Jumat, 17 December 2021 10:20 UTC
JEMBATAN PUTUS: Jembatan Gladak Perak di Desa Sumberwuluh Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang terlihat putus saat dipantau dari atas dengan menggunakan drone. Foto: Dokumen Puslit MKPI dan IKA ITS
JATIMNET.COM, Surabaya - Tim dari Pusat Penelitian Mitigasi, Kebencanaan, dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS yang bekerja sama dengan tim dari Ikatan Alumni (IKA) ITS melakukan penelitian soal awan panas guguran (APG) dari erupsi Gunung Semeru.
Lokasi yang menjadi penelitiannya adalaha di Dusun Umbulan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang selama tiga hari sejak Senin, 13 Desember 2021 lalu.
Peneliti senior dari Puslit MKPI ITS Dr Ir Amien Widodo menjelaskan terkait kunjungan tim Puslit MKPI dan IKA ITS ke daerah terdampak erupsi Gunung Semeru tersebut untuk melakukan kajian bencana dan hasilnya dapat digunakan sebagai rekomendasi penanggulangan bencana di masa depan.
Kunjungan survei ini meliputi survei geologi, vulkanologi, hidrologi, pemetaan kawasan terdampak, dan survei drone. “Data survei diolah menjadi peta kawasan terdampak yang akan dianalisis dengan peta yang sudah ada sebelumnya,” kata Amien, Jumat 17 Desember 2021.
Baca Juga: Gunung Semeru Naik Status Siaga Level III
Dosen Teknik Geofisika ITS itu menerangkan lebih lanjut bahwa ancaman lain dari erupsi ini adalah tanah longsor yang bersamaan dengan hujan dan awan panas.
Namun di pos pantau gunung berapi belum memiliki sistem pengamatan tersebut, maka dapat dijadikan penelitian lebih lanjut agar tidak terjadi dampak lain dari erupsi gunung ini.
“Untuk ke depannya bisa dibuat alat sensor warning system terkait longsor dan dimasukkan ke pos pantau agar meningkatkan kewaspadaan aktivitas gunung,” ia menuturkan.
Sementara anggota tim Puslit MKPI Dr Techn Umboro Lasminto mengatakan bahwa ada potensi bencana susulan yang dikhawatirkan akibat area penumpukan lahar yang meluas.
Baca Juga: Gunung Semeru Kembali Erupsi, Terekam Dua Kali Kejadian Mengeluarkan APG
Hal tersebut menyebabkan perubahan arah aliran air sungai, sehingga aliran air tidak terkontrol dan diperparah dengan kondisi hujan yang terjadi hingga bulan April.
Menurut Umboro, terbentuknya arah aliran sungai yang baru bisa mengarah pada permukiman penduduk yang dapat menyebabkan banjir. “Hal yang harus dilakukan adalah mencari solusi agar arah aliran air kembali pada aliran sungai semula,” kata dosen Teknik Sipil ITS tersebut.
Anggota tim lainnya, M Haris Miftakhul Fajar mengingatkan bahwa dengan adanya bencana erupsi Gunung Semeru ini bukan saatnya saling menyalahkan, namun saatnya memaksimalkan peran masing-masing stakeholder yang ada. “Selain itu, kita juga harus evaluasi terkait early warning system, proses mitigasi bencana, dan sosialisasi kepada penduduk,” kata Haris.
Untuk early warning system, menurut dosen Teknik Geofisika ITS ini, perlu melengkapi pengamatan visual dengan kamera termal yang bisa menangkap awan panas pada volume yang besar. “Sebagai akademisi, kami juga perlu melakukan penelitian terkait tipe erupsi Gunung Semeru ini,” kata ahli geologi ITS ini.