Sabtu, 18 July 2020 04:00 UTC
BENGKEL GEBYOK. Agus Hernowo saat berada di bengkel gebyok miliknya di Desa Bicak, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Foto: Karin
JATIMNET.COM, Mojokerto - Belasan tahun menyukai koleksi barang-barang antik, membuat Agus Hernowo mengembangkan hobinya menjadi usaha unik. Yakni bengkel renovasi gebyok di Desa Bicak, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto sejak tahun 2010.
Pria berusia 54 tahun ini, mengaku, hobi mengoleksi barang antik bernilai sejarah atau ornamen lawas bernilai seni tersebut sejak tahun 2005 lalu. Tak ayal hobi antiknya tersebut membuat isi rumahnya semakin dipenuhi koleksi dari berbagai wilayah di Indonesia.
Diantaranya kereta, meja, kursi, almari, ranjang atau dipan, alu, lesung, hingga gebyok yang kesemuanya terbuat dari kayu jati berusian puluhan tahun. Bahkan ornamen-ornamen penghias ruangan khas jaman belanda seperti lampu gantung, gentong, kaca antik pun nampak berada di tiga tempat yang dijadikan penyimpanan atau galeri (art shop) sejumlah koleksinya.
Ketiganya didesain dalam bentuk rumah kuno yang unik dengan dominasi bahan kayu jati. Hingga akhirnya Agus Hernowo kecipratan berkah setelah puluhan koleksi-koleksi antiknya diminati banyak orang. Beberapa barang langka hasil kerajinan tangan tersebut bahkan terbuat dari tahun 1970-an.
BACA JUGA: Songkok Lukis Asal Gresik Tetap Laris di Tengah Pandemi Covid-19
"Tadinya saya hanya kolektor suka beli-beli barang kemana-mana. Akhirnyakan numpuk di rumah, karena banyak jadi berusaha mengurangi di jual-jual jadi bisa muter lagi uangnya," katanya, saat ditemui jatimnet.com, beberapa waktu lalu, Rabu 16 Juli 2020.
Tak sampai disitu, pria yang suka menggunakan topi koboi ini, saat itu memiliki keinginan bisnis lain yang mampu menambah nilai jual koleksi antiknya yang mengalami keusangan, bahkan kerusakan bisa mempunyai nilai jual tinggi salah satunya gebyok.
Inovasi tersebut pun menjadi pilihan dirinya untuk bisa menikmati seni dan keuntungan, nampak beberapa pekerja melakukan renovasi pada bagian-bagian gebyok yang mengalami kerusakan. Seperti rapuh pada bagian-bagian tertentu, ukiran-ukiran yang patah, hingga cat-cat yang memudar di bengkel renovasinya disalah satu art shopnya.
Menurut Agus, sejumlah barang antik itu rata-rata didapat dari pedesaan terpencil di wilayah Jawa Timur. Meliputi, Mojokerto, Madura, Gersik, Banyuwangi, Situbondo, dan beberapa daerah lainnya.
BACA JUGA: Mengenal Kampung Telur Asin di Eks Lokalisasi Dolly
"Gebyok sendiri ada yang kumisan, majapahitan, dan juga lamongan. Kebanyakan sudah dimakan usia rusaknya, biasanya karena menyentuh di tembok. Begitu juga ukiran-ukirannya," ucap Agus.
Hingga saat ini dirinya memiliki 25 gebyok yang berada dari gudang sampai ruang depan galeri yang dimilikinya di Desa Bicak. Salah satu gebyok model kumisan yang menggunakan bahan kayu jati utuh dengan lebar 32 meter dan tebal 8 centimer bahkan memiliki harga hingga ratusan juta, usai direnovasi.
"Harganya berkisar mulai dari Rp 30 juta hingga Rp 150 juta. Selain itu juga tergantung dari corak lukisan dan tahun peninggalan," ucapnya sembari menunjukkan gebyok yang paling tua diantara koleksinya.
Ia juga menambahkan, saat menentukan harga pada saat menjual gebok yang sudah direnovasi tersebut, berdasarkan rasa yang dimiliki kolektor."Usai reparasi harga jual itu relatif, penentuan harga berasal dari feeling atau rasa. Kalau kita rasanya mantep gitu, jualnya ya eman harga otomatis ditinggikan," jelasnya.
BACA JUGA: Kejujuran Empat Bocah Asal Blitar yang Menggemparkan Media Sosial
Peminat barang antik, utamanya gebyok tak hanya datang dari Mojokerto saja, namun juga hampir berasal dari kota-kota besar di Pulau Jawa, hingga luar negeri.”Pernah ada yang beli dari Jakarta dan Bali. Orang-orang dari luar negeri juga ada, seperti Prancis tapi kebanyakan tinggal di Bali mereka, yah di jual lagi sama mereka,” ungkapnya.
Dirinya pun merasa bangga dengan hobi mengkoleksi peninggalan barang-barang antik dari berbagai daerah di Indonesia. "Melakoni usaha seperti ini harus telaten, dan harus memiliki jiwa seni. Bangga memiliki produk Indonesia asli. Sebab, penjualannya tidak menentu, dan barangnya sudah langka," tutupnya.
Sementara itu, Ngataji (58) salah satu pekerja di bengkel renovasi gebyok milik Agus Herbivor mengatakan, sebelum direnovasi terlebih dahulu dilihat tingkat kerusakan gebyok tersebut. Usai mengetahui jenis kerusakan yang dimiliki getok barulah Ia dan rekan-rekannya melalukan perbaikan.
"Biasanya pada ukirannya, sempil dibagikan pinggir-pinggir getok. Kalau milih sih, lebih baik bikin baru daripada servis. Lebih sulit, apalagi kalau ukiran yang rusak, cuman ada kepuasan sendiri kalau berhasil renovasinya terus laku terjual," ungkap pria yang sudah 10 tahun menservice gebyok ini.