Kamis, 27 November 2025 10:04 UTC

Salah satu tersangka kasus korupsi kolam Pelabuhan Tanjung Perak tahun 2023–2024 saat akan memasuki mobil tahanan. Foto: Khaesar
JATIMNET.COM, Lamongan – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak resmi menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi pemeliharaan serta pengusahaan kolam Pelabuhan Tanjung Perak tahun 2023–2024. Kasus ini terkait kegiatan pengerukan (dredging) yang melibatkan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Persero Regional 3 dan PT Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS).
Kepala Kejari Tanjung Perak, Darwis Burhansyah, menyampaikan temuan tersebut dalam konferensi pers di Surabaya, Kamis, 27 November 2025. Ia menjelaskan bahwa penyidik menemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam pelaksanaan pengerukan yang dilakukan tanpa perjanjian konsesi dan tanpa surat penugasan resmi dari Kementerian Perhubungan.
“Setelah penyelidik memperoleh alat bukti yang cukup sesuai ketentuan Pasal 184 KUHAP dan dilakukan ekspose perkara, penyidik menetapkan enam tersangka,” ujar Darwis.
BACA: Kejati Jatim Tak Akan Ambil Alih Kasus Korupsi Pelindo Regional 3
Enam Pejabat Pelindo dan APBS Jadi Tersangka
Para tersangka berasal dari unsur manajemen Pelindo Regional 3 dan jajaran direksi PT APBS. Mereka adalah:
- AWB, Regional Head Pelindo Regional 3 (Oktober 2021–Februari 2024)
- HES, Division Head Teknik Pelindo Regional 3
- EHH, Senior Manager Pemeliharaan Fasilitas Pelabuhan Pelindo Regional 3
- M, Direktur Utama APBS (2020–2024)
- MYC, Direktur Komersial Operasi dan Teknik APBS (2021–2024)
- DYS, Manajer Operasi dan Teknik APBS (2020–2024)
Para tersangka saat kasus korupsi Pelindo Regional 3 saat akan menuju mobil tahanan. Foto: Khaesar
Keenamnya akan menjalani penahanan selama 20 hari, mulai 27 November hingga 16 Desember 2025, di Rutan Kelas I Surabaya dan Rutan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. “Penahanan dilakukan untuk memudahkan proses penyidikan lanjutan,” kata Darwis.
Modus Dugaan Korupsi
Dari hasil penyidikan, penyidik menemukan sejumlah praktik melawan hukum, antara lain:
- Melakukan pengerukan kolam tanpa perjanjian konsesi dan tanpa izin Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP)
- Menunjuk langsung PT APBS sebagai pelaksana meski tidak memiliki kapal dan tidak memenuhi kompetensi untuk pekerjaan pengerukan
- Melakukan markup Harga Perkiraan Sendiri (HPS) hingga sekitar Rp200 miliar tanpa menggunakan konsultan atau engineering estimate
- Mengalihkan pekerjaan kepada pihak ketiga (PT Rukindo dan PT SAI) tanpa dasar hukum
- Memanipulasi nilai anggaran dan proses pengadaan tanpa dokumen KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut)
BACA: Kejari Sita Rp70 Miliar dari Kasus Korupsi Kolam Pelabuhan Tanjung Perak
Kerugian negara masih dihitung auditor BPKP. Namun taksiran awal menunjukkan nilai kerugian mendekati nilai kontrak, yakni sekitar Rp196 miliar.
Darwis mengungkapkan bahwa Kejari telah menerima penitipan dana sebesar Rp70 miliar dari PT APBS melalui rekening penampungan kejaksaan. “Dana ini akan menjadi bagian dari pemulihan kerugian negara,” jelasnya.
Penyidikan Masih Berjalan
Hingga kini, Kejari Tanjung Perak telah memeriksa 50 saksi dan mengamankan 415 dokumen fisik serta tujuh dokumen elektronik sebagai alat bukti. Pemeriksaan melibatkan ahli hukum pidana, ahli keuangan negara, dan ahli konstruksi.
BACA: Kejati Jatim Mulai Bidik Tersangka Kasus Korupsi PT DABN
“Kami tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru. Pengembangan perkara dilakukan setelah proses audit dan pemeriksaan lanjutan,” tegas Darwis.
Penyidik menjerat para tersangka dengan Pasal 2 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara.
Terkait nilai kerugian negara, Darwis menegaskan bahwa angka final akan diumumkan setelah audit BPKP selesai. “Perhitungan pasti akan dimuat dalam surat dakwaan. Namun merujuk nilai kontrak, potensi kerugian mencapai Rp196 miliar dikurangi Rp70 miliar yang telah dititipkan,” ujarnya.
