Logo

Setara Institute: BNPT Belum Mampu Tekan Radikalisme di Kampus

Reporter:,Editor:

Sabtu, 22 June 2019 13:18 UTC

Setara Institute: BNPT Belum Mampu Tekan Radikalisme di Kampus

Ilustrasi kampus. Foto: Cole Keister/Unsplash.

ATIMNET.COM, Banyuwangi – Direktur Setara Institute Halili menilai langkah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan pendekatan strukturalnya masih belum mampu untuk menekan berkembangnya radikalisme di kampus.

“Pendekatan kultural juga harus dilakukan,” kata Halili, Sabtu 22 Juni 2019.

Ia menjelaskan, upaya pencegahan radikalisme oleh BNPT telah lama masuk ke kampus melalui struktur Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Berarti gerakan masih top-down, belum langsung menyentuh mahasiswa yang ternaungi di bawah kampus.

"BNPT memang tidak bisa sendirian. Tapi paling tidak, bisa dikatakan itu keinginan politik (BNPT) untuk merapikan apa yang ada di dalam kampus, memitigasi, dan melawan gerakan radikalisasi," katanya.

BACA JUGA: Setara Institute: HTI Bemimikri Jadi Gerakan Tarbiyah di Kampus

Menurutnya political will BNPT untuk memberantas gerakan radikalisasi di dalam kampus merupakan hal penting, namun butuh dukungan. Pasalnya, kebijakan politik untuk menggerus gerakan radikalisasi belum besar di sejumlah instansi pemerintahan lainnya.

Misalnya di dalam Kemenristekdikti dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang dianggapnya masih lemah dalam menghindari eksklusivitas kelompok yang bisa mengarah ke radikalisasi.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu), kata Halili lagi, menjadi contoh bagus bagaimana institusi tinggi negara melakukan 'bersih-bersih' diri dari radikalisasi.

Dari riset yang diterbitkan Setara Institute akhir Mei 2019, disebutkan 10 perguruan tinggi di Indonesia pada umumnya masih berkembang wacana dan gerakan keagamaan eksklusif di kalangan mahasiswa.

BACA JUGA: Menristek dan Pendidikan Tinggi Minta Masyarakat Waspadai Bahaya Radikalisme dan Terorisme

Tidak hanya satu, ada beberapa kelompok keagamaan eksklusif yang berkembang yaitu, gerakan salafi-wahabi, gerakan tarbiyah dan tahririyah.

Kelompok eksklusif keagamaan di kampus, kata Holili, cenderung intoleran dan berpeluang memunculkan pribadi-pribadi yang bisa bertransformasi menjadi teroris. Pada masing-masing perguruan tinggi, kata dia, harus dilakukan tiga tahap upaya pengurangan gerakan intoleransi dan radikalisasi.

Pertama, penyaringan pada tenaga-tenaga yang masuk, terutama pejabat struktural di posisi-posisi strategis. Kedua audit tematis pada sikap dan ideologi pejabat yang sudah ada di dalam kampus.

Terakhir melakukan upaya terstruktur yang bertujuan kontra pada narasi radikalisme dan gerakan radikal yang ada di kampus itu.

BACA JUGA: Belasan Ribu Konten Radikalisme dan Terorisme Diblokir

"Yang pertama harus dikontrol adalah elit fungsi dari kampus-kampus itu," kata Halili.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius sebelumnya memaparkan upaya 'humanis' pihaknya melakukan deradikalisasi dan kontra radikalisasi secara umum.

Hal itu disampaikannya dalam acara Leadership Forum ke 12 Bank Mandiri, di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Banyuwangi, Jumat 21 Juni 2019.

Dia mengaku telah bekerjasama dengan Kemenristekdikti dan para rektor agar mereka memiliki pemahaman yang moderat disertai langkah-langkah yang harus dilakukan. Dia juga mengundang pemerintah daerah dan masyarakat luas agar peduli dan menghindarkan lingkungan mereka dari paham radikal.

BACA JUGA: Kemenag Tangkal Infiltrasi Radikalisme dan Liberalisme di Dunia Pendidikan

"Contoh, waktu mahasiswa pertama kali masuk itu rawan. Nanti dia dapat mentor yang tidak moderat, itu diarahkan (ke arah radikal), tidak boleh lagi terjadi," kata Suhardi pada Jatimnet.

Paparannya pada segenap pimpinan Bank Mandiri di Banyuwangi, diharapkannya menjadi upaya kontra radikalisasi pihaknya, kepada lebih banyak pihak, baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun pemerintah daerah.

Kerjasama juga telah dilakukan dengan Kemendikbud hingga upaya kontra radikalisasi bisa berjalan dengan melibatkan guru, civitas akademika, mulai TK hingga mahasiswa. Dia mengaku berbagai kerjasama dengan Kemenristekdikti dan Kemendikbud sudah berjalan dengan baik.

"Mareka, mahasiswa-mahasiswa yang disebutkan tadi itu, (adalah) masa depan Indonesia," pungkas Suhardi.