SMKN Palang yang diduga keracunan akibat MBG, Jumat, 26 September 2025. Foto: Zidni Ilman
JATIMNET.COM, Tuban – Program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto sejak awal kepemimpinannya hadir sebagai salah satu proyek unggulan pemerintah. Tujuannya mulia, memastikan siswa di seluruh Indonesia mendapatkan asupan gizi yang layak setiap hari sekolah.
Di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, program ini mulai bergulir pada 10 Juni 2025, ditandai dengan peresmian Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Jenu Sugihwaras sebagai pelaksana pertamanya.
Namun, perjalanan implementasi MBG di Bumi Wali rupanya tidak berjalan mulus. Sejumlah insiden yang terjadi sejak Juli hingga September 2025 membuat publik bertanya-tanya, sejauh mana kesiapan pelaksana di lapangan, terutama soal higienitas makanan yang disajikan untuk anak-anak sekolah?
BACA: MBG Pertama Kali di Tuban, Siswa Unggah Video Belatung di Makanan
Kasus pertama yang mencoreng wajah program MBG di Tuban terjadi Senin, 14 Juli 2025, di hari pertama siswa kembali masuk sekolah usai libur panjang. Insiden itu terjadi di SMKN 1 Tambakboyo, Kecamatan Tambakboyo.
Menu MBG yang dibagikan dari SPPG Putra Jaya Kitchen, justru ditemukan mengandung belatung. Camat Tambakboyo, Ari Wibowo Waspodo, mengonfirmasi kejadian tersebut.
"Kemarin informasinya dua titik (di SMKN 1 Tambakboyo dan SMAN 1 Tambakboyo). Laporan yang kami terima ada empat ompreng, dua di satu titik (sekolah) dan dua di titik lainnya," ujar Ari, Selasa, 15 Juli 2025.
Peristiwa ini sontak viral di media sosial. Publik mempertanyakan standar kebersihan dapur penyedia makanan, mengingat MBG baru saja dijalankan dan langsung menimbulkan kasus yang memalukan.

Tangkapan layar video belatung di wadah tempat makanan MBG yang diduga didokumentasikan siswa SMKN 1 Tambakboyo, Tuban, Senin, 14 Juli 2025. Dok. siswa
Keracunan di Kecamatan Widang dan Palang
Polemik MBG berlanjut. Pada 24 September 2025, dalam satu hari, dua insiden sekaligus terjadi di dua kecamatan berbeda, Widang dan Palang.
Pertama, di SDN Compreng, Kecamatan Widang, ditemukan seekor ulat di dalam menu MBG yang disiapkan SPPG Desa Mrutuk. Danramil Widang Kapten (Inf) Hasan Bisri membenarkan hal itu.
“Untuk pendampingan di SPPG, ada satu ulat di daun sayur sawi. Hanya satu ekor, dan langsung ditarik serta dilakukan penggantian makanan,” katanya.
BACA: Lima Siswa SMKN Palang Tuban Diduga Keracunan MBG
Kejadian ini memang relatif kecil, tetapi tetap menambah daftar buruk pengelolaan MBG. Apalagi terjadi di tingkat sekolah dasar yang notabene anak-anaknya lebih rentan.
Di siang hari yang sama, kabar lebih serius datang dari SMKN Palang. Lima murid diduga mengalami keracunan setelah menyantap menu MBG dari SPPG Desa Gesikharjo.
Gejalanya beragam, mual, pusing, sesak napas, bahkan ada yang sampai muntah darah.
BACA: Kronologi Lima Siswa SMKN Palang Tuban Konsumsi Menu MBG Diduga Basi
Seorang wali murid, Juharti, 52 tahun, tak kuasa menahan kaget ketika mendapat kabar anaknya siswa kelas X dibawa ke rumah sakit.
“Saya dikabari dari Puskesmas kalau anak saya dibawa ke rumah sakit karena pusing dan muntah-muntah, bahkan keluar darah,” katanya.
Kasus ini langsung menjadi sorotan. Pemerintah daerah diminta bergerak cepat untuk memastikan penyebab, sekaligus memperketat pengawasan terhadap kualitas makanan yang dibagikan.

Salah satu siswa dari SMKN Palang yang diduga keracunan dilarikan ke IGD RSUD Koesma Tuban Rabu, 24 September 2025. Foto: Zidni Ilman
25 SPPG Tak Kantongi SLHS?
Kejadian demi kejadian tersebut membuka tabir persoalan lain yang lebih mendasar, yakni sertifikasi higienitas dapur SPPG.
Data Badan Gizi Nasional (BGN) per 1 Oktober 2025 mencatat, dari 10.012 SPPG di seluruh Indonesia, hanya 198 yang sudah memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Itu berarti, mayoritas dapur MBG masih belum memenuhi standar kebersihan yang seharusnya menjadi syarat utama penyediaan makanan massal.
BACA: Kisah Juragan Beras Pemilik SPPG di Tuban, Klaim Pengalaman Katering dan Curiga Sabotase
Sampai 30 September 2025, sudah terlapor 198 SPPG yang secara resmi memenuhi standar higiene dan sanitasi, dibuktikan dengan kepemilikan SLHS. Jumlah ini tersebar di Wilayah I sebanyak 102 SPPG, Wilayah II 35 SPPG, dan Wilayah III 61 SPPG," kata Wakil Kepala BGN Nanik S Deyang dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 1 Oktober 2025.
Bagaimana dengan Tuban? Berdasarkan data pemerintah daerah, hingga 26 September 2025, ada 45 SPPG yang sudah ditetapkan dan 25 di antaranya sudah berjalan. Namun, Sekretaris Daerah Tuban Budi Wiyana belum bisa memastikan apakah semua sudah mengantongi sertifikat laik higiene.
BACA: Sempat Membaik, Dua Siswi SMKN Palang Tuban Keracunan MBG Kembali Dirawat
"Ketoke (kelihatannya belum punya SLHS semua). Kita kan tidak tahu pastinya. Kemarin saya sudah sampaikan ke kepala dapur saat evaluasi agar segera mengurus sertifikat ini di bulan Oktober," kata Budi, Kamis, 2 Oktober 2025.
Target di Tuban sebenarnya cukup ambisius. Dari total kebutuhan, ditargetkan ada 95–99 SPPG yang tersebar di seluruh kecamatan. Hingga saat ini masih ada tiga kecamatan yang belum memiliki SPPG, yakni Grabagan, Kenduruan, dan Senori.
Sementara itu, jumlah penerima manfaat MBG di Tuban mencapai 77.542 siswa, yang tersebar di 589 lembaga. Angka yang besar ini jelas membutuhkan sistem distribusi makanan yang bukan hanya cepat, tetapi juga higienis dan aman.
Budi menegaskan pentingnya pembenahan segera agar kasus seperti di Tambakboyo, Widang, maupun Palang tidak terulang.
"Kita sudah me-warning (mengingatkan), salah satunya sertifikat pelayanan higienis sehat itu harus dipenuhi. Semua persyaratan wajib dituntaskan supaya pelaksanaan berjalan dengan baik," katanya.
BACA: Polisi Selidiki Dugaan Keracunan MBG di Tuban, Sampel Makanan dan Muntahan Diperiksa
Selain soal higienitas makanan dan proses pemilihan bahan baku hingga pengolahan, Peraturan Presiden terkait MBG juga belum ada. Idealnya, aturan hukumnya dibuat dulu sebelum kegiatan dilaksanakan. Ketika rujukan hukum administrasinya belum ada, maka sanksi administrasi tidak bisa diterapkan.
Pagu dana MBG yang mencapai Rp71 triliun di 2025 dan melonjak 371,83 persen menjadi Rp335 triliun tahun 2026 bisa jadi “bancakan” pihak-pihak yang berkepentingan, namun tak kompeten di bidang kuliner dan pengolahan makanan.
Bisa jadi mereka membuat lembaga sosial dadakan untuk memanfaatkan “proyek MBG” dengan merekrut sekian sumber daya manusia yang belum tentu kompeten di bidang pengolahan makanan.
BACA: Dugaan Keracunan MBG di Tuban, Wakil Ketua DPRD Warning SPPG
Meskipun sudah ada syarat dan petunjuk teknis serta petunjuk pelaksanaan pembentukan SPPG, namun kasus keracunan akibat basinya menu MBG cukup benyak terjadi se-Indonesia. Menurut data Badan Gizi Nasional (BGN) hingga September 2025 sudah lebih dari 6.000 kasus keracunan menu MBG.
Informasi kepemilikan SPPG terkait dengan pensiunan aparatur negara hingga jejaring konstituen parpol juga sering jadi obrolan di warung kopi, termasuk di Tuban. Menanggapi kabar ini, Sekretaris Daerah Tuban Budi Wiyana enggan menjawab.
Memang tak ada larangan, siapapun atau lembaga apapun bisa mengusulkan jadi SPPG, termasuk organisasi sosial keagamaan dan kemasyarakatan, asal dengan seleksi ketat dan memang profesional dan kompeten.