Sabtu, 13 July 2019 00:16 UTC
infografis oleh Gilas Audi.
POLRESTABES Surabaya menembak mati empat terduga pelaku kriminal dalam waktu dua bulan. Mereka menjemput ajal diterjang timah panas petugas karena diduga mencuri kendaraan bermotor, jadi bandar narkoba, dan penjambret. Menurut polisi, para pelaku melawan dan bersenjata saat ditangkap.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), dalam catatan setebal 29 halaman pada Hari Bhayangkara ke-73, menyebutkan polisi menjadi aktor terbanyak dalam melakukan kekerasan, disusul tentara dan sipir penjara. Dalam pemantauan dan pengalaman advokasinya, sejak Juni 2018-Mei 2019, Kontras mendapati ada 643 peristiwa kekerasan oleh kepolisian di seluruh Indonesia. Dari tingkat Polsek hingga Polda dalam bentuk penembakan, penyiksaan, penganiayaan, dan penangkapan sewenang-wenang hingga berujung korban luka dan tewas.
Penggunaan senjata api untuk menegakkan hukum menjadi catatan tersendiri. Sepanjang periode yang sama tercatat 423 peristiwa penembakan yang mengakibatkan 435 korban luka dan 229 tewas. Dalih terlazim yang digunakan polisi nyaris seragam di semua tempat. Korban diduga melawan aparat dan hendak kabur dari kejaran. Sebagai alat negara, polisi memang punya wewenang dan diskresi menggunakan senjata api. Tapi lemahnya pengawasan, baik dari internal maupun eksternal, berpotensi melahirkan penyalahgunaan wewenang.
