Logo

Gagal Panen, Petani di Lamongan Terima Asuransi

Reporter:

Jumat, 13 September 2019 06:34 UTC

Gagal Panen, Petani di Lamongan Terima Asuransi

Ilustrasi petani sedang memanen padi. Foto:dok

JATIMNET.COM, Surabaya – Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) menyerahkan klaim gagal panen kepada petani di Desa Truni, Kecamatan Babat, Lamongan, Jawa Timur, untuk musim tanan April hingga September 2019. Klaim diterima secara simbolik oleh Bupati Lamongan, Fadeli.

Luas lahan pertanian yang diasuransikan melalui program ini mencapai 34 ribu hektare. Klaim tersebut dibayarkan setelah melalui survei kerusakan yang dilakukan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) selaku pelaksana program. 

"Biasanya petani hanya pada musim tertentu mengasuransikan lahan pertaniannya, misalnya jika dirasa akan terjadi banjir atau serangan hama," ujar Fadeli, di Lamongan, Kamis, 13 September 2019. 

Ia menambahkan, pihaknya menyambut positif semakin banyak lahan pertanian di Lamongan yang diasuransikan. Menurutnya, ini sebagai bagian dari prinsip petani modern, untuk mengantisipasi risiko gagalnya pertanian karena bencana alam atau serangan hama.

BACA JUGA: Gresik Kembangkan 18 Hektare Lahan Tembakau Petani

"Ini bisa membentengi petani untuk berutang kepada tengkulak jika mereka mengalami gagal panen," katanya.

Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Lamongan, Aris Setiadi mengungkapkan, bukti klaim yang dibayarkan di musim tanam itu mencapai Rp 95 juta. Di musim tanam pertama dan kedua 2018, lahan pertanian yang diasuransikan mencapai 136.103 hektare.

Sementara itu, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy menambahkan, AUTP dirasa penting bagi petani, utamanya menghadapi musim kering seperti saat ini. Jadi sayang sekali jika petani tidak ikut asuransi ini.

"Preminya murah, karena dapat subsidi dari pemerintah. Hanya Rp 36 ribu per hektare, dari aslinya Rp 180 ribu. Sayang sekali kalau petani tidak ikut, karena jika mereka gagal panen, kan ada uang yang akan cair sebesar Rp 6 juta per hektare. Ini sangat membantu petani," ujarnya.

BACA JUGA: Harga Anjlok, Petani Blitar Biarkan Tomat Mengering di Sawah

Mendapati banyak petani Lamongan yang belum banyak ikut AUTP, Sarwo minta Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lamongan untuk rajin mensosialisasikan AUTP kepada para petani.

"Tolong AUTP ini terus disosialisasikan kepada petani di sini, karena sangat bermanfaat buat petani," kata Sarwo.

Terkait musim kemarau, selain program AUTP, Kementan melalui Ditjen PSP telah melakukan berbagai usaha dalam mengatasi kekeringan. 

Upaya penanggulangan gagal panen akibat bencana kekeringan ini sebenarnya sudah dilakukan, seperti menginformasikan kepada para petani terkait iklim berdasar pantauan BMKG, memberikan rekomendasi budidaya tanaman dan menyarankan penggunaan varietas toleran kekeringan.

BACA JUGA: Kemarau Panjang Berkah Petani Tembakau Blitar

Selain itu, pemerintah juga minta petani mengikuti pola tanam yang telah ditetapkan, termasuk minta mereka untuk menggunakan pupuk organik, yang akan meningkatkan daya ikat air dalam tanah.

Sarwo menambahkan, untuk mencegah semakin luasnya lahan pertanian yang terkena kekeringan dan puso, pemerintah telah berkoordinasi dengan berbagai pihak, dari mulai pemerintah daerah dan TNI untuk memetakan kebutuhan alat dan mesin pertanian (alsintan) dan pemanfaatan sumber air yang harus dibangun.

"Sekarang kami sudah banyak membangun sumber air, baik sumur dangkal, embung, dan damparit. Kami juga telah melakukan program pompanisasi, sehingga diharapkan kekeringan untuk tahun ini bisa teratasi," katanya.

Lahan pertanian yang dapat diklaimkan harus memiliki kerusakan minimal 75 persen. Kerusakan atau gagal panen biasanya terjadi karena hama tikus atau wereng, serta musibah banjir dan kekeringan.

BACA JUGA: Harga Bawang Merah Anjlok, Pemkab Mojokerto Rencanakan Bikin Harga Standar

Petani yang ingin mengasuransikan lahan pertaniannya bisa mendaftar pada Dinas TPHP dengan membayar Rp 36 ribu tiap musim tanam. Setelah premi dibayarkan, akan keluar polis yang berlaku selama satu musim tanam, yakni empat hingga enam bulan.

Premi yang dibayarkan ini menjadi sangat rendah karena mendapat subsidi dari pemerintah dari yang seharusnya Rp 180 ribu per hektare, sebesar 80 persennya ditanggung pemerintah.

Sementara harga pertanggungan yang akan diterima petani jika sawahnya mengalami 100 persen kerusakan adalah Rp 6 juta per hektare. Jika tidak terjadi kerusakan, maka premi senilai dua bungkus rokok tersebut hangus.

Sumber: Suara.com