Senin, 26 August 2019 16:25 UTC
Asrama Mahasiswa Papua. Foto: Dok
JATIMNET.COM, Surabaya – Akademisi Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Iqbal Felisiano berharap pelaku tindakan rasial yang terjadi di Asrama Mahasiswa Papua, Surabaya harus diserahkan pada pengadilan umum.
Iqbal menilai dasar hukum pidana pada tindakan rasial telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskrimanasi ras dan etnis. Hal tersebut juga berlaku kepada oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI) bila terlibat dalam tindakan yang terjadi pada tanggal 16 dan 17 Agustus 2019 lalu.
BACA JUGA: Komnas HAM Desak Kejagung Tuntaskan Pelanggaran HAM di Papua
“UU penghapusan diskriminasi ras dan etnis sudah mengatur, tindakan itu bila disampaikan di tempat umum dan tempat terbuka dapat dipidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta,” ungkap Iqbal saat konferensi pers di Kantor LBH Surabaya, Jalan Kidal, Senin 26 Agustus 2019.
Ia menilai dasar hukum tersebut juga dibenarkan dalam UU TNI yang mengatur ketentuan hukum seperti termuat dalam pasal 65 yang menyebutkan setiap prajurit TNI tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang telah diatur dalam undang-undang.
BACA JUGA: Lima Anggota TNI Diskors Terkait Ujaran Rasis di Depan Asrama Mahasiswa Papua
“Berkaitan dengan pelaku, sesuai aturannya tunduk melalui peradilan umum,” tegasnya.
Sementara itu, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Choirul Anam pada kesempatan yang sama menjelaskan hal serupa, ia berharap kasus tersebut dibawa ke pidana umum.
“Kami apresiasi soal sanksi skorsing itu. Tapi itu saja tidak cukup, kami harap kasus ini diletakkan dalam skema pidana umum,” ujar Choirul Anam di Kantor LBH Surabaya.
BACA JUGA: Polda Jatim Usut Ujaran Rasis yang Menimpa Mahasiswa Papua
Menurutnya, pemerintah pusat harus menuntaskan secara komprehensif terkait kasus persekusi yang terjadi di Asrama Mahasiswa Papua agar masyarakat Papua mendapatkan rasa keadilan.
"Kasus di Surabaya harus diproses secara akuntabel dan transparan di pengadilan umum bukan internal. Kalau tertutup tidak akan ada orang yang percaya. Tapi pertanyaannya, mungkin enggak tentara diadili di pengadilan umum, barangkali Jaksa Agung dapat memulai membuat koneksitas di lembaga peradilan terkait ini," pungkasnya.
