Sabtu, 02 October 2021 01:00 UTC
Perwakilan 11 komunitas petani kopi di Banyuwangi menuangkan kopi ke satu wadah sebagai tanda mengusung satu jenama Kopi Banyuwangi, Jumat 1 Oktober 2021. Foto: Ahmad Suudi
JATIMNET.COM, Banyuwangi - Pemuda Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Banyuwangi, menjadi generasi petani kopi yang berusaha mengubah kebiasaan lama. Mereka berupaya menghapus kebiasaan petik rajut atau petik campur dan pengolahan kebun yang masih setengah hati.
Ketua kelompok petani kopi Java Ijen Madusari di Desa Tamansari, Ahmad Iksan (27), mengatakan selama ini petani di desanya menanam kopi di kebun. Namun pohon kopi tidak diperlakukan sebagai tanaman utama, sehingga perawatannya tidak dilaksanakan secara maksimal.
Kelompoknya yang berisi 30 orang usia sekitar 30 tahun, mulai berupaya mengutamakan tanaman kopi di kebun orang tua mereka. Perawatan dilakukan dengan pengurangan naungan yang berlebihan, pemberian pupuk organik, pemangkasan, hingga petik merah.
"Kebanyakan kopi bukan prioritas, kopi tanaman sampingan. Kurang pupuk, kurang pemangkasan, intinya kurang perawatan," kata Iksan, Jumat 1 Oktober 2021.
Baca Juga: Rangkul Petani Kopi Rakyat, Ekspor Perkebunan Malangsari Naik
Kelompok ini total mengolah 20,8 hektare kebun kopi dengan upaya perawatan yang lebih baik dan tertib petik merah. Penggunaan pupuk organik diharapkan bisa mengembalikan kesuburan tanah dan mendapatkan manfaat jangka panjang.
Selain harga yang lebih tinggi, kopi petik merah memiliki bobot hasil green bean yang lebih berat. Cheery bean 4 kilogram hasil petik campur bisa menjadi 1 kilogram green bean, padahal hasil yang sama bisa diperoleh dari 3 kilogram kopi petik merah.
"Pupuk ganti ke organik tahun ini, sekarang teletong (kotoran sapi) mulai kita kumpulkan. Kata orang pakai pupuk kandang lama berbuahnya dan hasilnya sedikit, tapi kan jangka panjang. Tanah kalau kena pupuk kimia keras," kata Iksan lagi.
Mulai aktif sejak tahun 2020, dia mengaku kelompoknya belum merasakan hasil dari perawatan kebun kopi dan petik merah itu. Mereka berharap bisa berhasil menyediakan produk kopi berkualitas dan mendapatkan keuntungan sebagaimana sebagian petani kopi muda di Desa Telemung, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi.
Baca Juga: Ngopi Sekaligus Belajar Manual Brewing di MoCa Banyuwangi
Di sisi lain 11 komunitas petani dan produsen kopi di Banyuwangi merayakan Hari Kopi Sedunia dengan mengusung frasa Kopi Banyuwangi sebagai jenama bersama. Di antaranya dari Kalibaru, Glenmore, Papring, Kaliklatak, Tamansari, Gombengsari, Telemung, Kalibendo, Pakel, Songgon, dan Sumbermanis.
Perwakilan Komunitas Kopi Kakao Banyuwangi (Kokawangi), Novian Dharma Putra (34), mengatakan sebelumnya mereka mengusung jenama masing-masing yang kemudian dinilai menyulitkan memenangi pasar kopi. Penggunaan jenama bersama Kopi Banyuwangi dinilai akan mampu mempercepat pengenalan kopi Banyuwangi ke pasar.
"Selama ini belum kuat, masih sendiri-sendiri melakukan branding. Akan lebih baik kalau kita bersama memperkenalkan kopi Banyuwangi," kata Novian.
