Reporter
Ahmad SuudiKamis, 29 Agustus 2019 - 07:15
JATIMNET.COM, Banyuwangi– Mustaq Bilal (32) sibuk dengan pahatnya, bekerja di teras belakang. Palu kayu terikat di lengan kanan yang hanya tumbuh sampai siku, menumbuk pahat kecil untuk melubangi kulit kambing yang sudah disamak di kediamannya, Gang Karangasem, Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi.
Di antara serakan peralatan memahat, cat, kayu, kepala barong, matras, dikerjakannya miniatur barong Bali untuk sebuah pameran di Surabaya awal Oktober nanti.
Miniatur barong kecil dihargainya Rp 350 ribu, sedangkan barong betulan yang paling besar, dikerjakan lebih dari sebulan, dia hargai Rp 8 juta. Tak hanya dari Jawa Timur, pesanan juga datang dari Pati dan Kupang.
Tanpa memiliki kaki dan hanya satu tangan yang berfungsi utuh, diterimanya pesanan besar melibatkan saudara dan perajin lain.
BACA JUGA: Kreatif, Pemuda Banyuwangi Mampu Rakit Mesin Ukir Otomatis
"Kalau orang normal mungkin tidak ada kesulitan. Kalau saya ada kesulitan, tapi saya berusaha menyempurnakan karya saja. Seperti memotong kayu, pakai gergaji mesin besar (tidak bisa dilakukan sendiri)," kata penyandang tunadaksa sejak lahir itu, Selasa 27 Agustus 2019.
Bilal mulai belajar mengukir kayu dari keluarganya saat duduk di bangku SMP Luar Biasa Negeri Banyuwangi. Dia mulai menerima pesanan setelah piawai memahat, mengecat, mengelem hingga merangkai miniatur barong utuh.
PAHAT: Bilal sedang memahat barong
Namun, bisa saja tak satu pun pesanan masuk, seperti Agustus kali ini.
BACA JUGA: Tahun 2019 Banyuwangi Menargetkan Panen 47 Ribu Pedet
Bukan berarti ia lantas menganggur. Bilal melanjutkan kerja dengan membuat miniatur barong untuk dititipkan di toko benda seni, meskipun harganya biasa ditawar hingga separuh.
Untungnya, kelompok seni Jaranan Sekar Budoyo Karangasem yang dipimpinnya mendapatkan empat kali tanggapan bulan ini. Bilal mengaku bertekad mengembangkan minat dan bakatnya di bidang seni untuk berdiri sendiri dan setara dengan orang dengan fisik normal.
Bersama istrinya, Mila Yunitasari (26) yang juga penyandang tunadaksa, Bilal dikaruniai buah hati berfisik normal yang kini berusia 1,5 tahun.
"Orang normal bisa, kenapa saya nggak bisa. Saya nggak mau ketinggalan dengan orang yang normal," kata dia.
Dipekerjakan jadi pengemis
Tahun 2000, Bilal bertekad merantau ke Kalimantan dan dijanjikan bekerja sebagai penjaga toko kitab untuk memiliki motor modifikasi, sesuai dengan kondisi fisiknya.
Namun, janji agen pemberi kerja ternyata tak ditepati. Sesampai di Kalimantan dengan menumpang kapal laut, Bilal dipekerjakan sebagai pengemis di pasar dan tinggal di sebuah kos-kosan yang telah dihuni difabel dan orang jompo.
"Tapi saya tidak mau menadahkan tangan. Saya jalan di pasar aja wes, ada yang ngasih saya terima," kenang Bilal.
Sehari dia mendapatkan uang sekitar Rp 500 ribu yang semuanya harus disetorkan kepada bos. Sadar mengemis bukanlah cara hidup yang dikehendakinya, ia pun kabur di hari ketujuh.
BACA JUGA: WNI Tertahan Demo di Bandara Hong Kong Bisa Terbang
Bertiga, pengemis asal Banyuwangi bekerja lebih giat dengan meminta-minta untuk mendapatkan hasil terbanyak di hari terakhir. Sore hari sebelum anak buah bos datang menjemput, mereka pergi menyewa angkot dan bermalam di rumah salah satu kenalan, sebelum berangkat pulang ke Surabaya menumpang kapal laut.
Motor modifikasi yang dicita-citakan tak tergapai, Bilal malah mendapatkan pengalaman pahit dimanfaatkan orang untuk menjadi pengemis.
PROSES: Cara Bilal memahat kayu
Media sosial dan mesin pencari menjadi tempatnya mencari inspirasi sekaligus mempromosikan hasil karyanya. Mayoritas pelanggan yang membeli adalah kalangan pelaku seni atraksi barong atau penikmat seni untuk dikoleksi.
BACA JUGA: Upaya Waralaba Teh di Banyuwangi Kurangi Sampah Plastik
Bilal juga mengikuti kebutuhan pemesanan, misalnya masalah warna dan mulut bergigi taring barong yang harus bisa mencaplok untuk atraksi. Namun dia mengaku memiliki keunikan karya berupa penggabungan bagian-bagian khas barong Banyuwangi dan Bali.
"Berbeda dengan ciri khas orang lain, misalnya barong prejeng wajahnya (dibuat) beda," ujar Bilal.
Dengan karya-karyanya itu, bahu-membahu dengan Mila sang istri, dia mampu menghidupi rumah tangganya secara mandiri. Wanita asal Kabupaten Jember itu juga mengelola warung kecil dengan modal seadanya.
"Cita-cita saya ya seperti ini, punya keluarga (sudah tercapai)," kata Mila.