Abaikan Kebutuhan Hidup, Buruh Tolak Kenaikan UMP Jatim 

Bayu Pratama

Reporter

Bayu Pratama

Kamis, 24 Oktober 2019 - 12:29

abaikan-kebutuhan-hidup-buruh-tolak-kenaikan-ump-jatim

BURUH. Aksi buruh di depan Gedung DPRD Jawa Timur, 2 Oktober 2019. Foto: Bayu Pratama

JATIMNET.COM, Surabaya - Sejumlah serikat buruh menolak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur 2020 sebesar 8,51 persen, Kamis 24 Oktober 2019. Penolakan lantaran UMP ditetapkan tanpa melibatkan kebutuhan hidup buruh.

Sekretaris DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, Jazuli mengatakan tidak sepakat dengan kenaikan itu, karena tidak sebanding dengan survey kebutuhan hidup layak yang diusulkan.

"Hasil survei kebutuhan hidup layak yang kami lakukan idealnya kenaikan antara 17 sampai dengan 20 persen," ungkap Jazuli, kepada Jatimnet.com.

BACA JUGA: Upah Minimum Provinsi Jatim 2020 Naik 8,51 Persen

Ia menilai, penetapan UMP yang mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 78 mengabaikan survey kebutuhan hidup layak dan menggunakan indikator berbeda.

Berdasarkan Surat Menteri Tenaga Kerja, penetapan UMP menyesuaikan dengan data tingkat inflasi nasional dan pertumbuhan produk domestik bruto.

"Dasar penetapan PP 78 tentang pengupahan kami tolak," tegasnya.

BACA JUGA: SPBI Unjuk Rasa Desak Disnaker Jatim Menindak Perusahaan Curang

Menurutnya survey kebutuhan hidup layak lebih relevan untuk digunakan sebab membandingkan kebutuhan buruh dengan kenaikan harga kebutuhan pokok, tarif dasar listrik, dan bahan bakar minyak.

"Disamping itu kenaikan secara flat /seragam tiap daerah menjadikan disparitas Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Timur semakin besar, hal ini akan memicu kesenjangan sosial" tegasnya. 

Menurut Jazuli, yang harus diperhatikan adalah disparitas upah yang terjadi di kabupaten/kota Jawa Timur. Termasuk pemberlakukan upah sektoral terhadap beberapa sektor pekerjaan.

BACA JUGA: Sebanyak 78 Perusahaan Ajukan Penangguhan Pembayaran UMK

"Upah sektoral harus tetap ada, karena ini sebagai penerapan upah minimum yang berkeadilan," tambahnya.

Sementara itu, perwakilan Serikat Pekerja Buruh Indonesia Jawa Timur, Moh. Chamim Affan menegaskan, pihaknya tidak sepakat dengan kenaikan upah menggunakan indikator inflasi dan PDRB berdasarkan PP 78 tentang pengupahan.

Berdasarkan salah satu pasal di PP 78 tentang Pengupahan, ruang perundingan untuk menetapkan upah tidak berlaku, akibatnya pemerintah hanya menetapkan kenaikan upah berdasarkan paramaternya sendiri.

BACA JUGA: Naik 8,03 Persen, Ini UMP Jatim 2019

"Jelas tidak sepakat, keputusan itu kan dari PP 78 yang tetap kami tolak sejak tahun 2015," tutupnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Timur, Himawan Estu Subagjo memastikan UMP naik sebesar 8,51 persen. Keputusan tersebut telah disetujui dewan pengupahan dan tinggal disahkan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, Rabu 23 Oktober 2019. 

Baca Juga