Selasa, 16 June 2020 08:00 UTC
PEMAKAMAN COVID. Proses pemakaman standar Covid-19 yang dilakukan petugas di TPU Keputih, Surabaya. Foto: Pemkot Surabaya
JATIMNET.COM, Surabaya – Selain tenaga medis, petugas yang juga turut berjasa dalam menghadapi pandemi Covid-19 adalah sopir dan pendamping sopir mobil ambulans serta petugas pemakaman jenazah pasien Covid-19. Tak banyak orang memang yang mau menekuni profesi ini. Apalagi, saat ini tugas mereka sangat rentan karena berhubungan dengan pasien ataupun jenazah terduga maupun positif Covid-19.
Mulai dari perasaan waswas hingga harus bersitegang dengan pihak keluarga kerap kali menghampiri mereka. Namun, dengan niat tulus, hal itu justru menjadi motivasi bagi mereka untuk menjalankan tugas kemanusiaan membantu sesama.
Sejak pandemi Covid-19 melanda Kota Pahlawan, Pemkot Surabaya menyiapkan lahan khusus untuk lokasi pemakaman jenazah Covid-19. Di lokasi itu, pemakaman jenazah berjalan sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan. Selain itu, petugas juga diwajibkan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) mulai proses mengantar hingga memakamkan jenazah.
BACA JUGA: Kisah Sopir Ambulans dan Perawat Pengantar Jenazah Pasien Covid-19
Nah, para petugas ini merupakan gabungan dari beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Surabaya yang terdiri dari jajaran Dinas Sosial (Dinsos), petugas pemakaman Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) hingga tenaga kesehatan (nakes) dari Dinas Kesehatan (Dinkes).
Salah satu petugas yang biasa terlibat dalam prosesi pemakaman jenazah pasien Covid-19 adalah Zuliyanto. Pria berusia 50 tahun ini merupakan pendamping sopir ambulans Dinsos Surabaya yang biasa membantu dalam proses pemakaman. Maret 2020 menjadi awal pengalaman baginya mengantarkan dan memakamkan jenazah pasien Covid-19.
“Waktu itu kebetulan shift-nya teman-teman saya. Pasca pertama kali mereka turun, salah satu tim ada yang drop karena ketakutan dengan berita-berita yang begitu santer terkait Covid-19. Akhirnya itu membuat saya harus turun untuk meyakinkan kawan-kawan bahwa pasien Covid-19 yang meninggal tidak seberbahaya seperti yang diberitakan di media,” kata Zuliyanto saat dihubungi, Senin, 15 Juni 2020.
Awalnya, Zuliyanto mengaku juga memiliki rasa takut dan waswas ketika harus terjun memakamkan jenazah pasien Covid-19. Bahkan tak hanya dia, kawan-kawannya pun memiliki rasa takut terpapar virus. Namun, ada perasaan tersendiri yang membuatnya yakin bahwa ini aman. Selain itu, niat tulus yang memotivasinya berani menjadi salah satu petugas pemakaman pasien Covid-19.
“Kalau semuanya tidak ada yang berani, terus siapa yang memakamkan. Akhirnya saya beranikan diri untuk turun dengan niat untuk kemanusiaan,” ia mengungkapkan.
BACA JUGA: Masyarakat Diminta Tak Beri Stigma Negatif Jenazah Pasien Covid
Menurutnya, jenazah Covid-19 justru lebih aman dari pada pasien. Karena sebelum dimakamkan, jenazah dimasukkan ke dalam peti dan dilapisi plastik sesuai protokol kesehatan.
“Awalnya hanya beberapa petugas yang turun, kemudian ada 22 teman ikut berani turun. Pasca satu bulan itu kemudian semuanya diwajibkan ikut terjun,” ia menjelaskan.
Pria yang telah bekerja di Dinsos Surabaya sejak enam tahun yang lalu ini juga kerap kali harus membantu pemakaman jenazah Covid-19 saat tengah malam hingga dini hari. Bahkan, ketika pulang dan sampai di rumah, ia harus kembali berdinas untuk membantu rekan-rekannya.
“Seringkali sudah sampai rumah itu saya harus kembali membantu. Tidak hanya malam hari, dini hari sampai pagi, pokoknya 24 jam. Bahkan, di luar jam dinas, saya harus turun,” ia menuturkan.
Sejak Covid-19 ada di Surabaya, mobil ambulans Dinsos tak hanya digunakan untuk mengantar orang sakit biasa. Namun, kendaraan ini juga digunakan untuk mengantar pasien atau jenazah Covid-19.
Sejak saat itulah Zuliyanto bertugas mengantar jenazah pasien Covid-19 dari rumah sakit menuju pemakaman. Atau pasien meninggal di rumah kemudian diantar ke rumah sakit untuk dilakukan pemulasaran dan selanjutnya menuju pemakaman.
BACA JUGA: RSUD Dr Soetomo Umumkan Jenazah Pengemudi Ojol Positif Covid-19
“Saya tak hanya bertugas mengantar jenazah hingga ke pemakaman. Tapi kita juga membantu teman-teman dari DKRTH, bantu mereka bawa dan angkat peti sampai ke liang lahat,” ia menceritakan.
Meski demikian, Zuliyanto mengaku kerap kali harus bersitegang dengan pihak keluarga. Alasannya, keluarga pasien ingin memakamkan jenazah sendiri meski tenaga kesehatan telah menyatakan jenazah itu positif Covid-19. Padahal, pemerintah telah menetapkan jenazah Covid-19 harus dimakamkan sesuai protokol kesehatan.
“Sering bersitegang sama pihak keluarga karena mereka tidak mengerti tupoksi kita dimana. Padahal tujuan kita hanya ingin membantu meringankan mereka. Hampir berantem, untungnya saya masih sadar, saya berikan pengertian kepada pihak keluarga kalau proses pemakaman sesuai protokol ini tidak diterapkan, maka bisa jadi pandemi lagi,” ia menandaskan.
Selain Zuliyanto, Sugeng Priharianto juga menjadi salah satu petugas yang biasa mengantar dan memakamkan jenazah Covid-19. Meski terkadang ada perasaan waswas, namun semua itu dia serahkan kepada Tuhan karena niat bekerja dan ibadah.
“Ada juga perasaan waswas dan takut, tapi saya serahkan semuanya kepada Allah. Karena ini juga kerja buat anak keluarga. Perasaan saya cuma mau menolong saja,” kata pria berusia 37 tahun itu.
Sugeng yakin jenazah pasien Covid-19 justru lebih aman. Apalagi sebelum dimakamkan jenazah itu sudah dimasukkan ke dalam peti dan dibungkus plastik sesuai protokol kesehatan.
“Kalau sudah dimasukkan ke dalam peti dan dibungkus plastik, Insya Allah sudah aman. Tapi kita tetap pakai APD komplet, sepatu boot, face shield dan masker,” ia menegaskan.
BACA JUGA: Pemprov Jatim Sediakan Sembilan Tanah Pemakaman Khusus Jenazah Covid-19 di Perhutani
Pria yang tinggal di Banjar Sugihan, Surabaya, ini mengaku hanya ingin berniat menolong dan memakamkan jenazah Covid-19 sesuai protokol yang ditetapkan. Ia juga merasa prihatin dengan adanya pengambilan paksa jenazah positif atau terduga Covid-19 oleh pihak keluarga.
“Waktu itu ada juga kejadian ojek online, mereka datang ramai-ramai ke pemakaman, seperti mereka menantang tak takut terpapar. Kebetulan itu teman-teman saya yang bertugas, itu kami sempat mangkel (jengkel) sekali. Padahal niat kita hanya membantu keluarga mereka,” ia menambahkan.
Namun, perasaan itu semua sirna ketika Sugeng sudah bertemu dengan anak dan keluarganya di rumah. Keluarga menjadi obat penghilang rasa capek dan waswas bagi dia bersama rekan-rekannya setelah memakamkan jenazah Covid-19. Meski begitu, ia berharap, ke depan tak ada lagi warga yang meninggal karena terpapar Covid-19 dan pandemi ini bisa segera berakhir.
“Kami hanya berharap masyarakat disiplin mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah,” ia memungkasi.