Logo

Derita Guru Honorer, Berutang hingga Meninggal Kecelakaan Berangkat Mengajar

Guru Honorer di Jember Desak Penempatan Lokasi Mengajar Ditinjau Ulang
Reporter:,Editor:

Kamis, 26 November 2020 00:00 UTC

Derita Guru Honorer, Berutang hingga Meninggal Kecelakaan Berangkat Mengajar

DEMO GURU. Sejumlah guru honorer di Jember melakukan demonstrasi di depan gedung DPRD Jember pada peringatan Hari Guru, Rabu, 25 November 2020. Foto: Faizin Adi

JATIMNET.COM, Jember – Hari Guru Nasional (HGN) diperingati sejumlah Guru Tidak Tetap dan Pegawai Tidak Tetap (GTT/PTT) dengan menggelar demonstrasi di DPRD Jember, Rabu, 25 November 2020. Mereka diterima Anggota DPRD Jember untuk beraudiensi. Dalam pertemuan tersebut, Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Jember juga diundang untuk mendengarkan langsung keluhan para guru.

Kepada DPRD, para guru honorer mengeluhkan kebijakan sistem mutasi yang diterapkan Bupati Faida sejak dua tahun terakhir. Sebab, dalam kebijakan tersebut, seluruh guru honorer dimutasi ke tempat yang berjauhan dari rumah dan sekolah asal. Karena itu, mereka mendesak kebijakan mutasi itu direvisi dan penempatan mengajar para guru honorer mempertimbangkan aspek kemanusiaan.

“Sudah banyak rekan-rekan kami yang mengalami kecelakaan, bahkan hingga meninggal. Banyak pula yang rumah tangganya rusak dan juga banyak yang terpaksa berhenti akibat kebijakan yang tidak manusiawi ini,” tutur juru bicara GTT/PTT Nur Fadli.

BACA JUGA: Tingkatkan Kesejahteraan Guru Honorer, Pemerintah Ubah Kebijakan Dana BOS

Para GTT/PTT berharap DPRD bisa mendorong Pemkab Jember menata ulang penempatan GTT/PTT dengan mempertimbangkan domisili seperti kebijakan sebelumnya. “Kebijakan itu sangat merugikan kami, baik secara fisik maupun finansial,” katanya.

Selain mutasi, sistem pemberian honor juga dikeluhkan. Sebab, selama ini honor baru bisa diberikan selama tiga atau enam bulan sekali. Hal ini mengacu pada sistem pencairan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat. Akibatnya, banyak guru honorer yang harus berutang dan dibayar setiap pencairan BOS.

“Kami juga berharap DPRD turut mendorong pemkab untuk memasukkan honor GTT/PTT ke dalam APBD,” ucap pria yang akrab disapa Fadli ini.

Honor guru honorer juga masih jauh dari Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Rata-rata upah yang mereka terima dibawah Rp1 juta, bahkan ada yang dibawah Rp500 ribu.  

Kepala Dinas Pendidikan Jember Bambang Hariono mengatakan akan mempelajarinya terlebih dahulu. Sebab, ia baru beberapa hari menjabat di Diknas setelah jabatannya dikembalikan Plt Bupati Jember sekitar dua pekan yang lalu.

BACA JUGA: ACT dan SGI Bantu Perekonomian Guru Honorer di Bojonegoro dan Jombang

Ditemui usai audiensi, Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi berjanji akan mengirim surat resmi kepada Bupati untuk membahas keluhan sistem mutasi guru honorer. “Tidak boleh ada lagi diskriminasi terhadap guru honorer. Mereka diperlakukan seperti anak tiri,” tutur politikus PKB ini.

Terkait desakan agar ada bantuan untuk perbaikan kesejahteraan guru honorer, Itqon menilainya cukup realistis. “Kalau kita lihat dari kemampuan keuangan Pemkab Jember, itu sangat rasional. Tergantung kemauan pemimpin Jember saja. Harus duduk bersama untuk mencari solusinya dengan DPRD,” katanya.

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jember Supriyono menyatakan ia bisa memahami tuntutan perbaikan mutasi yang disuarakan para guru honorer. Sebab, kebijakan tersebut telah mengakibatkan banyak korban, bahkan ada yang sampai meninggal dunia.

“Mereka sudah  lama menderita akibat kebijakan pemkab yang memutasi mereka ke tempat yang berjauhan,” ujar Supriyono saat dikonfirmasi terpisah.

Namun, tuntutan mutasi tersebut menurut Supriyono lebih realistis untuk disampaikan kepada Bupati baru yang akan terpilih saat Pilkada 9 Desember 2020. Sebab, Plt Bupati Jember Muqit Arief hanya memiliki kewenangan terbatas. Apalagi, masa jabatannya tinggal tersisa beberapa hari lagi hingga 5 Desember 2020.

BACA JUGA: Dianggap Bukan Warga Jember, GTT Diberi Honor Tak Layak

“Apalagi fokus Plt Bupati saat ini adalah mengurai sengkarut permasalahan di Jember yang cukup pelik seperti menyelesaikan pembahasan APBD. Kalau memang ada komitmen dari Plt Bupati membantu, kami sangat apresiasi. Tetapi kalau tidak bisa, kami bisa memahaminya,” katanya.

Salah satu korban mutasi adahal Eni Wahyuni, guru honorer asal Desa Serut, Kecamatan Panti. Eni termasuk guru honorer yang dimutasi ke SD yang jauh dari rumahnya. Eni yang sedang hamil tujuh bulan itu harus melewati jalan desa yang cukup rusak.

Akibatnya, pada 5 September 2019, Eni kecelakaan saat akan pergi mengajar. Ia meninggal dunia bersama janin yang dikandung. “Tidak ada bantuan yang diberikan kepada guru honorer. Mereka yang meninggal itu hanya diberi santunan yang berasal dari asuransi, bukan dari pemkab,” ujar Supriyono.