Minggu, 16 December 2018 09:10 UTC
Ilustrator: Gilas Audi
JATIMNET.COM, Banyuwangi - Heri Budiawan (38) alias Budi Pego terpidana 4 tahun penjara dalam proses kasasi di Mahkamah Agung (MA) tidak akan mendatangi panggilan eksekusi dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi. Sebab, hingga kini Budi Pego maupun kuasa hukumnya belum menerima salinan putusan MA yang telah keluar pada Selasa 16 Oktober 2018 lalu.
Direktur LBH Surabaya Abdul Wachid Habibullah mengatakan, panggilan pertama Kejari Banyuwangi agar Budi Pego hadir pada hari Kamis 13 Desember 2018 untuk melaksakan putusan Kasasi tidak didatanginya. Pihaknya tetap menunggu salinan putusan kasasi sebelum memasuki tahap eksekusi, sementara yang telah diterima masih berupa kutipan yang hanya berisi amar putusan.
“Amar hanya menyatakan sudah putus, bahwa putusannya seperti ini (hukuman 4 tahun penjara). Nah, putusan seperti ini pertimbangannya seperti apa?, Apa haknya terdakwa dan pendamping terdakwa atau kuasa hukum terdakwa?, Itu kan harus dilihat dari putusan yang asli, ini yang memang belum dilakukan oleh jaksa,” kata Wachid.
BACA JUGA: Jalan Panjang Budi Pego Mencari Keadilan
Budi Pego merupakan warga Banyuwangi yang dituduh mengancam keamanan negara berdasar pasal 107 a UU No 27 tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Muncul spanduk bergambar palu arit saat Budi Pego dan masyarakat beberapa desa di Kecamatan Pesanggaran menggelar aksi tolak tambang emas Tumpang Pitu di depan Kantor Kecamatan Pesanggaran, Selasa 4 April 2017.
Berdasarkan itu hakim Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi dan Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur, di tahap banding, menganggap Budi Pego telah menyebarkan atau mengembangkan paham komunisme/marxisme-leninisme. Pengadilan bersikeras menyatakan Budi Pego adalah koordinator aksi masyarakat saat itu yang harus bertanggung jawab atas munculnya gambar palu arit yang dianggap sebagai logo partai terlarang, Partai Komunis Indonesia (PKI).
Di fakta persidangan Budi Pego menolak disebut sebagai koordinator aksi dan masyarakat hanya secara spontan membuat spanduk aksi di rumahnya, tanpa logo palu arit, didukung sejumlah saksi yang meringankan yang juga merupakan peserta aksi tolak tambang.
Sebanyak 3 orang saksi ahli yang meringankan juga menyiratkan bahwa Budi Pego tidak bersalah, namun hakim PN Banyuwangi dan PT Jawa Timur menvonis Budi Pego bersalah dan memberikan hukuman berupa penjara selama 10 bulan.
Kemudian di tahap kasasi MA, bukannya mendapatkan pengurangan hukuman, dia justru mendapatkan tambahan hukuman menjadi 4 tahun penjara. LBH Surabaya yang ingin mengajukan permohonan klarifikasi terkait penambahan hukuman, belum menerima salinan utuh dari putusan kasasi tersebut. Berbeda dengan di PN dan PT yang putusan dibacakan di depan umum, seluruh proses kasasi dilaksanakan internal dalam MA.
BACA JUGA: Pemenjaraan Budi Pego Bukti Hukum yang Menindas
Wachid menjelaskan kejanggalan putusan MA yang pertama ada pada penambahan lama hukuman, yang berarti putusan itu hasil dari proses pengadilan fakta. Padahal MA bukan lembaga yang mengadili fakta dan hanya memeriksa berkas-berkas proses hukum di bawahnya atau biasa disebut mengadili hukum atas putusan yang sudah dibuat.
Kemudian kejanggalan kedua, seharusnya setelah ada putusan, diikuti perintah untuk tetap dalam tahanan atau dimasukkan ke dalam tahanan. Namun dari kutipan putusan kasasi yang diterimanya, pernyataan penahanan itu tidak ada, dan hanya berisi penambahan hukuman saja.
Jatimnet.com berusaha meminta keterangan ke Kejari Banyuwangi mengenai ketidakhadiran Budi Pego untuk panggilan pertama pelaksanaan putusan kasasi. Namun Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Banyuwangi Koko Erwinto tidak bersedia diwawancara, dan menyarankan Jatimnet untuk meminta keterangan kepada jurnalis lain.
Petugas di meja penerima tamu hanya memberikan keterangan bahwa pihak Kejari Banyuwangi akan menerbitkan surat panggilan kedua kepada Budi Pego. Sesuai prosedur, Kejari Banyuwangi berwenang mengeluarkan surat panggilan pertama, kedua, dan yang ketiga berupa penjemputan paksa.
“Ya silahkan, itu kan kewenangan jaksa. Itu kewenangan jaksa untuk melakukan itu.
Tapi perlu diingat bahwa kami sudah mengajukan penangguhan pelaksanaan putusan hukum itu, seharusnya secara formal permohonan itu dijawab oleh jaksa,” kata Wachid.
Namun hingga laporan ini dibuat, tanggapan permohonan penangguhan eksekusi Budi Pego yang sudah diajukan Senin 10 Desember 2018, dan salinan putusan kasasi, belum diterima LBH Surabaya.