Reporter
Nd. NugrohoMinggu, 19 Desember 2021 - 18:00
JATIMNET.COM, Madiun – Jari telunjuk tangan kanan Isti Komah tampak sibuk di atas kalkulator, pagi itu. Ia sedang menghitung biaya produksi pembuatan kue ketika harga bahan baku melonjak. Komoditas gula pasir, misalnya, menjadi Rp12.500 per kilogram pada pertengahan Desember 2021. Padahal, pada akhir November hingga awal Desember masih Rp10.000 hingga Rp11.500 per kilogram.
Kenaikan harga gula berdampak pada meningkatnya pengeluaran produsen kue UMKM kelas rumahan ini. Apalagi, bahan lain seperti telur, minyak goreng, dan tepung terigu juga terkerek. “Resep harus diubah, tapi rasa tetap enak,” ujar warga Desa/Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun ini, Sabtu, 18 Desember 2021.
Otak-atik resep kue brownies akhirnya dijalankan. Takaran minyak goreng untuk dalam setiap adonan dikurangi karena harganya paling melambung di antara bahan yang lain. Hasilnya, kelegitan dari penganan ini sedikit berkurang. “Tetapi rasanya lebih ringan dan tetap tidak seret ketika dimakan,” ujar perempuan berusia 37 tahun ini.
Dalam mengolah kue, Isti Komah mengandalkan gula untuk memberi rasa manis. Ia tidak ‘main’ pemanis buatan karena justru dinilai membuat kue menjadi pahit. Ia juga tidak mau produknya ditinggalkan pelanggan yang sudah tersebar di wilayah Madiun, Ngawi, dan Nganjuk.
BACA JUGA: UMKM Ikan Kerapu dan Gula Merah Asal Bawean Gresik Tembus Ekspor Mancanegara
Maka, pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota Madiun Dirga Juanara menilai ketika wacana pengenaan cukai terhadap gula dan minuman berpemanis dalam kemasan direalisasikan, maka belum tentu menurunkan konsumsi warga terhadap komoditas itu.
Isu tentang pengenaan cukai pada gula dan minuman berpemanis bergema sejak beberapa waktu terakhir. Ini setelah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat penjelasan tentang ekstensifikasi barang kena cukai berupa kantong plastik dengan Komisi XI DPR RI pada Rabu, 19 Februari 2020.
“Mungkin tidak bisa dipastikan dengan dikenakannya cukai terhadap gula, maka konsumsi akan menurun. Yang terdampak justru bagi pelaku usaha gula,” ujar Dirga.
Dalam jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara, dan Kebijakan Publik dengan judul kajian pengenaan cukai terhadap gula menyebutkan bahwa dalam jangka lama masyarakat tetap mengonsumsi gula. Ini meski harganya semakin tinggi. Sebab, gula menjadi salah satu kebutuhan pokok.
Seorang pengusaha sembako di Kota Madiun, Dani Pradana, mengungkapkan wacana pengenaan cukai terhadap gula akan berdampak pada usahanya. Ketika harga komoditas berasa manis itu mengalami fluktuasi, seperti yang selama ini terjadi, juga berimbas pada penjualan.
“Kenaikan harga sembako Rp200 sampai Rp300 saja sudah goyang. Intinya pembeli sudah ngersula (mengeluh), apalagi jika ada cukainya,” kata pria yang juga anggota HIPMI Kota Madiun ini.
BACA JUGA: WHO Sebut Produk Makanan Bayi Mengandung Banyak Gula
Belum lagi, harga gula di pasaran tidak ada patokan khusus. Ia mencontohkan komoditas itu bisa ditebus dengan harga Rp12.500 per kilogram di salah satu grosir. Namun, di tempat lain justru lebih rendah, yakni Rp12.000 per kilogram. Kondisi ini dinilai adanya permainan penjualan di tingkat pedagang besar.
Gula memang menjadi salah satu produk yang sering menjadi polemik. Ini seperti munculnya isu impor dan rafinasi beberapa waktu lalu. Kini, komoditas itu diwacanakan akan dikenai cukai dengan alasan menambah pendapatan negara. Selain itu, dianggap sebagai barang yang membahayakan bagi kesehatan yang dapat memicu obesitas dan diabetes melitus.
Namun, Soelistyo Widyantono mengatakan bahwa gula maupun minuman berpemanis bukanlan satu-satunya komoditas yang dapat menyebabkan diabetes mellitus. “Bisa karena faktor genetika dan gaya hidup,” ujar pria yang menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun ini.
Gaya hidup yang dimaksud terutama dalam pemenuhan gula khususnya glukosa yang merupakan salah satu jenis karbohidrat. Apabila asupannya berlebih maupun kurang, maka akan menyebabkan penyakit gula darah. Kemudian, memicu diabetes melitus.
Diabetes bisa mengganggu proses metabolisme glukosa dan menimbulkan berbagai gejala. Ini seperti mudah lapar, sering buang air kecil, dan luka sulit sembuh. Jika kadar gula darah tidak terkontrol, maka diabetes bisa semakin parah.
Kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi seperti gagal ginjal, kerusakan jaringan akibat luka, penyakit jantung, dan retinopati (kerusakan mata).Untuk itu, Soelistyo mengingatkan untuk senantiasa memenuhi glukosa sesuai angka kebutuhan gizi harian.
BACA JUGA: Pemprov Jatim Minta Satgas Pangan dan KPPU Awasi Harga Gula
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta, Haryo Kuncoro, menyatakan wacana pengenaan cukai gula dan minuman berpemanis masih perlu dikaji lebih lanjut. Sebab, subyek yang menanggung pembayaran cukai belum secara jelas.
“Kalau saya petani dan menjual tebu, apakah saya harus bayar cukai. Apakah dari pabrik ke pengusaha makanan?, “ ujarnya dalam diskusi daring bertema Habis Manis Gula Dicaci yang diselenggarakan Aloha Institute, Sabtu, 4 Desember 2021.
Menurut dia, pengenaan cukai gula dan minuman berpemanis bukan solusi yang bisa ditempuh pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara. Apalagi, saat ini pandemi Covid-19 belum rampung yang berimbas pada keterpurukan ekonomi masyarakat.
Apabila tujuan dari rencana berlatar belakang kesehatan, maka perlu edukasi yang terus menerus agar masyarakat memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi gula sesuai kondisi fisik masing-masing.
“Cukai gula tampaknya bukan solusi pengendalian konsumsi, melainkan edukasi terhadap pola konsumsi individu,” tulis Haryo dalam opini berjudul ‘Perkara Cukai Minuman Berpemanis’ yang dimuat di investor.id, Senin, 8 Februari 2021.