Minggu, 25 August 2019 12:25 UTC
KORBAN. Salah satu korban pinjaman daring, Melisa Sarwah saat memberikan keterangan bersama kuasa hukumnya, Tony Suryo di Mapolda Jatim, Minggu 25 Agustus 2019
JATIMNET.COM, Surabaya – Sebanyak 80 aplikator pinjaman daring dilaporkan ke Kepolisian Daerah Jawa Timur oleh 15 korban yang berasal dari berbagai wilayah di Jawa Timur.
Mereka melaporkan aplikator tersebut karena merasa diteror dan diintimidasi ketika mendekati jatuh tempo pembayaran atau terlambat.
"Teror tidak hanya kepada korban tapi ke nomor telepon yang disetorkan kepada aplikasi pinjaman daring," ungkap Advokat Tony Suryo kepada awak media saat mendampingi kliennya melapor ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim, Minggu 25 Agustus 2019.
BACA JUGA: Cerita Para Korban Pinjaman Berbasis Daring yang Berujung Intimidasi
Tony menjelaskan aplikator pinjaman daring semula memberi kemudahan pemberian utang kepada debitur tanpa syarat jaminan. Aplikasi tersebut dipromosikan melalui pesan singkat (SMS) dan media sosial.
Setelah peminjam mengakses dan meminjam uang mereka harus melunasi uang dalam jumlah bunga yang cukup besar dan jatuh tempo yang pendek. Kurang dari dua hari sebelum jatuh tempo aplikator mengirimkan pesan dengan nada intimidatif.
Tony menyayangkan teror dengan mengintimidasi para peminjam. Karena menurutnya hal semacam itu termasuk ranah perdata. Dari pihak penyelenggara pinjaman bisa menggugat perdata kepada nasabah tidak membayar atau wanprestasi.
BACA JUGA: Dorong Inklusi Keuangan, Asosiasi Fintech Selenggarakan Konferensi Keuangan Digital
“Bukan dengan cara menekan melalui pesan singkat seperti yang dilakukan debt collector kepada korban,” ujarnya.
Pengacara korban tersebut mencontohkan, peminjam uang kepada aplikator dengan nominal Rp 1,5 juta hanya mendapatkan Rp 850 ribu. Seminggu kemudian dia harus mengembalikan sebanyak Rp 1,8 juta karena ditambah bunga.
"Bila terlambat membayar mereka langsung intimidasi. Contohnya mengirim pesan singkat ‘Hei buronan online, maling, pencuri uang perusahaan’ yang pesan itu tidak tertuju ke mereka saja tapi ke kontak yang telah diakses oleh aplikator secara acak," tambahnya.
BACA JUGA: OJK Temukan 144 Perusahaan Fintech Ilegal
Dari keterangan korban, ia meyakini aplikator membobol data yang tersimpan dalam telepon seluler para peminjam.
"Mereka mendapat nomor tersebut dari korban saat meminjam. Aplikator punya syarat akses ke kontak telepon seluler lalu mengontak orang yang dekat dengan korban. Padahal di awal harus kirim data kontak darurat hanya dua, nomor saya sudah kasih ke bersangkutan," ujarnya.
Mengenai kasus tersebut, Tony melaporkan aplikator pinjaman daring dengan delik UU Informasi dan Transaksi Elektornik terkait penghinaan yang berbasis sara dan melecehkan korban.
"Kami laporkan kembali sebanyak 80 aplikator, Minggu lalu kami sudah laporkan, kini ada tambahan korban lagi yang siap melaporkan kasus ini," tutupnya.