Logo

Ini Pertimbangan Kejati Tuntut Rekanan DPS dengan Hukuman Berat

Reporter:,Editor:

Minggu, 04 August 2019 05:12 UTC

Ini Pertimbangan Kejati Tuntut Rekanan DPS dengan Hukuman Berat

Aspidsus Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi. Foto: Dok.

JATIMNET.COM, Surabaya – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur memiliki pertimbangan terkait tuntutan 18 tahun enam bulan penjara kepada Rekanan PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS), Antonius Aris Saputra.

Kejaksaan meneilai tidak ada upaya terdakwa untuk mengembalikan uang negara, yang dijadikan salah satu pertimbangan menerapkan tuntutan tinggi.

“Kami juga membebankan kepada terdakwa untuk membayar seluruh uang pengganti sebesar Rp 61 miliar,” kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi, Minggu 4 Agustus 2019.

BACA JUGA: Rekanan PT DPS Dituntut 18 Tahun Enam Bulan oleh Jaksa

Didik mengatakan selama ini Kejaksaan sama sekali tidak menerima uang pengembalian kerugian negara dari terdakwa. Selain itu, selama persidangan terdakwa berulang kali menyangkal dugaan menggelapkan uang negara.

Sebelumnya Kejati Jatim menerima pengembalian uang sebesar 6.300 dolar Amerika Serikat dari lima saksi, dugaan korupsi pengadaan kapal floating crane di PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS). Jumlah tersebut diperoleh dari jajaran komisaris, direksi maupun manajemen PT DPS.

Enam saksi yang mengembalikan adalah mantan Komisaris PT DPS, Gatot Sudariyono sebesar 1.500 dolar AS; Direktur Operasional PT DPS, Diana Rosa 1.000 dolar AS; mantan Direktur Operasional PT DPS, I Wayan Yoga Djunaedi 1.500 dolar AS; SM Logistik PT DPS Ina Rahmawati 1.000 dolar AS; dan Staf Ahli Dirut PT DPS, Slamet Riyadi senilai 1.300 USD.

“Tapi (semua uang itu) bukan masuk dalam pengembalian kerugian negara yang dilakukan terdakwa," tegas Didik.

BACA JUGA: Kejati Jatim Terima 6300 USD dari Enam Saksi PT DPS

Dugaan korupsi bermula dari adanya laporan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam laporan tersebut ditemukan dugaan kerugian negara sebesar Rp 60,3 miliar dari proyek pengadaan kapal floating crane sebesar Rp 100 miliar pada 2016 lalu.

Sebetulnya pengadaan kapal ini sudah melalui proses lelang. Kapal sudah dibayar sebesar Rp 60,3 miliar dari kontrak harga Rp 100 miliar. Dalam lelang disebutkan, pengadaan kapal dalam bentuk kapal bekas.

Kemudian kapal didatangkan dari salah satu negara di Eropa. Namun, saat dibawa ke Indonesia kapal tersebut tenggelam di tengah jalan. Dari sini kemudian muncul dugaan bahwa, ada spesifikasi yang salah dalam pengadaan kapal tersebut.