Bayu Pratama

Reporter

Bayu Pratama

Sabtu, 7 September 2019 - 07:13

JATIMNET.COM, Surabaya -  Kapal Motor Santika Nusantara terbakar pukul 20.45 WIB, Kamis. 22 Agustus 2019. Tak seperti yang sudah-sudah, KM Santika terbakar terjadi di Bulan Agustus, di puncak nalayan melaut. Sedangkan, sejumlah kecelakaan di Masalembu beberapa kali terjadi pada Januari.

Adalah Haerul Umam, dikenal sebagai Tokoh Pemuda Kepualuan Masalembu. Hampir setiap hari ia menyaksikan kapal lalu lalang melintasi Masalembu. 

Termasuk ketika KM Santika Nusantara terbakar yang kobaran apinya seolah menjadi lampu penerang di tengah gelapnya laut malam. “Saat itu, nelayan sangat jelas melihat nyala api dari kejauhan. Mereka kemudian mendekat dan saling menghubungi melalui telepon. Nelayan mencoba menyelamatkan penumpang, di antaranya berhasil dievakuasi ke kepulauan Masalembu,” jelas Haerul Umam, Rabu 4 September 2019.

BACA JUGA: Mengenal Masalembu, Punya Handphone Tapi Tak Ada Sinyal

Ia heran mengapa KM Nusantara terbakar ketika ombak tak begitu ganas. “Kalau kebakaran bukan karena ombak, karena saat ini puncaknya nelayan pergi melaut. Gelombang laut besar puncaknya Januari,” katanya.

Warga Masalembu menyebut ombak tinggi di perairan itu dengan istilah Musim Angin Barat. Nelayan tidak banyak melaut sejak November.

MASALEMBU. KM Sabuk Nusantara Bersandar di Pelabuhan Kepulauan Masalembu

Kapal terbakar dan tenggelam

Penelusuran Tim Riset Jatimnet mencatat setidaknya terdapat sejumlah kapal terbakar atau tenggelam sebelum KM Santika Nusantara. Beberapa kecelakaan terjadi di Januari.

Sebagai pengingat, kecelakaan kapal terjadi 28 tahun silam saat Tampomas II pada 27 Januari 1981 tenggelam di perairan Masalembu dengan membawa 400 penumpang. Berikutnya KM Senopati Nusantara 30 Desember 2006 dengan 347 penumpang, serta KM Teratai Prima, pada 11 Januari 2009, dengan membawa 250 penumpang.

Selain kapal penumpang, tingginya ombak perairan Masalembu menyebabkan sejumlah kapal bermuatan belasan penumpang tenggelam.

BACA JUGA: Awan Kelabu di Masalembu

Kapal Motor Lestari Abadi pada 27 Januari 2012, Karya Utama 2 pada 3 Januari 2015, Perahu Motor Pribadi 17 Oktober 2017.

Warga Masalembu yang terdiri dari Etnis Madura, Banjar, dan Bugis juga punya tradisi bersahabat dengan laut. Mensyukuri pemberian laut dengan memberikan sebagian hasil bumi kepada laut. 

“Tiap tahun biasanya ngadain rokat atau petik laut yang kadang dilakukan April hingga Juni, setelah musim angin barat," jelasnya.

Penyebab gelombang tinggi.

Tingginya gelombang laut di perairan Masalembu mendapat penjelasan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). 

BACA JUGA: Ini Jumlah Kapal Tenggelam di Masalembu

Sepanjang Agustus hingga September perairan utara Jawa diterpa angin muson yang berembus dari Australia menuju Filipina. Sementara untuk arah arus laut di perairan Masalembu, terbelah menuju dua pulau yakni menuju barat melintasi Laut Jawa dan ke arah utara menuju Selat Makassar.

“Pada saat kejadian (terbakarnya KM Santika Nusantara) ketinggian gelombang antara dua sampai empat meter, dan cuacanya cerah, kapal besar sebenarnya tidak berpengaruh,” ungkap Kepala Seksi Observasi dan Informasi BMKG Tanjung Perak, Sutarno, seperti dilansir Jatimnet, Senin, 26 Agustus 2019.

Sedangkan gelombang tinggi pada November hingga Januari terjadi karena masa pancaroba dari angin timuran ke baratan. Pada Januari, berembus monsun baratan yang memberikan energi lebih pada gelombang di Laut Jawa.  

SORE: Suasana Pelabuhan Masalembu di Sore Hari, tempat nelayan dan kapal bersandar

“Masalembu memiliki karakteristik tersendiri di musim angin baratan bukan hanya dipengaruhi dari Barat gelombang dan arusnya, tapi juga gelombang dan arus yang datang dari Utara (laut sulawesi)," imbuhnya.

Kapal berlalu lalang di perairan Masalembu. Ada tiga jurusan kapal menuju Kepulauan Masalembu, yakni Sabuk Nusantara 115, Sabuk Nusantara 99, dan Dharma Kartika III. 

Ketiga kapal tersebut ada yang berangkat dari Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Kalianget, Sumenep, dan dari Banjarmasin, Kalimantan.

BACA JUGA: Penyebab Kebakaran Kapal, Kemenhub Duga Santika Nusantara Kelebihan Penumpang

Seringnya kapal berlayar menuju pelabuhan di Banjarmasin, Sampit, Kumai di Kalimantan, Makasar, dan Palu di Sulawesi, serta tidak jarang menuju Maluku dan Papua. 

“Kalau sudah di laut, jalur sudah bebas, tergantung Nakhoda yang berkomunikasi dengan Syahbandar, punya alat komunikasi sendiri dan bebas menentukan jalur dan arah, bisa melalui jalur barat Masalembu, atau Jalur Timur,” ungkap Operator Pelabuhan Tanjung Perak Subroto, ditemui di pintu masuk Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Rabu 4 September 2019.

Baca Juga

loading...