Jumat, 22 February 2019 05:50 UTC
Ilustrasi
JATIMNET.COM, Surabaya – Sejumlah jurnalis menjadi korban kekerasan, intimidasi, dan persekusi dari massa yang menggunakan atribut Front Pembela Islam (FPI) saat meliput Munajat 212 di kawasan Monas Jakarta Kamis 21 Februari 2019 petang.
Jurnalis dari Detikcom melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya ke Polres Jakarta Pusat dan melakukan visum.
Koordinator Liputan CNN Indonesia TV, Joni Aswira yang berada di lokasi menjelaskan kejadian tersebut.
BACA JUGA: Dua Jurnalis di Sultra Dipidanakan Karena Berita
Pada Kamis malam belasan jurnalis dari berbagai media berkumpul di sekitar pintu masuk VIP, dekat panggung acara. Mereka menanti sejumlah narasumber yang datang untuk diwawancarai.
Sekitar pukul 21.00 WIB, ditengah kegiatan Salawatan terjadi keributan. Massa terlihat mengamankan orang. Saat itu, beredar kabar ada copet tertangkap.
Para jurnalis yang berada di sekitar pintu masuk segera mendekati lokasi kejadian. Beberapa di antaranya merekam.
Massa yang mengerubungi semakin membesar dan tak terkendali. Beberapa orang membentak dan memaksa jurnalis menghapus gambar kericuhan yang sempat terekam.
BACA JUGA: Oknum Jurnalis Peras ASN Puluhan Juta
Saat sedang menghapus gambar, Joni Aswira dari CNN mendengar ucapan bernada intimidasi dari arah massa. “Kalian dari media mana? Dibayar berapa?, Kalau rekam yang bagus-bagus aja, yang jelek enggak usah!” kata Joni mengingat perlakuan massa kepada kamerawan CNN Indonesia TV.
Jurnalis dari Suara.com kehilangan ponselnya ketika berupaya melerai kekerasan dan intimidasi itu.
Sedangkan jurnalis dari Detikcom mengalami tindak kekerasan. Dia dipiting oleh seseorang yang ingin menghapus gambar ketika merekam suasana. Namun, dia tak mau menyerahkan ponselnya.
BACA JUGA: Ahli Dewan Pers Hadir Di Sidang Penganiayaan Jurnalis Bangkalan
Massa kemudian menggiring wartawan Detikcom ke dalam tenda VIP sendirian. Meski telah mengaku sebagai wartawan, mereka tetap tak peduli.
Di dalam tenda jurnalis Detikcom dipukul dan dicakar, selain dipaksa jongkok di tengah kepungan belasan orang.
Massa pun berhasil merebut ponsel jurnalis Detikcom. Semua foto dan video di ponsel tersebut dihapus. Bahkan aplikasi WhatsApp pun dihapus, diduga agar pemilik tak bisa berkomunikasi dengan orang lain.
Usai kejadian itu, korban langsung melapor ke Polres Jakarta Pusat dan melakukan visum.
Jurnalis CNN Indonesia.com yang meliput di lokasi kejadian ikut menjadi saksi kekerasan tersebut.
BACA JUGA: Buruk Pemerintah Jurnalis Dipenjara
Tindakan kekerasan dan intimidasi kepada jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya menuai kecaman dari serikat jurnalis di Jakarta.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengutuk aksi kekerasan dan intimidasi oleh massa FPI terhadap jurnalis yang sedang liputan.
“Kami menilai tindakan laskar FPI menghapus rekaman video maupun foto dari kamera jurnalis CNN Indonesia TV dan Detikcom adalah perbuatan melawan hukum. Mereka telah menghalang-halangi kerja jurnalis untuk memenuhi hak publik dalam memperoleh informasi” tulis pernyataan dalam siaran pers yang diterima Jatimnet.com Jumat 22 Februari 2019.
BACA JUGA: Jurnalis Filipina Dibebaskan, Penangkapannya Tuai Kecaman
AJI Jakarta menyebut tindakan laskar FPI melanggar Pasal 8 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta pasal pidana yang merujuk pada KUHP, dan Pasal 18 UU Pers.
AJI mendesak aparat kepolisian untuk mengusut dan menangkap pelaku kekerasan dalam peristiwa Munajat 212 sekaligus mengusut tuntas beragam kasus kekerasan pada jurnalis yang belum tuntas hingga di meja pengadilan.
AJI juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan intimidasi, persekusi dan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang meliput.
BACA JUGA: Jurnalis Perempuan Filipina Maria Ressa Ditangkap Pemerintahan Duterte
Sebelumnya, kasus intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan massa FPI tidak hanya terjadi kali ini saja. Sebelumnya massa FPI pernah melakukan pemukulan terhadap jurnalis Tirto.id Reja Hidayat di Markas FPI, Petamburan, Jakarta Pusat, pada Rabu, 30 November 2016 lalu.
