Selasa, 16 March 2021 13:40 UTC
HAKIM PA. Hakim sekaligus Humas Pengadilan Agama (PA) Mojokerto Usman Ismail Kilihu saat dikonfirmasi di Kantor PA Mojokerto, Selasa, 16 Maret 2021. Foto: Karina Norhadini
JATIMNET.COM, Mojokerto – Pengadilan Agama (PA) Mojokerto angkat bicara terkait pembongkaran bangunan rumah harta bersama atau harta gono gini yang diperebutkan mantan pasangan suami istri di Dusun Tegalan, Desa/Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto pada Minggu, 14 Maret 2021.
PA setempat menyayangkan peristiwa yang bisa merugikan salah satu pihak tersebut. Sebab, dengan dikomunikasikan melalui PA diharapkan bisa dihasilkan keputusan yang bijak untuk kedua belah pihak.
Hakim sekaligus Humas PA Mojokerto Usman Ismail Kilihu menjelaskan sebaiknya persoalan pembagian harta gono gini setelah perceraian diselesaikan melalui instansi terkait.
Yakni, kasus perceraian yang terjadi pada umat Islam harus melalui PA, sedangkan untuk nonmuslim melalui Pengadilan Negeri (PN) agar memiliki landasan kekuatan hukum yang kuat. Sehingga tidak menimbulkan mudarat (kerugian) jangka panjang.
"Sebaiknya diajukan terlebih dahulu ke PA biar penyelesaiannya seperti apa," kata Usman, Selasa, 16 Maret 2021.
Minimnya pemahaman terkait penyelesaian harta gono gini di PA maupun PN dianggap menjadi faktor utama terjadinya kasus-kasus perselisihan perebutan harta bersama usai bercerai.
BACA JUGA: Sengketa Gono Gini, Rumah Dihancurkan dan Kerangka Rumah Dibagi Dua
Sehingga menimbulkan perebutan rumah, tanah, sampai penghancuran bangunan di sejumlah wilayah di Indonesia. Selain itu, mayoritas masyarakat beragama masih menjadikan dasar ucapan atau janji bersama yang dikeluarkan tidak boleh dipermasalahkan lagi.
Kendati, janji lisan tersebut ada kemungkinan pengingkaran ke depannya. Sebab faktor emosi, kondisi, dan lingkungan setiap orang tak bisa diprediksi.
"Ketika ada pertengkaran diungkit lagi, seperti ini. Jadi, yang bagus bisa diajukan ke PA agar pengadilan bisa menjatuhkan putusan atau penetapan bahwa harta ini telah dibagi persetujuan kedua belah pihak dan tentunya kekuatan hukum lebih kuat," katanya.
Dirinya tak menyalahkan adanya mediasi yang dilakukan melalui pihak desa setempat. Lantaran, asas utama yang dijunjung di tengah masyarakat adalah islah (perdamaian) atau musyawarah bersama.
Hanya saja, musyawarah bersama belum memiliki kekuatan hukum kuat layaknya putusan pengadilan atau notaris di hadapan negara.
"Bukan enggak punya hukum, saya tak berani mengatakan itu. Tapi kesadaran agamis ini tak cukup, kita melihat ada sejumlah kasus perebutan rumah, tanah, sampai menghancurkan. Intinya dikomunikasikan melalui jalur yang lebih tepat saat terjadinya proses perceraian," katanya.
Namun, PA tak bisa mengintervensi pihak yang bertikai untuk menyelesaikan permasalahan harta gono gini di luar pengadilan tersebut.
BACA JUGA: Alasan Mantan Istri Robohkan Rumah Harta Gono Gini di Mojokerto
Sebab, menurutnya, PA terikat asas yang melarang kesengajaan mencari-cari masalah yang terjadi di tengah masyarakat maupun menolak kasus perceraian, baik itu terkait mediasi atau pembagian harta gono gino dan hak asuh.
"Ketika di sini saya bertindak sebagai hakim, tapi kalau di tengah masyarakat saya enggak boleh membuat orang bertikai dipaksa mengadu ke PA. Jadi, saran saya kalau ada hal yang ada sangkut pautnya dengan hukum haruslah dikonsultasikan ke instansi terkait," katanya.
Ia menambahkan harta gono gini dasarnya merupakan milik bersama pasangan suami istri yang dihasilkan saat masih berumah tangga, seperti bangunan rumah, kendaraan, tanah, dan harta lainnya.
Sehingga, pembagiannya dilakukan secara rata walaupun salah satu pihak yang lebih banyak menghasilkan pada saat masih membangun biduk rumah tangga.
"Siapapun yang menghasilkan lebih banyak saat masih suami istri tidak menjadi acuan. Tetap dibagi bersama, semisal suami kerja, tapi istri yang mengurus rumah tangga. Begitupun sebaliknya, tetap dibagi rata," katanya.
Berbeda dengan harta bawaan dari masing-masing pihak, semisal suami membawa harta warisan yakni sebidang tanah atau bangunan rumah. Maka itu tak termasuk harta gono gini dan tak bisa dibagi rata.
Diperlukan adanya perjanjian sebelum nikah antara kedua belah pihak, sehingga dilakukan pendataan harta bawaan masing-masing. Ini bisa meminimalisir pertikaian setelah perceraian.
"Makanya, saat ini banyak pasangan yang melakukan perjanjian pranikah. Supaya tidak menimbulkan permasalahan ke depan, sebab menjaga-jaga adanya kemudaratan untuk keturunan atau keluarga," katanya.
BACA JUGA: Gugat Cerai oleh Suami Meningkat selama 2020
Sementara itu, Kapolsek Trowulan Kompol Subiyanto tak menampik pihaknya tidak dikonfirmasi pihak desa saat dilakukan eksekusi perobohan rumah milik bersama saat masih menjadi pasutri oleh Ainun Jariyah, 44 tahun, mantan istri Kasnan, 50 tahun.
"Memang belum koordinasi sama aparat, tapi kedua belah pihak sudah menyetujui dilakukan pembongkaran," ucapnya.
Ia mengatakan bangunan yang berukuran 5x8 meter dibangun keduanya di lahan milik almarhum orangtua Kasnan kini sudah rata dengan tanah. Selanjutnya, telah dilakukan pembersihan lokasi dan pembagian sisa-sisa bangunan.
"Terkait harta gono gini sudah sepakat dibagi dua. Saya kira enggak ada masalah, tadi itu semuanya hanya dapat kayu beberapa gawang (kusen kayu) aja. Sedangkan usuk (kayu rangka atap) sudah rusak semua," katanya.
Kendati kedua belah pihak sudah melakukan perdamaian saat ini, ia menyayangkan peristiwa pembagian harta gono gini yang seharusnya sudah bisa diselesaikan sejak 20 tahun lalu di Pengadilan Agama setelah resmi bercerai.
"Mungkin ada hikmah di balik itu, sehingga tadi dibagi dan dilaksanakan ukur tanah. Sekalian semua untuk keluarganya (Kasnan), biar jelas dapat warisan dari orang tuanya. Jadi bisa dibangunkan bedah rumah dibantu warga," katanya.