Logo

Besek Bambu Khas Papring Banyuwangi Laris Manis selama PPKM

Digunakan sebagai Wadah Makanan dan Souvenir Hajatan
Reporter:,Editor:

Sabtu, 21 August 2021 08:00 UTC

<em>Besek</em> Bambu Khas Papring Banyuwangi Laris Manis selama PPKM

PERAJIN BESEK. Perajin besek di Lingkungan Papring, Kelurahan/Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, menjemur bilah bambu sebelum dianyam, Sabtu, 21 Agustus 2021. Foto: Ahmad Suudi

JATIMNET.COM, Banyuwangi – Besek atau wadah dari anyaman bambu di Lingkungan Papring, Kelurahan Kalipuro, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi semakin laris dua bulan terakhir. Pesanan bertambah terutama dari penyelenggara hajatan di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Bulan Dzulhijjah atau bulan Haji dalam penanggalan Hijriah dianggap sebagai musim menikah karena jadi salah satu pilihan utama masyarakat Jawa menyelenggarakan hajatan. Sementara hajatan yang digelar di wilayah yang dikenakan PPKM level 3 dan 4 tidak boleh menyediakan makanan untuk disantap di tempat.

Besek menjadi salah satu pilihan wadah makanan ramah lingkungan yang
bisa langsung dibawa pulang oleh tamu hajatan. Pengusaha kerajinan anyaman bambu di Lingkungan Papring, Widie Nur Mahmudy, mengatakan penjualan besek yang diproduksinya naik 30 persen dalam dua bulan terakhir.

BACA JUGA: Jelang Imlek, Pesanan Lampion Bambu dari Banyuwangi Meningkat

"Sekarang ini sedang banyak-banyaknya pesanan karena trennya orang hajatan makanan untuk tamu langsung dibawa pulang karena PPKM," kata Widie, Sabtu, 21 Agustus 2021.

Saat ramai pesanan seperti ini dia mampu melayani hingga 3 ribu besek lengkap dengan tutupnya per bulan. Besek wadah makanan dihargai Rp2.500 per buah dengan tutupnya, besek kecil Rp2 ribu, dan tas anyaman bambu hingga Rp6 ribu untuk wadah souvenir.

Widie menyerahkan sepikul bambu batu kepada perajinnya, yakni 50 potong bambu masing-masing panjang sekitar 3 ruas. Perajin akan memotong dan membelah bambu itu dan nyirati atau membuat bilah tipis-tipis. Setelah itu bambu yang sudah dibilah tipis dijemur. Setelah itu bilah bambu yang siap pakai dianyam. Setelah dianyam jadi besek, proses selanjutnya disebut natasi dimana serat-serat bambu dipotong agar terlihat rapi dan halus.

BACA JUGA: DLH Ponorogo Imbau Gunakan Besek sebagai Pembungkus Daging Kurban

Dari sepikul bambu biasanya bisa diproduksi untuk 300 besek disertai tutupnya dengan upah sekitar Rp400 ribu untuk perajinnya. Namun  jumlah uang itu dipotong Rp75 ribu untuk membayar sepikul bambu dari penjualnya.

Sebagian warga lain biasa masuk hutan untuk memotong bambu dan menjualnya dengan harga Rp75 ribu per pikul. Lokasi Lingkungan Papring berbatasan dengan kawasan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Banyuwangi Utara yang menjadi tempat warga mencari bambu.

"Kalau hanya menganyam, perajin bisa menyelesaikan 100 besek per hari. Tapi prosesnya sejak nyirati, menjemur bilah bambu, menganyam, dan natasi," kata Widie.

Orang tua Widie dulunya merupakan pengusaha besek yang mampu menampung produks hasil seluruh perajin di Papring. Kini dia berupaya menghidupkan lagi usaha itu sembari berkampanye pengurangan penggunaan plastik.