Minggu, 06 December 2020 12:20 UTC
KAMPANYE HITAM. Bawaslu Kab. Mojokerto menunjukkan barang bukti puluhan brosur yang menyudutkan calon Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati istri dari mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa terpidana korupsi, Minggu, 6 Desember 2020. Foto: Karina N.
JATIMNET.COM, Mojokerto – Calon Bupati dan Wakil Bupati Mojokerto nomor urut 1 Ikfina Fahmawati - Muhammad Al Barra kembali ‘diserang’ dengan kampanye hitam (black campaign).
Sebelumnya, Ikfina ‘diserang’ dengan kampanye hitam dalam spanduk atau banner berisi imbauan agar tidak memilih istri koruptor. Kali ini beredar puluhan brosur yang mengajak masyarakat agar tidak memilih Ikfina-Barra. Ikfina dikaitkan dengan suaminya, Mustofa Kamal Pasa (MKP), mantan Bupati Mojokerto periode 2010-2015 dan 2015-2018.
MKP tersangkut dua kasus korupsi dan ditahan KPK sejak tahun 2018. Kemudian Wakil Bupati Mojokerto Pungkasiadi diangkat jadi Pj Bupati hingga Bupati definitif pada tahun 2020. Pungkasiadi yang berpasangan dengan Titik Masudah mencalonkan kembali di Pilkada bersaing dengan Ikfina-Barra dan calon lainnya, Yoko Priyono-Choirun Nisa.
MKP telah divonis bersalah dalam kasus suap izin menara telekomunikasi yang melibatkan dua penyedia jasa pendirian menara telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto.
BACA JUGA: Muncul Banner Sindir Istri Mantan Bupati Mojokerto, Bawaslu Tunggu Laporan Resmi
MKP juga jadi tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan masih dalam penyidikan. Keluarga besar MKP termasuk Ikfina sudah pernah diperiksa KPK di Mapolres Mojokerto Kota. KPK menyita puluhan aset tanah dan kendaraan milik MKP yang diduga dibeli dari hasil korupsi.
Rekam jejak korupsi sang suami ini jadi bahan kampanye hitam yang menyerang Ikfina-Barra. Ikfina berprofesi sebagai dokter sedangkan Barra adalah seorang guru atau intelektual muda putra dari Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) dan pengasuh pondok pesantren Amanatul Ummah, Pacet, Mojokerto, KH Asep Syaifuddin Chalim.
Dalam brosur tersebut terdapat gambar MKP mengenakan rompi oranye tahanan KPK dan kutipan tentang dinasti korupsi dari mantan Wakil Ketua KPK Basyaria Panjaitan.
Anggota Divisi Penanganan Pelanggaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Mojokerto Dody Faizal menjelaskan puluhan brosur tersebut tersebar dan ditemukan sejak Jumat, 4 Desember 2020 di dua lokasi yakni Desa Gembongan, Kecamatan Gedeg, dan Desa Sumengko, Kecamaran Jatirejo.
Di Desa Gembongan, dua wanita diamankan karena menyebarkan brosur tersebut pada tengah malam sekitar pukul 23.45 WIB. Keduanya menyebarkan brosur tersebut di jalan dan rumah warga sekitar.
Keduanya diamankan warga dan dibawa ke Mapolsek Gedeg. Oleh polisi, keduanya diserahkan ke Bawaslu pada Sabtu dini hari, 5 Desember 2020, sekitar pukul 02.00 WIB. Setelah diperiksa, keduanya diperkanankan pulang dan brosur yang diedarkan disita sebagai barang bukti.
BACA JUGA: Timses Inkumben Bupati Mojokerto Protes Cara Penertiban Gambar Bupati oleh Panwas
"Dugaan pelanggaran itu tidak ada penahanan. Inisiatif dari warga dan Polsek untuk mengamankan yang bersangkutan agar tidak ada tindakan anarkis dari massa (pendukung) paslon satu. Dan sudah dipulangkan," kata Dody, Minggu, 6 Desember 2020.
Di hari yang sama, Bawaslu menerima informasi tiga pemuda juga menyebarkan brosur yang sama di Desa Sumengko, Kecamaran Jatirejo.
Pada pukul 18.30 WIB tim Ikfina-Barra juga mencari keberadaan ketiga pemuda penyebar brosur tersebut. Sekitar pukul 21.15 WIB, ketiganya ditemukan dan dibawa ke kantor Bawaslu bersama barang bukti puluhan brosur yang belum sempat disebarkan.
"Jumlah total brosur yang ada perkiraan antara 45 sampai 50 lembar ditemukan sebagai barang bukti," kata Dody.
Ia mengatakan pihaknya mendorong tim paslon yang dirugikan untuk melapor secara resmi ke Bawaslu. Sesuai Peraturan Bawaslu Nomor 8 bahwa sejak laporan itu dibuat, maksimal dua hari setelahnya diregister. Usai teregister, maksimal dalam waktu 24 jam, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) beranggotakan Bawaslu, kepolisan, dan kejaksaan harus membahasnya untuk menentukan apakah memenuhi unsur pelanggaran pidana pemilu atau tidak.
"Kita dorong mereka untuk laporan ke Bawaslu resmi, kita terima sekitar jam 12 hari Sabtu kemarin. Biar bisa dilakukan pembahasan pertama terkait BB (barang bukti), klarifikasi dengan memanggil ahli bahasa atau ahli pidana, hingga penyidikan jika barang bukti memang mengarah pada pelanggaran," katanya.