Kamis, 28 November 2019 07:30 UTC
Objek wisata Pantai Kenjeran Surabaya. Foto: Khoirotul Lathifiyah
JATIMNET.COM, Surabaya – Pakar Hukum Lingkungan Unair Surabaya, Suparto Wijoyo menyebutkan bahwa kegiatan reklamasi di pesisir pantai berpotensi merusak ekosistem. Pernyataan ini disampaikan mengikuti temuan DPRD Surabaya tentang terjadinya reklamasi di sekitar Pantai Kenjeran.
“Selain merusak ekosistem, reklamasi juga berdampak pada masyarakat sekitar,” kata Suparto saat dikonfirmasi melalui telepon, Kamis 28 November 2019.
Menurutnya ekosistem pantai akan terganggu bahkan bisa menyebabkan punah, pada wilayah pesisir yang direklamasi. Jika hal tersebut terjadi, penduduk yang mata pencahariannya sebagai nelayan akan berkurang hasil tangkapnya.
BACA JUGA: Legislator Surabaya: Ada Reklamasi Ilegal di Pantai Kenjeran
Suparto mengungkapkan hal tersebut berlaku pada semua bentuk reklamasi di pesisir pantai, termasuk pesisir Pantai Kenjeran dan kawasan bakau.
“Yang dilakukan warga (reklamasi) harus ditinjau secara serius oleh Pemkot Surabaya, sekaligus Pemprov Jatim dalam rangka menangani kawasan-kawasan pesisir atau pantai yang merupakan warga Kota Surabaya,” kata dia.
Ia menyarankan agar pihak terkait melakukan peninjauan, penertiban dalam rangka pembinaan ke warga. Karena belum semua warga mengetahui hukum dan dampak reklamasi yang dilakukannya.
BACA JUGA: Jazz Traffic Festival 2019 di Kenjeran Suguhkan Konsep Baru
Apalagi kegiatan reklamasi itu termasuk kejahatan, kata dia, karena kegiatannya tak mengantongi izin resmi dari pemerintah.
“Itu kan kejahatan menurut hukum tata ruang. Untuk itu harus dilakukan penertiban yang bijak. Dengan pendekatan karena itu juga warga kota jangan-jangan warga tidak tahu,” imbuh dia.
Ia menduga warga setempat mencontoh perusahaan besar yang melakukan reklamasi di pesisir pantai. Mereka mengganggap jika banyak pengusaha melakukan pengurukan untuk perumahan, warga pun boleh melakukan reklamasi.
BACA JUGA: Pemkot Surabaya Garap Proyek Cable Car di Kenjeran
"Bahkan yang ada kawasan mangrove sebelahnya saja ada perumahan yang berdiri dan juga sesunguhnya menguruk kawasan mangrove. Itu kok boleh?,” katanya.
Ia menyampaikan dalam menyelesaikan perihal reklamasi, pemerintah tak boleh tebang pilih dalam penegakan hukum penataan ruang. Tak boleh ada diskriminasi tentang akses publik untuk mendapatkan tempat tinggal.
BACA JUGA: Ada Patung Suroboyo, Taman Kenjeran Ramai Jadi Tempat Ngabuburit
"Kalau dilihat banyak berdiri perumahan yang menguruk mangrove. Loh kenapa mereka bisa legal. Jadi memang ada diskriminasi. Untuk itu perlu ditata dengan arif dan bijak semacam ini. Yang jelas jangan ada diskriminasi di dalam penataan hukum dan alih fungsi kawasan,” jelas dia.
Disinggung mengenai dampak lingkungan, pihaknya memaparkan, kalau reklamasi itu dalam penyelamatan abrasi pantai tentu ditoleransi secara ekologi.
Namun jika kemudian menimbulkan dampak berkurangnya areal-areal konservasi, akibat menguruknya tidak menggunakan tanah konservasi namun tanah bangunan, akan mengganggu biota air.
BACA JUGA: Libur Natal, Pengunjung Pantai Kenjeran Mencapai 16.440 Orang
Sementara hingga saat ini Kamis 28 November 2019 pengawasan yang dilakukan Pemkot Surabaya melalui penegak perda yakni Satpol PP belum terlihat. Hanya saja Ketua RT dan RW setempat berupaya melakukan sosialisasi terkait larangan reklamasi yang harus melakukan izin.
Sebelumnya, Ketua Komisi C DPRD Surabaya Baktiono mengatakan ada reklamasi ilegal di Pantai Kenjeran. Bahkan, ia mendapati ada oknum yang menjual lahan reklamasi tak berizin itu pada warga.
Baktiono mengungkapkan seorang warga bernama Hariyono telah menjadi korban penjualan lahan reklamasi ilegal itu. Ia membeli lahan urukan seharga Rp 70 juta untuk hunian dari seorang oknum. Tapi, hunian tersebut tidak bersertifikat, melainkan hanya memiliki surat ganti pengurukan dengan harga cukup fantastis, yakni sekitar Rp 1 juta per dump truck.