Jumat, 06 March 2020 02:00 UTC
TERDAKWA: epala Dinas Perpustakaan dan Arsip (Disperpusip) Kabupaten Mojokerto, Ustadzi Rois, harus duduk di kursi Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, sebagai terdakwa. Foto: Karin
JATIMNET.COM, Mojokerto - Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip (Disperpusip) Kabupaten Mojokerto, Ustadzi Rois, harus duduk di kursi Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, sebagai terdakwa. Pasalnya, sidang perdana digelar di ruang Candra itu dia diduga melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kusuma Wardani dari Kejaksaan Negeri Mojokerto membacakan, bahwa terdakwa telah menikah dengan Sunarti pada bulan Oktober 2014 yang tercatat di KUA Kota kediri.
Tiap bulan, terdakwa tidak pernah memberikan uang jatah bulanan kepada istrinya, Sunarti, baik itu material maupun batin. Hingga tahun 2018 Sunarti yang merupakan hakim di Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan, Madura ini tidak diperbolehkan pulang ke Mojokerto oleh terdakwa.
BACA JUGA: Bocah Jember Korban KDRT Jalani Trauma Healing
Terdakwa menyampaikan ketemu di pengadilan. Sunarti kemudian mengadu ke Kediri dan mengajukan gugatan cerai. "Terdakwa didakwa Pasal 49 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga," kata Kusuma Wardani, Kamis 5 Maret 2020.
Dalam pasal tersebut dijelaskan setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga dengan pidana penjara 3 tahun atau dana denda paling banyak Rp9 juta.
Sidang yang dipimpim Ketua Majelis Hakim, Hendra Hutabarat minta terdakwa untuk berkonsultasi dengan kuasa hukum, setelah mendengar bacaan surat dakwaan dari JPU.
"Karena terdakwa dengan kuasa hukumnya tidak mengajukan eksepsi maka sidang selanjutnya adalah agenda saksi. Sidang kembali digelar pada tanggal 12 Maret 2020, minggu depan," ujar Ketua Majelis Hakim.
BACA JUGA: Komisi E Sebut KDRT di Jatim Terus Meningkat
Sementara, ditemui usai sidang, kuasa hukum terdakwa, Vira Meyrawati Raminta mengungkapkan, ia memilih lebih langsung pembuktian. Sebab, sejak awal memang kasusnya sesuai dengan faktanya.
"Kalau saya sih mending langsung pembuktiannya saja. Kebetulan saya baru ditunjuk menjadi kuasa hukum, BAP belum saya dapat, jadi masih saya ajukan lagi. Kan masih saksi dari jaksa, dari JPU dulu," ujarnya.
Sebelumnya, Ustadzi Rois ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus KDRT sejak Agustus 2019 lalu. Penetapan tersangka setelah pihak Polres Mojokerto melakukan gelar perkara.
Ustadzi Rois diduga melakukan tindakan penelantaran dan kekerasan fisik maupun psikis terhadap istrinya. Sedikitnya, ada lima alat bukti yang sesuai dengan pasal 184 KUHAP. Lima alat bukti tersebut yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan tersangka.
BACA JUGA: Tindak Pidana, Tetangga Wajib Ikut Campur Hentikan KDRT
Ustadzi Rois dijerat pasal 45 dan 49 ayat 2 UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT dengan ancaman maksimal 3 tahun penjara atau denda paling banyak Rp9 juta.
Penetapan tersangka ini bermula dari laporan Sunarti, isteri Rois ke Polres Mojokerto awal Januari 2019 lalu. Sikap Rois dinilai sangat kasar sehingga mengakibatkan tekanan mental.
Sunarti diketahui sebagai hakim di Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan, Madura ini mengaku, tak pernah mendapatkan nafkah lahir dan batin sejak Agustus 2018 lalu.