Kamis, 24 January 2019 12:43 UTC
Ketua Cabang FSPRTMM-SPSI Surabaya Emanuel Embu (kanan) mendesak agar Perda No 5 tahun 2008 tentang KTR diharapkan bisa melindungi pengusaha. Foto: Baehaqi Almutoif.
JATIMNET.COM, Surabaya – Paguyuban Toko Surabaya dan Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Miniman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPRTMM-SPSI) sepakat menolak revisi perda kawasan terbatas rokok (KTR).
Sekretaris Paguyuban Toko Surabaya Mustika Sugiyanti mengatakan ada tiga poin dalam revisi perda KTR yang berpotensi mengancam keberlangsungan usaha. Diantaranya, larangan menjual, mengiklan, dan mempromosikan tembakau di KTR. Kemudian KTR dapat menyediakan tempat khusus merokok.
“Kata ‘dapat’ itu mencipatakan multitafsir memiliki dua makna, boleh menyediakan atau sebaliknya tidak boleh,” ujar Mustika, Kamis 24 Januari 2019. Dia menambahkan apabila perda ini diterapkan bisa mengancam keberlangsungan usaha.
Tuntutan lain yang disampaikan adalah poin tempat merokok yang harus terpisah dari gedung atau tempat utama beraktivitas. Dia mengusulkan agar kata yang dipakai adalah memberikan tempat khusus merokok di seluruh tempat kerja maupun tempat umum.
BACA JUGA: Perda KTR Disahkan April 2019
Ia berharap revisi perda nantinya tidak justru menimbulkan kegelisahan. Namun benar-benar sesuai esensi dari yang dimaksudkan seperti tertuang dalam undang-undang.
“Kami tidak anti terhadap perda. Kami mau mematuhi dan melaksanakannya sepanjang ditetapkan secara adil, berimbang, dan komperhensif,” urainya saat dijumpai di Bangi Kopitiam, Surabaya, Kamis 24 Januari 2019.
Dalam draft revisi perda nomor 5 tahun 2008 tentang KTR memang terdapat poin yang dimaksud. Larangan kegiatan menjual atau mengiklankan rokok ada di pasal 5. Sedangkan penyediaan tempat khusus merokok di luar lahan tempat kerja atau umum, tertuang dalam pasal 6.
“Saya mohon perda ini perlu dikaji lagi agar menjadi suasana di kota Surabaya lebih kondusif dan harmonis,” ujar Ketua Cabang FSPRTMM-SPSI Surabaya Emanuel Embu.
Memang selama ini, Embu menilai di kalangan pekerja rokok khawatir revisi perda dapat mempengaruhi omzet. Jika kondisi ini terjadi, dikhawatirkan berimbas pada pengurangan jumlah pekerja.
Ia mencatat, hingga sekarang total ada sekitar 20 ribu pekerja di sektor rokok di Surabaya. Kalau tidak disusun secara cermat, dikhawatirkan berdampak pasa pekerja rokok.
“Kami sudah layangkan agar diundang juga dalam rapat dengar pendapat. Tapi sejauh ini belum ada jawaban,” tuturnya.
BACA JUGA: Dinas Kesehatan Harus Rapatkan Ulang Perda Rokok
Dikonfirmasi terpisah, Ketua DPRD Surabaya Armuji menyebutkan belum mengetahui perihal perkembangan pansus revisi perda KTR. Ketua pansus belum melaporkan kepada Badan Musyawarah (Banmus).
“Saya belum melihat detail isi perda, karena belum dilaporkan ke Banmus,” kata Armuji.
Kendati demikian, pastinya pansus sudah melakukan perbandingan dengan wilayah lain perihal perda KTR. Termasuk para ahli dan beberapa pihak seperti perusahaan rokok.
Terkait permintaan asosiasi pekerja rokok dan paguyupan toko, politisi PDI Perjuangan itu belum bisa menjanjikan apakah akan diakomodir atau tidak. “Pansus masih berjalan, belum finis. Sejauh ini pansus belum melaporkan apapun,” sebutnya.