Logo

Remisi Pembunuh Jurnalis, Pernyataan Menkumham Dinilai Menyesatkan

Reporter:

Rabu, 30 January 2019 03:23 UTC

Remisi Pembunuh Jurnalis, Pernyataan Menkumham Dinilai Menyesatkan

Ilustrator: Gilas Audi

JATIMNET.COM, Denpasar - Solidaritas Jurnalis Bali (SJB) mengecam pernyataan Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna H. Laoly terkait remisi pembunuh jurnalis. Seorang penasihat hukum I Made “Ariel” Suardana, SJB menilai Yasonna gagal paham.

Kecaman Suardana itu terkait pernyataan Yasonna yang beberapa kali mengatakan dengan remisi 20 tahun penjara, maka masa hukuman I Nyoman Susrama, pelaku pembunuh jurnalis ini menjadi 30 tahun. Yasonna berasumsi Susrama sudah menjalani 10 tahun hukuman, kemudian ditambah 20 tahun remisi, maka menjadi 30 tahun penjara.

Pernyataan Yasonna tersebut, menurut Suardana sangat menyesatkan. “Menkmumham gagal paham, menyesatkan, dan tanpa dasar hukum yang jelas,” tegas Suardana dalam siaran pers yang diterima Jatimnet.com, Rabu 30 Januari 2019.

BACA JUGA: Remisi Pembunuh Jurnalis, Jokowi Akan Digelari Musuh Kebebasan Pers

Kok bisa? Dijelaskan Suardana, Susrama tidak boleh dipenjara lebih dari 15 Tahun lagi sejak Keppres Nomor 29/2018, tertanggal 7 Desember 2018 itu diberlakukan. Landasan hukumnya yakni Pasal 9 ayat (1) Keppres Nomor 174/1999 tentang Remisi.

Di dalam Pasal 9 ayat (1) disebutkan, narapidana yang dikenakan pidana penjara seumur hidup dan telah menjalani pidana paling sedikit lima tahun berturut-turut serta berkelakuan baik, dapat diubah pidananya menjadi pidana penjara sementara, dengan lama sisa pidana yang masih harus dijalani paling lama lima belas tahun.

Nah, jika dilihat dari ketentuan itu maka besar kemungkinan Susrama akan bebas sebelum 2029, apabila dia kembali mendapatkan remisi umum dan khusus yang diberikan pada hari kemerdekaan dan hari raya. “Susrama akan keluar lebih cepat jika mendapat pembebasan bersyarat,” bebernya.

Ditambahkan, sistem hukum yang dianut Indonesia tidak mengenal hukuman 30 Tahun penjara. Pidana maksimal adalah 20 tahun penjara, seumur hidup dan hukuman mati. Acuan itu menganut sistem hukum eropa continental, bahwa apa yang tertulis dalam Undang-Undang maka itulah yang berlaku.

BACA JUGA: Remisi Pembunuh Sadis Jurnalis 

“Karena itu saya meminta agar Menkumham segera meralat ucapannya karena dapat menyesatkan publik,” tuntutnya.

Lebih lanjut, meski namanya remisi namun jika dilihat dalam Undang-Undang Nomor 22/2002 setara dengan grasi pada Pasal 4 ayat 2 (a) bisa dibaca merupakan Peringanan hukuman dan Pengubahan jenis hukuman. Dengan demikian, Keppres Nomor 174/1999 tentang Remisi sesungguhnya bertabrakan dengan Undang-Undang Grasi.

“Makanya Pengubahan Hukuman dari Seumur Hidup menjadi 20 Tahun Penjara menjadi aneh dan ajaib,” sindirnya.

Karena kekeliruan sejak awal itu jangan lagi diperparah pernyataan Menkumham yang menjadi blunder hukum. “Karena pernyataan Menkumham itu tanpa payung dan atapnya, maka bersiaplah disambar petir penolakan rakyat,” pungkas Suardana.

Susrama adalah terpidana penjara seumur hidup. Ia, bersama sejumlah rekannya, terbukti membunuh Prabangsa pada 11 Februari 2009 dan membuang jenazahnya ke laut. Lima hari kemudian, 16 Februari 2009, jasad Prabangsa ditemukan mengapung di Teluk Bungil, Bangil oleh seorang pelaut.

BACA JUGA: Aksi Jurnalis Protes Remisi Pembunuh Wartawan Bermunculan di Jatim

Prabangsa dibunuh karena berita. Dalam “Jejak Darah Setelah Berita”, buku terbitan AJI Indonesia, Susrama gerah dengan berita dugaan korupsi pembangunan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar bertaraf internasional di Desa Kubu, Bangli. Sepanjang Desember 2008, Prabangsa rajin melaporkan perkara rasuah yang merugikan negara hingga Rp 2,6 milyar itu di surat kabarnya.

Pada 15 Februari 2010, Pengadilan Negeri Denpasar menjatuhkan vonis penjara seumur hidup pada Susrama. Upaya lolos dari jerat hukum dilakukan Susrama-banding ke Pengadilan Tinggi Denpasar (16 April 2010) dan kasasi di Mahkamah Agung (24 September 2010-tak membuahkan hasil. Maka Susrama, yang ditahan sejak 26 Mei 2009, dijeblokan ke penjara.

Embus angin berubah pada 7 Desember 2018. Presiden Joko Widodo meneken keputusan nomor 29. Isinya, pemberian remisi bagi 115 narapidana seumur hidup menjadi pidana sementara. Nama Susrama, yang tercatat mendekam di Rutan Negara Klas IIB Bangli, tertulis di urutan 94 dalam lampiran surat keputusan.

Remisi itu menjadikan hukuman penjara seumur hidup yang ditanggung Susrama berubah jadi 20 tahun.