Logo

Alasan Mantan Istri Robohkan Rumah Harta Gono Gini di Mojokerto

Sewa 10 Orang, Rogoh Kocek Rp5 Juta
Reporter:,Editor:

Senin, 15 March 2021 08:20 UTC

Alasan Mantan Istri Robohkan Rumah Harta Gono Gini di Mojokerto

TINGGAL PUING. Puing batu bata dan semen dari rumah yang jadi harta gono gini setelah dirobohkan di Dusun Tegalan, Desa/Kec. Trowulan, Mojokerto, Senin, 15 Maret 2021. Foto: Karina Norhadini

JATIMNET.COM, Mojokerto - Ainun Jariyah, 40 tahun, nekat merobohkan rumah yang dihuni mantan suaminya, Kasnan, 50 tahun, karena dendam. Wanita yang sehari-hari bekerja menjahit ini rela merogoh kocek Rp5 juta untuk merobohkan bangunan berukuran 5 x 8 meter di Dusun Tegalan, Desa/Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto itu.

Rumah yang dibangun di atas lahan warisan dari almarhum ibu kandung Kasnan ini tampak tinggal puing-puing batu bata dan semen yang hampir rata dengan tanah. Hanya tersisa kusen pintu, jendela, dan pondasi batu bata bekas rumah lama peninggalan orangtua mantan suami.

"Awalnya gono gini memang, dulu kesepakatan untuk saya. Tapi ditinggalin sama ayah dan istrinya yang baru," kata AM, putri semata wayang pasangan yang sudah berpisah sejak tahun 2003 lalu saat ditemui di Balai Desa Trowulan, Senin, 15 Maret 2021.

AM yang juga bekerja sebagai tenaga pendidik ini menjelaskan alasan ibunya nekat menyewa sepuluh orang untuk meruntuhkan bangunan yang pernah menjadi tempat tinggal dirinya dan ibunya itu. Lantaran sudah pernah ada komunikasi terkait kompensasi Rp30 juta hingga ke mediasi di balai desa agar tak terjadi pertikaian.

Namun, rentan waktu yang diberikan pihaknya selama lima tahun lalu tak juga disanggupi sang ayah, Kusnan.

BACA JUGA: Sengketa Gono Gini, Rumah Dihancurkan dan Kerangka Rumah Dibagi Dua

"Itu Bapak saya enggak mau, alasannya enggak sanggup bayar Rp30 juta, enggak punya uang. Padahal sudah dikasih waktu lima tahun sama Ibu," katanya.

Dirinya berkilah pembongkaran bangunan yang didiami ayah dan istri barunya bersama dua orang anak itu tanpa ada komunikasi kedua belah pihak. Bahkan pihaknya sudah berusaha menurunkan kompensasi menjadi Rp20 juta sampai Rp10 juta, namun tetap tak bisa dipenuhi ayahnya.

Hasilnya, terjadilah kesepakatan antara kedua belah pihak di atas selembar surat yang ditandatangani dengan persetujuan Kepala Desa Trowulan Zainul Anwar pada 10 Maret 2021.

"Terus kalau dulu enggak ada bangunan, ya sekarang mintanya ya enggak ada bangunan lagi. Diruntuhkan rata. Itu kesepakatan bersama antara Ibu sama Ayah," katanya.

Ia menyebut memang keberadaan tanah bukan milik kedua orantuanya tapi milik almarhum neneknya atau ibu kandung dari ayahnya yang masih belum dibagi. Hanya saja, saat dilakukan perhitungan bangunan sebesar Rp60 juta akan dibagi menjadi dua, yakni masing-masing Rp30 juta.

"Sudah berkali-kali bilang ke Bapak, sampai ini rumah mau ditempati sama saya. Tapi tidak ada tindakan sama sekali, itu saya sudah komunikasi berkali-kali sejak sebelum menikah. Maunya setelah menikah punya rumah, jadi rencana saya tempati," katanya.

Saat dikonfirmasi, apakah dirinya tak merasa iba dengan kondisi ayahnya dan dua adik kandungnya dari istri ketiga ayahnya, AM mengaku kasihan. Namun dirinya tak bisa berbuat banyak lantaran sudah menjadi keputusan bersama.

BACA JUGA: Pandemi, Perceraian dan Pernikahan Anak Meningkat

"Kasihan sebenarnya, tapi kalau bangunan masih berdiri, saya juga bingung. Soalnya dari pihak Ibu juga enggak terima kalau masih ada bangunan," katanya.

Sementara itu, sang ibu, Ainun, mengaku perobohan rumah tersebut merupakan idenya karena geram. Menurutnya, rumah yang seharusnya menjadi kediaman anak kandungnya dengan Kasnan tak kunjung diberikan sejak lima tahun lalu.

Ia juga tak mengelak awalnya ingin mendapatkan kompensasi dari bangunan yang dibangun saat masih menjadi istri sah Kasnan.

"Saya udah enggak mau kompensasi, saya enggak terima soalnya dendam. Gawang-gawang (kusen kayu) juga saya enggak minta. Soalnya mangkel (marah) enggak karu-karuan loro ati (sakit hati) 20 tahun saya mendendam itu," katanya.