Jumat, 25 January 2019 07:47 UTC

Jurnalis lintas media dan organisasi profesi di Kabupaten Banyuwangi menggelar aksi. Foto: Ahmad Suudi
JATIMNET.COM, Surabaya - Aksi memprotes pemberian remisi (potongan hukuman) kepada I Nyoman Susrama, dalang pembunuhan jurnalis Radar Bali, Anak Agung Gde Bagus Narendra Prabangsa, bermunculan di Jawa Timur. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surabaya dan jurnalis lintas media di Banyuwangi menggelar demonstrasi menolak remisi di lokasi berbeda.
"Remisi ini akan memberikan peluang terjadinya kasus pembunuhan jurnalis lain nantinya," kata Ketua AJI Surabaya Miftah Faridl saat diwawancarai di sela-sela Aksi Tolak Remisi Pembunuh Jurnalis di Depan Gedung Grahadi, Jumat 25 Januari 2019.
Protes yang dilakukan secara serentak oleh AJI di seluruh Indonesia itu diharapkan bisa mengubah keputusan pemerintah. Faridl menjelaskan, pada 2009 lalu, dalang pembunuhan Prabangsa divonis penjara seumur hidup. Akan tetapi setelah 10 tahun pemerintah mengeluarkan remisi menjadi 20 tahun penjara dengan dalih sang pembunuh sudah berubah menjadi baik.
BACA JUGA: AJI Denpasar Desak Presiden Cabut Grasi Dalang Pembunuh Wartawan
"Kami berupaya untuk menuntut pemerintah agar (terpidana) tetap divonis penjara seumur hidup, karena kasus ini satu-satunya (kasus pembunuhan wartawan) yang dapat diusut tuntas di ranah hukum," kata Faridl.
Faridl mengungkapkan, selain mencabut dan membatalkan remisi, pemerintah harus bisa menuntaskan kasus kekerasan terhadap jurnalis lainnya, serta menghentikan praktik impunitas.
Menurut dia, selama ini banyak kasus kekerasan dan pembunuhan jurnalis yang tidak bisa diusut secara tuntas. "Seperti kasus Herliyanto di Probolinggo, maupun tindak kekerasan di Banyumas, dan kasus pembunuhan wartawan Udin di Yogyakarta," katanya menambahkan.
Kekerasan maupun pembunuhan terhadap jurnalis biasanya terjadi karena mengungkap suatu kebenaran, misalnya mengungkap skandal korupsi. Jika setiap jurnalis terancam saat meliput isu-isu tersebut, maka akan menghambat hak publik dalam memperoleh kebenaran. Padahal, tindak korupsi merupakan hal yang harus diketahui oleh masyarakat dan diberantas dengan tuntas.
BACA JUGA: Wiranto: Pemerintah Masih Kaji Pembebasan Abu Bakar Ba'asyir
Di Banyuwangi pun tidak jauh berbeda. Jurnalis lintas media dan organisasi profesi di Kabupaten Banyuwangi menggelar aksi serupa. Sekitar 30 jurnalis menyampaikan aspirasi dengan orasi dan membentangkan kertas karton bertuliskan cabut remisi pembunuh wartawan di depan Taman Makam Pahlawan Banyuwangi.
Sebelumnya, I Nyoman Susrama merupakan terpidana dengan hukuman penjara seumur hidup karena bersama beberapa rekannya terbukti membunuh Prabangsa pada 11 Februari 2009. Mereka lantas membuang jenazahnya ke laut. Jenazah ditemukan nelayan di Teluk Bungil, Bangli, lima hari kemudian.
Namun Presiden Joko Widodo pada 7 Desember 2018 menandatangani Surat Keputusan (SK) Nomor 29 yang berisi remisi untuk 115 narapidana. Salah satunya Susrama yang mendapatkan keringanan hukuman dari seumur hidup menjadi 20 tahun penjara, atau bebas 10 tahun lagi.
"Pembunuh dengan cara kejam dan terencana mendapat hukuman penjara seumur hidup sudah termasuk ringan," kata Sandhi Sumarsono, salah satu jurnalis, dalam orasinya.
BACA JUGA: AJI Desak Aparat Hentikan Penyitaan Buku Tanpa Proses Pengadilan
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Banyuwangi Saifuddin Mahmud mengatakan prihatin atas SK Presiden Jokowi yang memberikan remisi kepada 115 narapidana, termasuk Susrama. Maka bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Tapal Kuda, dan elemen wartawan Banyuwangi, menuntut pencabutan remisi tersebut.
"Berarti tidak lama lagi Susrama itu akan menghirup udara bebas. Padahal 10 tahun yang lalu dia menjadi dalang pembunuhan keji seorang wartawan," katanya sambil menegaskan kalau remisi untuk Susrama dari Jokowi telah mencederai kebebasan pers di Indonesia.
Dia juga menyerukan agar proses hukuman untuk Susrama terus dikawal dan dikembalikan seperti sebelumnya, utuh dipenjara seumur hidup. Pimpinan redaksi salah satu media cetak di Banyuwangi itu juga mengatakan aksi serupa akan digelar di daerah-daerah lain secara nasional.
Selain itu, aksi juga sebagai sikap solidaritas pada Narendra Prabangsa yang sebelum dibunuh aktif menulis laporan dugaan korupsi yang merugikan negara sebanyak Rp 2,6 milyar.
Sementara itu, Pusat Study HAM Unair Herlambang P Wirataman mengungkapkan munculnya pemberitahuan remisi terhadap tahanan ini hanya obral remisi dari Presiden Jokowi. Hal tersebut semakin menunjukkan bahwa Jokowi kurang memahamai dan mengkaji secara benar keputusan remisi tersebut.
"Kebebasan pers di Indonesia harusnya dilindungi, bukan malah mengambil keputusan yang melukai keluarga Prabangsa dan teman-teman jurnalis," kata Herlambang.
Jokowi seharusnya memperhitungkan dalam kasus apa remisi itu dapat diberikan. Karena jika dilihat 10 tahun yang lalu, pengungkapan kasus pembunuhan tersebut butuh perjuangan jurnalis dan beberapa pihak elite. Bahkan setelah kasus tersebut, banyak kasus kekerasan dan hilangnya beberapa jurnalis tidak terbongkar dengan tuntas.
Oleh sebab itu, Herlambang melanjutkan, jika remisi ini tetap dijalankan akan memberi dampak buruk pada kasus-kasus praktik impunitas yang terjadi di Indonesia. Dan dikhawatirkan kasus yang serupa akan sering terjadi pada jurnalis lainnya.
