Kamis, 26 November 2020 03:20 UTC
Ilustrasi Pendidikan. Ilustrator: Gilang
JATIMNET.COM, Jember – Ribuan anak di Jember saat ini terancam memiliki ijazah sekolah yang ilegal. Mereka adalah lulusan SD dan SMP di berbagai sekolah negeri, yang lulus sejak tiga tahun terakhir. Pangkal permasalahannya, ijazah mereka ditandatangani oleh Pelaksana Tugas (Plt) kepala sekolah.
Padahal, sesuai aturan yang berlaku, ijazah harus ditandatangani oleh kepala sekolah definitif. Hal itu terungkap dalam penyampaian pendapat yang dilakukan sejumlah guru honorer kepada DPRD Jember, pada Rabu 25 November 2020.
“Sebenarnya kami sudah suarakan ini sejak tahun 2018, tapi tidak ada tanggapan.ini berdampak pada legalitas ijazah anak didik kami. Mereka nanti bisa kesulitan saat akan mendaftar dalam tes CPNS atau TNI/Polri,”kata Ali Jamil, salah satu juru bicara para guru honorer yang mengadu ke DPRD Jember, saat dikonfirmasi Jatimnet.com pada Kamis 26 November 2020,
Aturan bahwa ijazah harus ditandatangani oleh kepala sekolah definitif, merujuk pada surat edaran dari Badan Nasional Sertifikasi Pendidikan (BNSP) No: 0081/SDR/BNSP/VII/2017. Hal itu diperkuat oleh Permendikbud nomer 6 Tahun 2018 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah, serta Persesjen nomer 5 Tahun 2020.
BACA JUGA: Derita Guru Honorer, Berutang hingga Meninggal Kecelakaan Berangkat Mengajar
Apabila tidak ada kepala sekolah definitif, maka Plt Kepala Sekolah harus memiliki SK Mandat khusus dari Diknas, yang menerangkan kewenangannya menandatangani ijazah. “Kami sudah konfirmasi ke kepala sekolah masing-masing, ternyata tidak ada SK mandat itu,” ujar Ali.
Ali memperkirakan, ada belasan ribu anak yang terancam ijazahnya bermasalah itu. Sebab, sebagian besar SD dan SMP negeri di bawah Pemkab Jember, selama tiga tahun terakhir tidak memiliki kepala sekolah definitif. “Setiap tahunnya ada 7.300 lulusan SD yang ijazahnya ditandatangani oleh Plt. Belum lagi yang SMP. Tinggal dikalikan selama tiga tahun,” ungkap Ali.
Atas masalah ini, para guru honorer berharap DPRD Jember bisa membantu penyelesaiannya dengan pemkab. Ali juga menegaskan, sikap guru honorer ini murni didasari kekhawatiran akan nasib masa depan anak didiknya kelak. Ia juga membantah, tuntutan guru honorer ini terkait dengan perhelatan Pilkada pada 9 Desember 2020 mendatang.
“Murni demi anak didik kami, tidak ada kaitannya dengan politik praktis. Kami demo juga banner saweran sendiri, tidak ada sama sekali donatur dari kelompok politik manapun,” tegas Ali yang mengajar di salah satu SD di pelosok desa ini.
BACA JUGA: Tingkatkan Kesejahteraan Guru Honorer, Pemerintah Ubah Kebijakan Dana BOS
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Jember, Itqon Syauqi berjanji akan mengklarifikasi ke BNSP. “Ini krusial sekali, terkait nasib anak-anak kita. Kalau misal nanti ijazah mereka ilegal, siapa yang mau bertanggung jawab. Semoga saja nanti BNSP bisa datang ke Jember,” tutur Itqon.
Dalam rapat tersebut, DPRD Jember juga mengundang Kepala Dinas Pendidikan Jember, Bambang Hariono. Namun Bambang mengaku belum bisa berbuat banyak karena baru beberapa hari menjabat. “Akan saya pelajari dulu,” tuturnya singkat.
Sementara, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jember juga membenarkan kekhawatiran akan legalitas ijazah ribuan anak di Jember. PGRI Jember mencatat, hampir 50 persen SD dan SMP negeri di bawah Pemkab Jember tidak memiliki kepala sekolah definitif. Masalah ini sebenarnya sudah lama disampaikan kepada bupati Faida, namun tidak digubris.
BACA JUGA: Dianggap Bukan Warga Jember, GTT Diberi Honor Tak Layak
“Ini keprihatinan kita sejak lama. Sudah berkali-kali kita sampaikan kepada Dinas Pendidikan. Bahwa seharusnya Plt Kepala Sekolah itu hanya sementara. Kalaupun harus tanda tangan ijazah, harus ada SK Mandat khusus,” papar Ketua PGRI Jember, Supriyono.
Semestinya, lanjut Supriyono, Dinas Pendidikan menyiapkan SK mandat khusus bagi Plt kepala sekolah tersebut setiap jelang akhir tahun ajaran baru. Karena, Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) harus ditanda tangani oleh kepala sekolah.
Aturan terkait hal itu menurut Supriyono sudah sangat jelas di Peraturan Mendikbud. “Plt Kepala Sekolah itu bukan Kepala Sekolah. Dia guru biasa sehingga tidak berwenang menandatandatangani ijazah,” pungkas mantan guru SD ini.