Logo

Terkait Dugaan Pemalsuan Akta Otentik, Ahli Sebut Harus Ada Pihak yang Dirugikan

Reporter:

Rabu, 10 March 2021 14:20 UTC

Terkait Dugaan Pemalsuan Akta Otentik, Ahli Sebut Harus Ada Pihak yang Dirugikan

Saksi Ahli Pidana Unair Surabaya, Prof Dr Hari Basuki Minarno saat dimintai pendapatnya pada persidangan yang digelar di PN Surabaya, Rabu 10 Maret 2021.

JATIMNET.COM, Surabaya - Kasus akta otentik dengan terdakwa Ariel Topan Tubagus, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dengan agenda mendengarkan keterangan ahli pidana, Rabu 10 Maret 2021.

Saksi ahli yang dihadirkan adalah Prof. Dr. Nur Basuki Minarano dari Universitas Airlangga. Persidangan diketuai Majelis Hakim Parno, saksi ahli pidana menjelaskan, bahwa penggunaan pasal 263 tentunya harus ada unsur pihak yang dirugikan, dalam hal ini adalah pihak pelapor. "Pelapor melaporkan seseorang, tentunya dalam hal ini pelapor merasa dirugikan, Katanya.

Mengenai hal tersebut, penasehat hukum terdakwa, Fahmi Bahmid mempertanyakan terkait akibat hukum dalam pasal tersebut terhadap seseorang. Ahli menerangkan apabila surat yang diduga dipalsukan tersebut juga dipergunakan pelapor untuk kepentingannya, artinya secara tidak langsung dia mengakui tidak ada unsur pemalsuan didalam surat tersebut.

“Apabila saya melaporkan seseorang tetapi saya diuntungkan, dengan menggunakan surat tersebut untuk mengambil kredit di sebuah bank, makna unsur yang terkandung dalam pasal 263 KUHPidana seperti apa?,” Fahmi Bahmid mencontohkan.

Baca Juga: Kasus Dugaan Pemalsuan Akta Otentik, Saksi Ahli Menyatakan Sah Pengangkatan Direktur Ariel

Ahli menjawab, “Apabila dia (pelapor) juga menggunakan surat itu untuk kepentingan diri sendiri, berarti secara tidak langsung dia mengakui bahwa surat itu tidak terjadi kepalsuan,” ujar keterangan saksi ahli.

Bahkan, apabila pelapor sebelumnya mengetahui dan menggunakan fungsi surat yang diduga dipalsukan tersebut, ada dugaan tindak pidana yang dilanggar. “Maka juga bisa dimintai pertanggung jawaban,” beber saksi ahli.

Ketua majelis hakim Parno pun ikut menanyakan, apabila si pelapor tidak tahu siapa yang diduga memalsukan surat, sedangkan si pelapor mendapat keuntungan terkait surat tersebut. 

Apakah seorang direktur selaku penanggung jawab sebuah Perseroan Terbatas (PT) bisa dilaporkan pidana, sedangkan terkait pemalsuan belum tahu siapa yang memalsukan.

“Manakala kalau dia menggunakan surat itu juga, yang menurut dirinya surat itu mengandung unsur tidak benar didalam pasal 263 ayat (2) juga dijelaskan jika menggunakan surat palsu juga ada ketentuan pidananya, namun siapa yang melakukan tentunya harus ada alat bukti,” jawab Nur Basuki.

Baca Juga: Ditetapkan Tersangka, Pengusaha Surabaya Minta Perlindungan Hukum

Saat diwawancarai wartawan usai sidang, Fahmi Bahmid kembali menegaskan, dari keterangaan saksi ahli sudah jelas diterangkan, bahwa di dalam sebuah kasus apabila di dalamnya terdapat pemalsuan itu tidak ada unsur penggelapan.

Terkait penggunaan dan keuntungan dokumen bagi seseorang yang menuding adanya dugaan pemalsuan. “Itu patut diduga bahwa dukomen tersebut adalah benar (asli) karena apa dia juga menggunakan, nah itu disitu unsurnya,” ujar Fahmi.

Yang terpenting lanjut Fahmi, dari semua keterangan itu adalah unsur dari kerugiannya. Didalam persoalan ini ternyata pelapor sendiri diuntungkan, karena dia menggunakan dokumen tersebut untuk mengambil kredit dan sebagaimanya.

Terkait dengan bukti Labfor, menurut ahli, pemahaman non identik tidak mesti palsu, harus ditelusuri lagi.

“Apalagi fakta-fakta pelapor ini menggunakan. Pelapor ini juga yang mengambil kredit, pelapor juga yang  menggunakan dokumen tersebut. Artinya pelapor membenarkan bahwa dokumen tersebut itu adalah asli, hanya persolan lain, persolaan  diluar hukum," ia menerangkan.

"Dan apabila persoalan sakit hati diadili dipersidangan ini, rusak negara ini, jadi jelas bahwa kasus ini murni pemalsuan yang tidak bisa dibuktikan, karena apa, yang menggunakan justru yang melaporkan,” Fahmi memungkasi.