Senin, 09 November 2020 10:40 UTC
RUMAH: Kondisi rumah yang tak layak huni di Dusun Kedawung Utara, Desa Bicak, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Senin, 9 November 2020. Foto : Karin
JATIMNET.COM, Mojokerto - Sutikah, warga Dusun Kedawung Utara, Desa Bicak, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, setahun lalu mendapatkan bantuan dana desa untuk melakukan renovasi rumahnya. Namun, tempat tinggalnya berupa bambu untuk menyangga atapnya dan anyaman bambu sebagai pengganti dinding tidak kunjung direnovasi.
Ternyata pemerintah desa setempat hanya memberikan bantuan berupa setengah truk pasir, 1.000 batu bata merah, dan sepuluh sak semen. Sedangkan untuk biaya pengerjaan perbaikan atau renovasi tidak ada. Akhirnya semua bantuan itu mangkrak, karena Sutikah yang tinggal bersama anak, menantu dan cucunya di rumah berukuran 5x13 tidak merenovasinya.
Seperti dituturkan Asfiyah (34), putri Sutikah, kalau rumah yang ditinggalinya bersama orang tuanya tidak kunjung diperbaiki memang kendala biaya pengerjaan renovasi. Sehingga bantuan dari pemerintah setempat akhirnya terbengkalai
Asfiyah pun sekarang was-was. Terlebih saat ini sudah memasuki musim hujan. Atap rumah kadang bocor, karena dinding bangunan bukan dari batu bata, melainkan hanya anyaman bambu. Bahkan, kadang genangan air sampai masuk ke dalam rumah.
BACA JUGA: Gunakan Dana Desa, Tiap Keluarga Terdampak Covid-19 Bisa Dapatkan Rp 600 Ribu Per Bulan
"Kondisi rumah ini semakin lama ya semakin rusak, dinding sama gentingnya itu, sudah bolong keropos kena air hujan. Kalau hujan banjir, airnya masuk ke dalam rumah, sampai ke dapur situ," jelas wanita yang sejak tahun 2009 menempati rumah tersebut
Ia juga mengungkapkan, kalau tidak mampu memperbaiki sendiri karena memang dengan kendala biaya. Kalau suaminya, Herman Abel (45) ini bekerja sebagai buruh serabutan. "Suami saya kerja serabutan. Bayarannya cuman 50 ribu sampai 70 ribu rupiah setiap harinya. Kalau dipakai buat biaya renovasi, sekeluarga tidak bisa makan," kata perempuan 34 tahun tersebut.
Dari segi perekonomian itulah yang menjadi alasan mendasar, Sutikah tidak memperbaiki tempat tinggalnya. Untuk kebutuhan sehari-hari saja masih kurang. Bahkan, keluarganya juga harus mengajukan PKH yang menjadi program pemerintah.
"Biaya sekolah anak juga dari bantuan PKH. Makanya kita melakukan renovasi rumah, nah wong buat makan saja susah, belum lagi buat kebutuhan lainnya iya seperti bayar hutang," Asfiyah menuturkan.
BACA JUGA: Khofifah Berharap Dana Desa Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi
Sementara, Kepala Dusun Kedawung Utara M. Zainuddin, tak menampik jika warganya memang hanya mendapatkan bantuan dari desa awal Tahun 2019 berupa material bedah rumah.
"Bantuan material dari dana desa (DD) tahun 2019. Desa menganggarkan rumah ini dari material semen, pasir, batu bata, namun dari keluarga sendiri belum bisa membangun karena terbentur anggaran," jelas Zai, pada jatimnnet.com.
Ia menyebut, satu keluarga tersebut bahkan sempat akan diberi bantuan untuk topeng rumah dari Koramil. Namun, warga bersangkutan menolak lantaran tak mampu dalam proses pembangunan secara mandiri.
"Akhirnya dari desa kami anggarkan tahun 2021 bantuan pembangunannya, karena untuk 2020 anggaran sudah kami fokuskan ke penanganan Covid-19," tandasnya.
BACA JUGA: Separuh Dana Desa Segera Tersalurkan Sebelum Tengah Tahun
Saat ditanya, kapan rencana pembangunan terlebih kondisi rumah yang sudah tak layak untuk dihuni tersebut, Zai menuturkan, pihaknya akan bermusyawarah kembali terkait waktu pembangunan.
Sebab, dirinya beralasan jika kemungkinan DD tak bisa sepenuhnya mengcover proses pembangunan satu rumah tersebut, maka masyarakat sekitar akan dikerahkan untuk saling membantu dalam proses pembangunan.
"Kami akan musyawarahkan dengan RT atau RW, dan juga keluarga tentang pembangunannya, karena gak mungkin secera keseluruhan desa semua. Mungkin akan kita minimalisir, dari keluarga dan warga kan bisa bantu tentang biaya tukangnya," pungkasnya.