Logo

Pembeli dan Penjual Data Pribadi Bisa Dijerat Pidana

Reporter:

Jumat, 16 August 2019 03:55 UTC

Pembeli dan Penjual Data Pribadi Bisa Dijerat Pidana

Ilustrasi oleh Unsplash

JATIMNET.COM, Surabaya – Pembeli data pribadi bisa dijerat pidana. Hal tersebut disampaikan Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri.

“Dia menggunakan, itu bukan haknya. Itu juga bisa kami jerat,” kata Wakil Direktur Tipid Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Asep Safrudin di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Kamis 15 Agustus 2019.

Asep sedang menyinggung kasus dengan tersangka berinisial C, penjual Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga (KK) dan nomor rekening di Depok, Jawa Barat, pada 6 Agustus 2019 lalu.

Saat ini Dittipid Siber masih menelusuri konsumen C, yaitu para pembeli dan penggunaan data pribadi yang dipasok oleh C.

BACA JUGA: Instagram Surati Perusahaan yang Mencuri Data Penggunanya

Namun, Asep mengakui penelusuran transaksi dalam bidang siber tidak semudah transaksi fisik karena jejak dan buktinya cepat hilang, dan dapat dilakukan di mana saja.

"Makanya kami belum bisa mengatakan hukumannya seperti apa, tergantung dia menggunakannya untuk apa," ucap Asep, dikutip dari Suara.com, Jumat 16 Agustus 2019.

Menurut dia, nantinya apabila undang-undang perlindungan data pribadi telah disahkan, kerja polisi dalam melakukan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan data pribadi akan lebih mudah.

Sementara untuk tersangka C yang memiliki jutaan data meliputi nama lengkap, nomor telepon genggam, alamat, nomor induk kependudukan, nomor KK, rekening bank, nomor kartu kredit dan data pribadi lainnya, polisi menjerat dengan UU ITE.

BACA JUGA: Kemenkominfo Siapkan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi

Pasal yang digunakan adalah Pasal 48 ayat (2) jo Pasal 32 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 3 miliar.

Selain itu, C juga dikenai Pasal 95A UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukandengan ancaman maksimal dua tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 25 juta.