Logo

Tragedi Menjelang Hari Santri

Reporter:

Sabtu, 04 October 2025 22:00 UTC

Tragedi Menjelang Hari Santri

Grafis jumlah korban runtuhnya gedung Ponpes Al Khoziny. Grafis: Ishomuddin

JATIMNET.COM – Kumandang azan asar terdengar. Para santri bergegas mengambil air wudu dan beranjak ke musala di gedung baru yang sudah setahun lalu dibangun.

Mereka salat asar di lantai 1, sementara lantai atas masih tahap pengecoran, termasuk lantai 3, yang sedang dicor bagian atapnya. Gedung dengan rangka besi dan cor semen itu rencananya sampai lantai 4.

Tiba rakaat kedua, terdengar suara gemuruh. Jemaah santri berlarian menyelamatkan diri. Bangunan yang sudah mencapai tiga lantai itu runtuh seketika sampai ke lantai dasar.

Tim SAR mengibaratkan jenis keruntuhannya ibarat pancake atau kue berlapis. Lantai 3 hingga 1 nyaris bertumpuk jadi satu karena runtuh akibat struktur yang tidak kuat. 

BACA: Kisah Santri Ponpes Al Khoziny Dikira Tertimbun, Ternyata Berhasil Selamatkan Diri

Ada yang bisa selamat meski alami luka-luka. Namun, ada juga yang terjepit dan bertahan hingga ditemukan. Kabarnya masih puluhan yang belum bisa dijangkau tim SAR karena kondisi reruntuhan yang menumpuk. 

Musibah ini diceritakan beberapa santri Ponpes Al Khoziny, Desa/Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. ​​​

Musibah itu terjadi Senin sore, 29 September 2025, berselang seminggu setelah Menteri Agama Nasaruddin Umar melakukan peluncuran (ithlaq) tema Hari Santri Nasional 2025 di Pesantren Tebuireng, Jombang, Senin, 22 September 2025. Hari Santri Nasional diperingati setiap 22 Oktober. 

BACA: Tim SAR Temukan Korban Runtuhan Ponpes Al Khoziny di Area Wudu​

Hingga Minggu dini hari, 5 Oktober 2025, pukul 01.00 WIB, Basarnas mencatat jumlah korban mencapai 141 jiwa (mayoritas anak-anak) dengan rincian luka ringan 76 orang, luka berat 27 orang, meninggal dunia 36 orang, tanpa luka 1 orang, dan 1 bagian tubuh (body part). 

Diduga masih ada beberapa korban yang masih tertimbun reruntuhan berdasarkan jumlah orang tua santri yang melaporkan anak mereka belum ditemukan. 

Tragedi ini jadi hikmah bagi siapa saja atau lembaga apa saja yang membangun gedung bertingkat, termasuk pesantren atau sekolah sebagai lembaga pendidikan. 

BACA: Gedung Ponpes Al Khoziny yang Ambruk Baru Dicor, Ini Penjelasan Pengasuh

Pasrah pada ketentuan (takdir) Yang Maha Kuasa dan keyakinan keberkahan ulama itu pasti, namun juga diperlukan perhitungan teknis dalam membangun tempat tertentu sebagai sarana pendidikan dan beribadah.

Perhitungan tukang bangunan yang sudah berpengalaman bisa jadi tak cukup untuk membangun sebuah gedung bertingkat, butuh konsultan dan pelaksana teknis yang mengerti dan berpengalaman.

Di sinilah mungkin perlu peran pemerintah dalam memberikan bantuan konsultan dan pelaksana pekerjaan fisik pada pesantren, termasuk juga pada proyek bangunan yang bukan proyek pemerintah.

BACA: Menteri Agama: Konstruksi Bangunan termasuk Pesantren Harus Mengacu Standar Keselamatan

Pesantren kerap kali membangun secara swadaya melalui dana mandiri dari sumbangan orang tua santri, alumni, maupun lembaga tertentu nonpemerintah. Bahkan ada juga yang memperoleh dana dari donator di luar negeri, terutama Timur Tengah. 

Pemerintah melalui Kementerian Agama, Kementerian Pekerjaan Umum, dan dinas terkait di daerah perlu mengevaluasi kelayakan bangunan di pesantren dan sekolah yang ada di pesantren. 

Pesantren dengan dana besar mungkin akan lebih mudah membangun gedung yang layak, namun bagaimana dengan pesantren dengan dana terbatas atau pesantren-pesantren kecil di pelosok? 

BACA: Menteri Agama: Santri yang Wafat akan Menjemput Orang Tuanya di Surga

“Banyak pesantren yang membangun secara swadaya dan sederhana,” kata Menteri Agama Nasaruddin Umar saat mengunjungi Ponpes Al Khoziny, Selasa, 30 September 2025. 

Ya, pesantren itu kuat, sekuat para santri Al Khoziny yang bertahan hidup di balik reruntuhan. 

Tragedi atau musibah ini jadi hikmah bagi para pengelola pesantren dalam suasana menyambut Hari Santri Nasional yang akan diperingati 22 Oktober 2025 nanti. 

Orang tua yang anaknya wafat syahid tentu berduka. Namun, di balik kedukaan itu, para orang tua ini sudah punya “bekal" wildan (anak kecil yang meninggal) yang akan menjemput mereka di pintu surga.