Kamis, 20 August 2020 01:00 UTC
SIDANG. Suasana sidang di PTUN Surabaya terkait kasus tujuh petani yang memperjuangkan tanah sawahnya di wilayah Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Kota Surabaya.
JATIMNET.COM, Surabaya - Tujuh petani asal Surabaya yang terancam kehilangan tanah sawahnya terus berjuang mengenai tanah waris almarhum Satoewi yang berada di wilayah Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Kota Surabaya. Tujuh ahli waris dari almarhum Satoewi tersebut adalah Parkan, Iskandar, Supardi, Asnan, Somo, Sulikah dan Ponimah.
Kini kasusnya yang berada di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya sudah sampai pada proses pembuktian, dan selanjutnya adalah pemeriksaan setempat (PS). Dalam daftar bukti yang diajukan oleh Kantor Pertanahan Surabaya I (“Kantah Surabaya I”), 2 (dua) di antaranya adalah Sertifikat Hak Milik (“SHM”) No. 495 dan 496.
Terkait hal tersebut, kuasa hukum ketujuh ahli waris dari almarmhum Satoewi dari kantor hukum Litiga-at-law, Immanuel Sembiring, mengatakan pihaknya sudah menyampaikan hal tersebut (Sertifikat No. 495 dan 496) ketika tergugat II Intervensi memohonkan diri untuk masuk.
"Bahwa gugatan ahli waris ini tidak ada hubungannya dengan pembatalan hak (Sertifikat) dari siapapun. Masuknya PT Artisan Surya Kreasi tersebut sungguh tidak relevan. Pada dasarnya kita meminta hak, bukan untuk meniadakan hak-hak pihak lain jika memang berhak," katanya, Rabu 19 Agustus 2020.
BACA JUGA: Ditolak Urus Sertifikat, Tujuh Ahli Waris Gugat Kepala Kantor Pertanahan Surabaya
Dia menjelaskan, pada awal masuknya tergugat II Intervensi (PT. Artisan Surya Kreasi), yang sebelumnya menjadi pemohon intervensi, kuasa hukum ahli waris almarhum Satoewi bahwasannya menyatakan untuk menolak masuknya pemohon intervensi tersebut.
Alasannya tentu saja, bahwa gugatan ahli waris almarhum Satoewi ini terkait Surat Kantor Pertanahan Surabaya I Nomor 1203/600- 35.78/III/2020 yang pada pokoknya menolak untuk menerbitkan sertifikat hak milik yang sejatinya hak dari ahli waris almarhum Satoewi.
"Selasa pekan depan (25 Agustus 2020) akan dilakukan pross pemeriksaan setempat. Ahli waris yakni bisa menunjukan tanah yang menjadi haknya dan meminta Kantah Surabaya I untuk menunjukkan tanah yang diklaim sudah terbit SHM di atasnya. Pethok dan Persilnya sudah berbeda, bagaimana mungkin bisa berada pada satu hamparan yang sama?” ujar Immanuel panggilan akrabnya.
Pemeriksaan Setempat itu pada dasarnya adalah pemeriksaan atau sidang yang dilakukan oleh Majelis Hakim di tempat objek yang sedang disengketakan. Dengan dilakukannya Pemeriksaan Setempat, kuasa hukum ahli waris almarhum Satoewi yakin bahwa hal tersebut bisa membuka titik terang.
BACA JUGA: Perjuangan 7 Anggota Keluarga Petani, Terbentur Klaim Pihak Lain
Hal tersebut termaktub dalam Pasal 153 Ayat (1) HIR yang pada intinya menyatakan bahwa hasil dari Pemeriksaan Setempat tersebutlah yang dipakai hakim dalam mengambil keputusan.
“Selasa besok (25 Agustus 2020) kita akan hadirkan saksi serta meminta Kantah Surabaya I untuk menunjukkan dengan jelas posisi SHM 495 dan 496 tersebut. Nah di sana pasti kelihatan bahwa tanah Ahli Waris berbeda dengan SHM 495 dan 496 jika memang Pethok dan Persilnya berbeda. Lha wong beda (Pethok dan Persil) kok bisa bidangnya sama?” Ujar Immanuel Sembiring.
Tentunya, titik terang ini yang nantinya akan membuat Kantah Surabaya I mau untuk menerbitkan SHM atas tanah Ahli Waris tersebut. Harapan ahli waris tentu saja agar fakta dapat terungkap di Pemeriksaan Setempat ini.
Sehingga Majelis Hakim pun dapat memutus bahwa Ahli Waris dapat menerbitkan sertifikat atas tanahnya tersebut. Dengan terbitnya Sertifikat Hak Milik tersebut tentu membuktikan bahwa Kantah Surabaya I sungguh tidak membedakan “besar-kecil”nya rakyat dalam mendapatkan hak atas tanah.
"Rakyat kecil sekalipun berhak untuk memiliki sertifikat hak milik atas tanahnya, bukan hanya para pemilik modal dan rakyat-rakyat besar," katanya.