Senin, 09 September 2019 08:49 UTC
Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada wajib pajak pengusaha kuliner, khusunya pedagang kaki lima (PKL). Sebab, selama ini penerimaan pajak restoran belum tergarap secara maksimal.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Kota Surabaya Yusron Sumartono menuturkan, potensi pajak restoran dan PKL dinilai tinggi karena usahanya lebih ramai dibandingkan hotel.
Karenanya, pihaknya gencar turun ke lapangan untuk mendorong kesadaran wajib pajak kuliner. "Ini salah satu upaya agar mereka dengan kesadaran diri (membayar pajak restoran). Bagi yang belum segera mendaftarkan," kata Yusron saat dikonfirmasi melalui telepon, Senin 9 September 2019.
BACA JUGA: Realisasi Pajak Daerah Capai Rp 8,8 Trilliun
Beberapa usaha yang diberikan pemahaman kewajiban membayar pajak meliputi pengusaha rumah makan, cafetaria, kantin, warung, depot, pujasera atau food court, toko roti atau bakery, jasa boga, dan kegiatan usaha lain yang sejenis.
Yusron menyampaikan banyak pelaku usaha kuliner yang kaget dengan peraturan tersebut.
"Tapi kami mencoba memahamkan. Sebetulnya subjek pajak yang membayar, orang membeli makanan itu mestinya harga jualnya sudah termasuk pajak. Sehingga tidak boleh itu tidak dibayarkan. Karena itu uang titipan dari pembeli untuk 10 persennya diserahkan pada pemkot," jelasnya.
BACA JUGA: Pemprov Jatim Beri Keringanan Pajak Bagi Pengusaha
Menurut Yusron, selama ini banyak orang beranggapan bahwa pajak hanya menyasar pengusaha restoran besar saja. Padahal, belum tentu restoran besar memiliki omzet yang lebih besar juga daripada warung-warung. "Sekarang pengunjung warung bisa jauh lebih banyak melebihi pengunjung restoran," kata dia.
Hingga saat ini, sudah ada sekitar 1.000 lebih pelaku usaha kuliner yang mendapat nomor pokok wajib pajak. Khususnya warung-warung makan. Karena kalau restoran besar rata-rata sudah memiliki.
"Kami memang berupaya untuk mendata dulu karena yang omzetnya kecil-kecil perhitungan pajaknya berbeda," jelasnya.
BACA JUGA: Insentif Pajak untuk Industri Perlu Diperluas
Ia mengungkapkan, adapun target penerimaan pajak daerah tahun ini sebesar Rp 4 triliun. Dari total target tersebut, saat ini (Agustus 2019), BPKPD telah menerima sebesar Rp 2,8 triliun atau mencapai 70 persennya. Penerimaan pajak ini didominasi oleh PBB sebesar Rp 1,1 triliun dan BPHTB sebesar Rp 1,3 triliun. Sedangkan sisanya merata di semua sektor.
"Tetapi yang paling besar memang pajak restoran, sekitar Rp 500 miliar. Sampai saat ini, penerimaannya sudah mencapai 70 persen," imbuhnya.
Mengacu pada peraturan UU No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dijelaskan bahwa usaha yang memiliki penghasilan lebih dari Rp 15 juta per bulan dikenai pajak 10 persen. Pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 tahun 2011 tentang pajak daerah, pasal 10 ayat 5 menyebutkan, nilai penjualan minimal Rp 15 juta sebulan masuk kriteria obyek pajak.