Rabu, 10 December 2025 14:00 UTC

Data kebakaran gedung PT Terra Drone Indonesia di Cempaka Putih, Kemayoran, Jakarta Pusat. Grafis: Hamdan Muafi
JATIMNET.COM - Kebakaran gedung yang digunakan PT Terra Drone Indonesia di kawasan ruko nomor 160 A Blok A Jalan Letjen Suprapto Nomor 2-3, Cempaka Putih, Kemayoran, Jakarta Pusat, mengingatkan pemilik atau penyedia jasa properti (bangunan) maupun pelaku usaha atas teknis dan standar keamanan dan keselamatan gedung.
Kebakaran yang terjadi Selasa 9 Desember 2025 itu merenggut nyawa 22 orang karyawan di gedung setempat.
Tidak adanya akses jalur atau pintu darurat sebagai alternatif jalan keluar membuat para karyawan terjebak, meski sebagian berhasil menyelamatkan diri dengan cara yang berbahaya, yakni menggunakan tangga manual yang disambung-sambung dari ketinggian lebih dari 20 meter.
Gedung yang digunakan merupakan salah satu unit bangunan di kawasan ruko yang saling berhimpitan dan hanya ada satu akses pintu masuk dan keluar di lantai bawah.
Padahal jumlah karyawan yang berada di dalam gedung berlantai enam itu lebih dari 50 orang.
Akibatnya, ketika terjadi kebakaran di lantai bawah, maka asap akan memenuhi lantai di atasnya dan membuat penghuni tak bisa keluar melalui lantai bawah.
Seharusnya ada pintu darurat di belakang atau samping dari gedung setempat.
BACA: Tewaskan 22 Orang, Labfor Kumpulkan Bukti di Ruko Terra Drone yang Terbakar
Menurut pengamatan di lapangan, kondisi gedung terutama yang menempati kawasan pertokoan atau ruko yang padat di sejumlah kota besar tidak menyediakan pintu alternatif atau pintu darurat ketika terjadi bencana gempa atau kebakaran.
Bangunan di kawasan ruko yang saling berhimpitan memang dianggap hemat biaya dan ruang, namun risikonya bisa jadi tidak ada akses pintu darurat, selain akses pintu utama, jika di samping dan belakang gedung saling berhimpitan.
Kondisi tersebut ternyata banyak ditemui di sejumlah kawasan pertokoan ataupun ruko yang padat di sejumlah kota termasuk di Surabaya.
Kebakaran gedung Terra Drone di Jakarta Pusat jadi pelajaran besar dan mendesak para penyedia jasa sewa bangunan untuk memperbaiki atau membuat akses pintu darurat.
Pemerintah melalui instansi terkait harus tegas menindak gedung atau bangunan yang belum memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Aparat pemerintah tak boleh lemah dan kompromi dengan suap yang ditawarkan pemilik atau penyedia jasa sewa bangunan. Aparat pemerintah juga tak boleh memeras mereka.
Jika suap masih terjadi, maka dipastikan jumlah bangunan yang tidak memenuhi SLF akan tetap bisa beroperasi meski membahayakan pengguna atau penghuninya.
SLF merupakan sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah daerah atas permohonan dari developer terhadap bangunan bertingkat atau gedung yang telah selesai dibangun sesuai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan telah memenuhi persyaratan teknis berdasarkan pemeriksaan dari instansi terkait.
Jika IMB adalah izin atas kelaikan sebuah perencanaan bangunan gedung untuk dibangun, maka SLF adalah pernyataan atas kelaikan fungsi sebuah bangunan yang telah selesai dibangun.
BACA: Nama 10 Korban Tewas Kebakaran Gedung Terra Drone yang Teridentifikasi, Salah Satunya Hamil Anak Pertama
Laik fungsi diartikan sebagai kondisi bangunan gedung yang telah memenuhi syarat administratif dan teknis yang sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang ditetapkan. Jika SLF tidak ada, maka sebuah bangunan legal keberadannya, namun ilegal atas kegunaannya.
Berdasarkan Pasal 41 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Nomor 27/PRT/M/2018 diketahui bahwa sejatinya setiap bangunan gedung yang telah selesai dibangun harus memiliki SLF yang digunakan sebagai syarat agar bangunan gedung tersebut dapat dimanfaatkan.
Hal tersebut berlaku untuk bangunan gedung baru maupun yang sudah ada (existing). Kewenangan untuk menerbitkan maupun memperpanjang SLF ada pada pemerintah daerah.
Sementara itu, data jumlah bangunan di Indonesia yang memenuhi SLF tidak ditemukan di Portal Satu Data Indonesia.
Sedangkan dikutip dari beritajakarta.id, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (CKTRP) DKI Jakarta mencatat ada sekitar 3.287 Sertifikat Laik Fungsi (SLF) untuk gedung sejak tahun 2015-2020.
