Logo

SMA di Mojokerto Diduga Lakukan Pungutan, Sekolah Dalih Dana Partisipasi Siswa dan Sekolah

Reporter:,Editor:

Rabu, 22 July 2020 00:00 UTC

SMA di Mojokerto Diduga Lakukan Pungutan, Sekolah Dalih Dana Partisipasi Siswa dan Sekolah

KANTOR SMA. Suasana ruang guru SMA Negeri 1 Dawarblandong. Foto: Karin.

JATIMNET.COM, Mojokerto - Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Dawarblandong tak menyangkal, kalau pihaknya telah memungut dana partisipasi terhadap siswanya. Dalihnya, biaya penarikan tersebut merupakan dana partisipasi yang diperuntukkan menunjang kepentingan siswa dan sekolah.

Kepala Sekolah SMAN 1 Dawarblandong, Herni Peristiwanti menjelaskan, bahwasannya penggalangan dana sumbangan pendidikan di sekolahnya sudah terjadi sejak tahun 2019 lalu. 

Jika tahun lalu dana aspirasi Rp 1,4 juta ini dibebankan pada siswa kelas X, tahun ini justru berlaku bagi seluruh siswa. Dengan rincian, Rp 1,5 juta untuk kelas XI dan XII, dan Rp 2,4 juta bagi kelas X.

"Sampai sekarang itupun belum lunas 100 persen lho. Masih ada sekitar 25 persen yang belum membayar. Hasil dana itu juga dirupakan dalam bentuk bangunan di lingkungan sekolah, kan buat anak-anak didik kami juga," kata Herni panggilan akrabnya saat dikonfirmasi jatimnet.com, Senin 21 Juli 2020.

Herni mengungkapkan, dana sumbangan itu tak lain sebagai penunjang biaya operasional penyelenggaraan pendidikan (BPOPP). Sebab, pencairan BOS (biaya operasional sekolah) dan BPOPP dari Pemprov Jawa Timur sejauh ini tak pernah tepat waktu alias pencairannya selalu molor.

BACA JUGA: Surat Keputusan Pungutan RW 03 Bangkingan Yang Viral Dipastikan Tidak Berlaku

Tidak hanya itu, besaran dana sudah disesuaikan dengan kebutuhan selama satu tahun di sekolah. Sehingga diperuntukan dana aspirasi dan daftar ulang dimanfaatkan untuk kegiatan atau program sekolah yang memang tidak bisa dibayar dengan bantuan pemerintah di tahun ajaran 2020/2021.

Salah satunya untuk membayar honorarium guru tidak tetap maupun pegawai tidak tetap (GTT/PTT). "Jadi, untuk mengcover itu kami ambilkan dari dana ini (sumbangan)," katanya.

Tak ayal, dengan sederet kegiatan tersebut membutuhkan dana pendampingan yang memang mau tidak mau akhirnya dibebankan kepada siswa."Setelah dihitung-hitung oleh komite, dirata-rata jumlah siswa sekian, akhirnya kelas X dibebani 60 persen dari total yang dibutuhkan. Sedangkan untuk 40 persennya dibebankan pada kelas XI dan XII. Itu pun kalau semuanya membayar," Herni mengungkapkan.

Menurutnya, jika dana ditiadakan, pihak sekolah akan kebingungan. "Jadi kenapa harus dana partisipasi, karena tidak semua kegiatan sekolah itu boleh dibayar dengan BOS atau BPOPP," tambahnya.

Belum lagi, tanah di kawasan Dawarblandong memiliki kontur tanah bergerak. Kondisi itu membuat sekolah membutuhkan dana untuk melakukan perbaikan yang tak sedikit. Misalnya, untuk menambal tembok yang retak-retak."Apa perbaikan seperti ini menunggu dari pemerintah? Tidak, kami perbaiki sendiri dengan dana itu," urainya.

BACA JUGA: Polemik Iuran bagi Nonpribumi, Ini Kata Ketua DPRD Surabaya

Ia memastikan, sumbangan pendidikan ini juga tidak bersifat wajib seperti yang dikeluhkan wali murid pada pemberitaan sebelumnya. Dirinya menyebutkan, sekolah tetap membuka lebar kelonggaran pada setiap orang tua siswa, untuk mengajukan keringan jika dirasa tidak mampu memenuhi dana partisipasi tersebut.

Hanya saja, walmur (wali murid) haruslah melampirkan surat keterangan tidak mampu dari pihak terkait. Pengajuan keringan ini diberi batasan sampai 31 Agustus mendatang. "Perlu digaris bawahi juga, tidak ada ada tarikan lagi selain itu," tegasnya.

Namun, pengajuan itu bukan berarti langsung dikabulkan pihak sekolah. Nantinya, akan ditindaklanjuti oleh tim survei yang dibentuk pihak sekolah SMAN 1 Dawarblandong untuk datang langsung ke rumah wali murid tersebut. 

"Jika hasil survei memang layak atau benar-benar tidak mampu, akan kita beri keringanan. Murni partisipasi tahun ini, untuk menutup kekurangan operasional,’’ tandasnya.

BACA JUGA: MCW Sarankan Terbitkan Perdes Tekan Pungli dan Korupsi

Tak hanya membayar GTT dan PPT, melainkan sejumlah kegiatan lainnya. Meliputi, belanja kegiatan ekskul, OSIS dalam hal ini transportasi, konsumsi dan akomodasi, dana peningkatan mutu prestasi dan layanan siswa, kegiatan keagamaan, program sekolah Adiwiyata, dana sosial, hingga kegiatan musyawarah sekolah dengan komite sekolah dan orang tua siswa. ’’Termasuk untuk menambah intensif wali kelas,’’ jelas Herni.

Sebelumnya, wali murid resah atas dana partisipasi yang diminta sekolah pelat merah itu ditentukan sebesar Rp 1,5 juta. Beban tersebut diterapkan kepada siswa yang baru mengalami kenaikan kelas di tahun ajaran baru 2020/2021 ini.

Selain nilainya dianggap cukup besar, dugaan tidak adanya transparansi dana justru memusingkan mereka. Sebab, siswa diduga tetap diminta melakukan daftar ulang  yang nilainya juga telah ditentukan Rp 520 ribu. Meski dana partisipasi itu sudah melalui proses rapat komite sekolah, besaran nilai uang dianggap tetap memberatkan. Apalagi, besarannya sudah tidak bisa ditawar lagi.