Minggu, 21 February 2021 23:00 UTC
TAREKAT. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat memberi sambutan dalam Muskercab Matan NU Jember secara daring, Minggu malam, 21 Februari 2021. Foto: Faizin Adi
JATIMNET.COM, Jember – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menilai terjadi perubahan orientasi antara para pejabat di masa dahulu dengan saat ini. Motivasi meraih jabatan yang hanya untuk menumpuk kekayaan itu dinilai Ghufron berkontribusi pada suburnya korupsi di Indonesia.
“Dulu Syahrir dan Bung Hatta untuk beli sepatu atau baju saja masih harus menabung dulu. Coba bandingkan dengan menteri zaman sekarang. Saat ini, banyak orang orientasinya, semakin tinggi jabatan, dikiranya semakin tinggi keuntungan yang akan didapat,” tutur Ghufron melalui konferensi video saat memberi sambutan dalam Musyawarah Kerja Cabanga (Muskercab) I Pengurus Cabang Mahasiswa Ahlit Thoriqoh Al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (PC Matan) Jember, Minggu malam, 21 Februari 2021.
Ghufron juga menyinggung tuduhan radikal yang sempat diarahkan kepada KPK sebelumnya. Menurut Ghufron, isu radikal saat ini sudah tidak relevan karena semua pihak harus sama-sama berperan dalam upaya mencegah korupsi.
BACA JUGA: Diduga Terkait Korupsi, KPK Kembali Periksa Pejabat Pemkab Jember
“Musuh kita saat ini bukan lagi soal isu radikal atau garis keras. Itu masa lalu. Tantangan kita sekarang adalah mereka yang menjadikan harta dan duniawi sebagai orientasi hidup,” kata komisioner termuda KPK ini.
Menurutnya, untuk memerangi korupsi, KPK saat ini menerapkan tiga strategi. Yakni mulai dari penindakan, mendorong perbaikan sistem, dan pendidikan antikorupsi ke masyarakat.
“Kami tangkap iya, tapi itu tidak cukup membuat mereka takut. Kita juga membenahi sistem menjadi lebih terbuka agar siapa saja yang menjabat tidak bisa korup,” tutur Ghufron.
Namun, upaya penindakan dirasa tidak selalu bisa menimbulkan efek jera. Buktinya, beberapa kepala daerah di daerah yang sama secara beruntun terjerat operasi tangkap tangan KPK.
“Kalau Barcelona dan MU bisa bikin hattrick, kita di KPK juga sering begitu. Seperti Riau, Cimahi, dan Medan, sudah tiga kepala daerahnya terjaring OTT,” ujar mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (FH Unej) ini.
Perbaikan sistem disertai efek jera dari OTT juga tidak selalu efektif mencegah praktik korupsi. “Mereka selalu mencari celah walaupun ada ancaman hukuman mati. Apakah mereka tidak takuat? Ya hanya takut kalau ada aparat penegak hukum. Kalau tidak ada, ya pesta lagi,” kata Ghufron.
Karena itu, dua strategi tersebut perlu diimbangi dengan pendidikan antikorupsi. Dalam konteks ini, Ghufron menilai tarekat atau thoriqoh atau praktik sufisme yang dikembangkan Matan bisa menjadi alternatif pencegahan korupsi.
BACA JUGA: Komisioner KPK Terpilih Ajak Warga NU Lawan Korupsi
“Orang yang seperti itu (calon koruptor) adalah orang yang sakit hatinya. Dan penyakit hati ini harus disembuhkan dengan thoriqoh (tarekat). Karena itu, KPK berharap Matan bisa ikut mendidik anak-anak mahasiswa agar menjadi mahasiswa yang mengabdi kepada bangsa, setidaknya seperti para pendiri bangsa dulu,” tutur pria kelahiran Sampang ini.
Ghufron menyampaikan sambutannya dalam Muskercab pertama PC Matan Jember itu dari Jakarta dan terhubung dengan aplikasi konferensi video. Ghufron merupakan Ketua PC Matan Jember yang pertama sejak organisasi itu berdiri di Jember pada 2016. Setelah lolos seleksi sebagai komisioner KPK, Ghufron kemudian nonaktif dan digantikan saat ini.
Matan merupakan sayap kemahasiswaan dari Jam'iyyah Ahlith Thariqah al-Mu'tabarah an-Nahdliyyah (Jatman). Organisasi ini merupakan gerakan tarekat yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU).