Kamis, 12 September 2019 06:11 UTC
PENGEPUL: Tumpukan sampah milik warga di sekitar TPA Benowo, Surabaya. Foto: Dyah Ayu Pitaloka
JATIMNET.COM, Surabaya – Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dengan sistem gasifikasi di Benowo yang beroperasi sejak 2015, menjadi satu-satunya penghasil listrik di Jawa Timur yang bersumber pada sampah. Rencananya, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo milik Pemerintah Kota Surabaya akan menambah PLTSa thermal, yang akan beroperasi akhir tahun ini.
Namun, aktivis lingkungan mengingatkan adanya mekanisme dan laboratorium yang memadai untuk mencegah pencemaran akibat beroperasinya pembangkit listrik tenaga thermal itu.
Senior Manager General Affairs PLN Unit Induk Distribusi Jawa Timur, A Rasyid Naja, mengatakan jika TPA Benowo menjadi satu-satunya pemasok listrik dengan sumber tenaga dari sampah. “Sampai saat ini belum ada (yang lain),” katanya dihubungi lewat Whatsapp, Kamis 12 September 2019.
Dua mesin penghasil listrik dari gas metan di TPA Benowo menurutnya rata-rata mampu menghasilkan 795.514 kWh atau 795 megawatt per bulan. Sementara, kapasitas maksimal dua mesin itu mampu memproduksi 2 megawatt dalam kondisi normal.
BACA JUGA: Bagaimana Surabaya Mengubah Sampah Jadi Listrik?
Berikutnya, PLN juga akan membeli listrik yang dikelola melalui teknologi thermal. PT Sumber Organik (SO), pihak ketiga yang digandeng Pemerintah Kota Surabaya untuk mengelola sampah di TPA Benowo, menjanjikan akan menghasilkan 9 megawatt listrik.
PLN berencana menggunakan listrik itu untuk memasok kebutuhan di sebagian wilayah Surabaya dan Gresik. “(Untuk) sebagian Surabaya dan Gresik. Rata-rata per bulan (konsumsi listrik) Kota Surabaya 241.869,8 MWH,” katanya.
Hingga kini PLN memenuhi kebutuhan listrik Surabaya dari berbagai pembangkit listrik yang terhubung pada sistem interkoneksi Jawa-Bali. Sumber energinya pun beragam, mulai dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), tenaga gas dan uap (PLTGU), tenaga air (PLTA), dan tenaga gas (PLTG).
Sedangkan, pembangkit listrik tenaga thermal yang digagas oleh PT SO bekerja dengan membakar sampah untuk mendidihkan uap air dan menggerakkan turbin penghasil listrik.
BACA JUGA: Anggota DPRD Gresik Ngopi Bayar Pakai Sampah
Proses pembakaran mencapai suhu 1.000 derajat celsius itu menurut Daru Setyorini, Manajer Penelitian dan Pengembangan Program Ecoton, akan menghasilkan limbah berbahaya yang mampu mencemari lingkungan dan penduduk sekitar TPA.
Proses pembakaran terutama sampah plastik akan melepaskan gas dioksin dan furan. "Gas penyumbang pemanasan global yang lebih berbahaya dibanding hasil pembakaran energi fosil, dan tak bisa terurai sekali dilepaskan,” kata Daru.
PLTSa: Lokasi proyek PLTSa berteknologi thermal di TPA Benowo, Rabu 31 Juli 2019. Foto: Dyah Ayu Pitaloka
Dua jenis gas itu menjadi bagian dari limbah yang dihasilkan insenerator, dengan rata-rata limbah mencapai 30 persen dari dari volume sampah yang dibakar.
BACA JUGA: Kedai Ini Layani Pembelian Kopi dengan Sampah
PLTSa Benowo menurutnya harus memiliki laboratorium yang mampu memeriksa limbah buangan insenerator serta kadar gas dioksin dan furan yang dilepaskan melalui cerobong pembakaran setiap harinya.
“Setahu saya insenerator serupa ada di Belanda. Biaya dan teknologi membangun laboratorium itu tidak murah. Di Indonesia belum ada laboratorium berteknologi tersebut,” lanjut perempuan yang mengajar di Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Aditama Surabaya.
Kelengkapan itu seharusnya dipastikan tersedia lebih dahulu sebelum PLTSa bertenaga thermal beroperasi. “Jangan sampai seperti insenerator di Keputih dulu, berhenti beroperasi karena biayanya,” lanjut anggota Aliansi Zero Waste Indonesia itu.
Selain itu, ia juga menghawatirkan adanya bahan baku selain sampah yang digunakan untuk mendidihkan air, seperti batu bara. Sebab, karakter sampah di Surabaya dengan komposisi sekitar 70 persen sampah basah dan sisanya sampah kering akan menjadi kendala menjaga suhu pembakaran mencapai 1.000 derajat celsius.
BACA JUGA: Bank Sampah Mojokerto Mulai Terima Styrofoam
“Untuk menghasilkan listrik yang stabil dibutuhkan pembakaran yang stabil juga, kalau memakai bahan baku selain sampah maka sudah bukan energi terbarukan lagi. Meski (sampah) plastik sebenarnya juga bukan energi terbarukan karena berasal dari bahan bakar fosil,” imbuhnya.
Sebelumnya, Pemkot Surabaya bekerja sama dengan PT SO melalui skema Bangun Guna Serah (BOT) selama 20 tahun sejak tahun 2012, untuk mengelola sampah di TPA Benowo.
Selama kerja sama tersebut, PT SO menjanjikan dua jenis PLTSa. Yang pertama PLTSa berteknologi gasifikasi yang mengelola gas metan sampah untuk menghasilkan 2 megawatt listrik dan berjalan sejak 2015. Disusul PLTSa kedua bertenaga thermal yang direncanakan menghasilkan 9 megawatt listrik dan berjalan di akhir tahun ini.
