Sabtu, 31 October 2020 04:30 UTC
PRODUK TANAMAN BOTOL: Ridho Alayka Nashrulloh menunjukkan produk “Sirih Gading dalam Botol”. Foto: Dokumen Pribadi
JATIMNET.COM, Banyuwangi - Berbagai sektor ekonomi terdampak oleh pandemi Covid-19 selama beberapa bulan terakhir. Namun, di tengah kelesuan tersebut, beberapa sektor ekonomi yang justru menggeliat.
Salah satunya adalah bisnis tanaman hias yang kini justru melejit. Disebut-sebut, masyarakat banyak menggemari tanaman hias sebagai alternatif melepas penat karena pandemi.
Peluang itu yang ditangkap oleh Ridho Alayka Nashrulloh, mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi, yang selama beberapa bulan terakhir menjalankan bisnis tanaman hias. Pemuda 21 tahun ini memilih fokus di dua produk, yakni Bonsai Bambu dan Tanaman Bonsai dalam Botol.
“Awalnya iseng-iseng saja, ternyata respon pasar lumayan. Terutama yang tanaman hias dalam botol. Produk bonsai bambu juga banyak yang tertarik karena masih baru ada di kota ini,” ujar Ridho.
BACA JUGA: Peduli Lingkungan, Wanita 55 Tahun di Kota Probolinggo Kumpulkan Minyak Jelantah Agar Tak Dikonsumsi
Rumahnya yang sederhana di Dusun Krajan, Desa Kabat, Kecamatan Kabat, Banyuwangi dijadikan Ridho sebagai bengkel untuk merangkai tanaman hias tersebut. Pelataran seukuran 4 x 6 meter, disulap Ridho sebagai showrom untuk memajang produknya itu. Di sana, berjejer tanaman-tanaman hias dalam botol maupun bonsai bambu, yang dikemas secara eksotik.
Ridho mengaku sudah sejak lama memiliki hobi dan kecintaan akan tanaman hias. Namun kondisi ekonomi yang sulit sebagai dampak pandemi Covid-19, memaksanya untuk berpikir keras memutar, hingga tercetuslah ide untuk berbisnis tanaman hias.
“Alhamdulillah lumayan membantu perekonomian di masa pandemi. Sebelumnya saya sempat berencana akan cuti kuliah. Tapi setelah ada usaha ini dan banyak yang tertarik membeli, saya bisa tetap lanjut kuliah,” tutur mahasiswa semester V ini.
PRODUK TANAMAN DALAM BOTOL: Produk tanaman hias Sirih Gading yang ditanam di dalam botol kaca. Foto: Dokumen Pribadi
Ridho menamakan produknya sebagai "Terebo", atau Terarium Reuse Bottle. Sejak beberapa bulan berjualan, Ridho mengaku sudah ada ratusan tanaman hias dalam botol yang bisa ia jual, dengan harga di kisaran Rp 50 ribu. Sedangkan untuk bonsai bambu, harganya sangat bervariasi.
Dengan bergantung pada tingkat kesulitan, bonsai bambu bisa dijual hingga mencapai harga Rp 500 ribu. “Kalau omset secara keseluruhan, saya lupa tidak menghitung,” tutur Ridho sembari tersenyum.
Konsep tanaman hias dalam botol ini Ridho adaptasikan dari model terarium. Yakni seni merangkai tanaman hias dengan menggunakan aquarium. “Bedanya, kalau saya menggunakan botol kaca untuk menanam bonsai,” papar mahasiswa jurusan Pendidikan Sejarah ini.
BACA JUGA: Begini Kiat Sukses Budi Daya Lele dari Anggota Polisi Probolinggo di Masa Pandemi
Adapun bonsai dalam botol, Ridho mengaku adalah murni idenya sendiri yang sudah coba ia rintis sejak tahun 2018. “Tetapi untuk dijadikan usaha, baru beberapa bulan ini, sejak ada pandemi,” papar Ridho.
Modal yang dibutuhkan untuk membuat tanaman dalam botol tidaklah terlalu besar. “Saya hanya mengumpulkan botol bekas atau beli ke pedagang, harganya murah kok. Sekitar Rp 3000- Rp 5000,” tutur Ridho.
Adapun bibit sirih gading sendiri, Ridho membudidayakannya sendiri dengan menggunakan polybag ukuran kecil. Selain sirih gading, Ridho juga memakai bibit pohon beringin untuk dijadikan bonsai dalam botol.
Dibandingkan tanaman hias yang ditaruh di dalam pot biasa, tanaman hias di dalam botol memang terlihat lebih cantik dan unik, sehingga harganya bisa lebih tinggi. Namun harga itu seimbang dengan proses yang dibutuhkan.
BACA JUGA: Di Tengah Pandemi, Emak-Emak di Mojokerto Daun Kelor Sulap Jadi Olahan Menarik
“Menanam di dalam botol ini, salah satu kuncinya adalah kesabaran. Pertama-tama, kita harus mengisi botol dengan batu-batuan putih. Saat menaruh menanam bibit sirih gading ke dalam botol, kita harus sabar, karena menggunakan penjepit khusus,” papar Ridho.
Tanaman yang sudah berhasil dimasukkan ke dalam botol, juga tidak bisa langsung dijual. Sebab, tanaman tersebut harus melewati masa karantina terlebih dulu untuk adaptasi. Dengan diletakkan di dalam botol, otomatis tanaman itu menjadi kerdil layaknya bonsai.
Produk usaha Ridho di bidang Bonsai Bambu juga terbilang unik. Karena selama ini, banyak kolektor bonsai yang tidak melirik bambu untuk “dikerdilkan” menjadi bonsai. “Saya terlintas ide setelah sering mengamati tanaman bambu saat jalan-jalan di pinggir sungai. Kadang saya melihat ada bambu yang kerdil secara alami atau memiliki bentuk cabang atau akar unik,” ujar Ridho.
BACA JUGA: Songkok Lukis Asal Gresik Tetap Laris di Tengah Pandemi Covid-19
Bambu yang cacat secara alami ini, biasanya tidak dipakai sehingga bisa diminta secara cuma-cuma. Untuk merangkai menjadi Bonsai Bambu, Ridho harus terlebih dulu mempelajari ragam tanaman bambu yang ada di Banyuwangi. “Dua bulan terakhir ini saya lebih fokus ke bonsai bambu. Selama ini, budaya menanam bambu di masyarakat masih minim,” tutur Ridho.
Melalui produk Bonsai Bambu, Ridho berharap bisa menjadi diversifikasi dari produk olahan bambu. Selama ini, bambu hanya dimanfaatkan untuk kerajinan furniture ataupun bahan bangunan dengan harga yang murah.
Untuk memasarkan produknya, Ridho lebih mengandalkan media sosial. Dengan memajang foto-foto produk yang cantik, banyak masyarakat yang tertarik untuk memesannya. Seringkali pula, pesanan datang dari status WhatsApp yang ia unggah.
“Di era pandemi ini, pemasaran melalui media sosial memang menjadi semakin strategis. Kadang ada yang minta dikirim. Ada juga yang setelah melihat di medsos, tertarik untuk datang ke showroom saya di rumah,” pungkas Ridho
