Sabtu, 19 March 2022 10:20 UTC
DEMO. Demo mahasiswa dan pelajar Papua di Jember mengecam perpanjangan Otsus dan pembentukan provinsi baru di Papua, Sabtu, 19 Maret 2022. Foto: Faizin Adi
JATIMNET.COM, Jember – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Front Pelajar dan Mahasiswa Papua Jember (Forpemapje) menggelar aksi demo menentang rencana pembentukan provinsi baru di Papua. Mereka berorasi dari depan kampus Universitas Jember (Unej) menuju gedung DPRD Jember untuk menyampaikan aspirasinya, Sabtu, 19 Maret 2022.
“Pembentukan provinsi baru disertai Daerah Otonomi Baru (DOB) bisa berakibat pada penambahan personel militer dan polisi dengan pembangunan Kodam, Korem, Kodim, hingga Koramil baru. Hal ini bisa berpotensi meningkatkan kasus kekerasan dan pelanggaran HAM baru,” ujar Yeris Karoba, salah satu juru bicara mahasiswa asal Papua.
Penambahan personel keamanan, menurut Yeris, lebih bertujuan untuk mengamankan kepentingan perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di Papua ketimbang untuk rakyat setempat.
BACA JUGA: Kecam Otonomi Khusus, Mahasiswa Papua Gelar Demo
“Kami mendesak pemerintah segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang ada di Papua selama bertahun-tahun,” kata mahasiswa Jurusan Ilmu Komputer Unej ini.
Wacana pembentukan provinsi baru dan DOB mengemuka seiring dengan rencana perpanjangan Otonomi Khusus (Otsus). Sebelumnya, provinsi yang dulunya bernama Irian Jaya sudah dimekarkan menjadi dua provinsi seiring dengan pemberlakukan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus), yakni Provinsi Papua dan Papua Barat.
Para mahasiswa menilai, wakil atau elit Papua yang diajak berdialog oleh pemerintah pusat terkait rencana perpanjangan otsus tidak mewakili kepentingan dan aspirasi akar rumput rakyat Papua.
“Mereka, para elit Papua, tidak mendengar aspirasi dari rakyat Papua yang disuarakan oleh 113 organisasi yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP). Petisi tersebut tegas menolak keberlanjutan Otsus Papua,” kata Yeris.
BACA JUGA: Pelanggaran HAM Tak Diusut Tuntas, Mahasiswa Papua Tuntut Referendum
Selama lebih dari dua dasawarsa pemberlakuan Otsus, anggaran triliunan rupiah sudah dikucurkan pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah di Papua. Namun, mahasiswa menuduh dana tersebut lebih banyak dikorupsi elit-elit atau pejabat Papua.
“Hasil Otsus tidak dinikmati rakyat Papua, tetapi uangnya dimakan oleh para elit yang korup. Mereka mengkhianati kepentingan rakyat. Sayangnya, penegakan hukum di Papua lemah dan korupsi dibiarkan,” tutur Yeris.
Mahasiswa menilai Otsus di Papua gagal karena korupsi berlangsung secara sistematis dan ada praktik pembiaran. “Kami juga mendesak pengesahan segera Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS),” kata Yeris.